Hari ini cukup penting bagi saya.
Akhirnya saya berhasil mendapatkan dagkaart dari mas Halim (S2 master of
Computer Science di Nijmegen) untuk saya gunakan berkereta ke Amsterdam. Tanpa
dagkaart saya harus membayar 40 euro kereta pulang-pergi. Dengan dagkaart, saya
hanya perlu membayar 14 euro saja pulang-pergi. Sebenarnya ada yang lebih
murah, yaituu menggunakan grup tiket dengan hanya 7 euro saja kita bisa
pulang-pergi bersama 10 orang lain yang akan menuju ke kota yang sama di
Belanda. Tetapi karena saya sedang tidak memiliki grup sebanyak itu, maka saya
memilih menggunakan dagkaart. Jam 10 saya menunggu bus Lijn 4 di Hatert Centrum
untuk pergi ke stasiun. Seharusnya saya bisa bersepeda, tapi karena musim ini
malam datang lebih cepat, jadi saya memilih ke stasiun menggunakan bus. Di bus
ada segerombolan mahasiswa dari Spanyol yang akan pergi ke Maastricht, di dalam
bus berasa seperti sedang berlangsung siaran telenovela deh, Spanish
surrounded. Namun saya seneng mendengar orang-orang berbahasa lain selain Dutch,
saya bosan mendengar semua orang berbicara bahasa Belanda di kampus, bahasanya
nggak estetis menurut saya, mendingan bahasa Korea, didengar enak. Perempuan
cantik Belanda menjadi tidak cantik ketika mereka ngomong, entah mengapa,
menurut saya. Meskipun kebanyakan orang Belanda bisa berbahasa Inggris dengan
sangat lancar. Aku mendapati alasan mengapa banyak orang Belanda mampu
berbahasa Inggris lancar sementara banyak negara tetangga mereka tidak bisa
berbahasa Inggris lancar. Salah satunya karena alasan sejarah, yaitu menikahnya
putri Mary II of England Duke of York (British) dengan pangeran William III of
Orange (Dutch).
(cerita sejarah dikit yaa…)
Keduanya Protestan, sedangkan ayah Mary II yaitu King of
Scotland-Ireland-England James II adalah Katolik. (Panjang deh kalau bicara
sejarah) Waktu itu William of Orange bersama Mary II yang protestan menentang
Louis XIV dari Perancis (yang notabene sepupu James II King of England blablabla
itu). Kalau ke Rijksmuseum Amsterdam ada lukisan dimana patung-patung di gereja
(waktu abad 17) diturunkan (Protestan tidak menghendaki simbolisasi seperti
yang Katolik lakukan). Pada abad itu, lukisan-lukisan yang muncul di Belanda
tidak lagi dipengaruhi gaya Italy yang banyak melukiskan dan merepresentasikan
makhluk-makhluk titisan surga dengan sayap-sayapnya yang terkesan holy. Akan
tetapi muncul pelukis terkenal seperti Johannes Vermeer yang banyak melukis
tentang kehidupan manusia Belanda sehari-hari. Beberapa yang terkenal adalah
lukisan berjudul The Milkmaid yang unik dengan pencahayaan jendelanya, The Girl
with the Wine Glass, The Little Street, The Astronomer, The Geographer, dll. Pelukis
lain yang terkenal adalah Rembrandt dengan The Nachtwacht (Penjaga malam, atau
tukang ronda, hehe) dengan pencahayaannya yang juga unik (cahaya di malam hari,
kalau yang The Milkmaid tadi cahaya matahari). Kita bisa membaca Belanda dengan
sejarahnya di Rijksmuseum, lengkap! Asalkan bersama seorang antropolog atau
sejarawan, karena kebanyakan lukisan dan patung, dan replika, namun dengan
instalasi yang bagus, seakan-akan mereka bercerita dari awal sampai akhir,
runut pokoknya. Sampai sekarang wilayah Belanda pada umumnya beragama
Protestan, sedangkan warga Nijmegen (kota tempat saya tinggal) penganut
Katolik. Ancestor dari William II juga memiliki hubungan dengan putri kerajaan
Britain, panjang pokoknya, saya tidak hafal.
(back to the main topic…)
Dari stasiun Nijmegen saya ketinggalan
kereta langsung ke Amsterdam Central arah Den Helder, sehingga saya harus naik kereta
yang transit di Utrecht, karena jam 1 saya harus sudah di Rijksmuseum, saya
tidak mau telat. Sudah menjadi komitmen saya untuk tidak menjadi orang yang
membudayakan ketidaktepatan waktu. Belanda mengajari saya untuk tidak menjadi
orang yang ngaret. Saya tidak mau kalah dengan para manusia Belanda, mereka
komitmen untuk selalu tepat waktu, sehingga saya harus juga tepat waktu. Sampai
di Utrecht saya bingung karena nomor peron tidak sesuai dengan yang tertera di
jadwal. Kereta menuju Amsterdam central ternyata di peron 7a, padahal saya
sudah lari ke peron 5a, sehingga saya harus balik ke peron 7a, untungnya masih
satu koridor, kalau harus pindah koridor saya sudah ketinggalan kereta. Di
kereta saya tidak kebagian tempat duduk, banyak sekali orang yang menuju
Amsterdam dari Utrecht, saya segerbong bersama tante-tante dan om-om Belanda
yang cerewet sekali, tawanya menggelegar, sungguh tidak sopan dan membuat saya
tidak tahan untuk segera sampai Amsterdam.
Akhirnya jam 12.17 kereta
berhenti, dan saya turun menuju pemberhentian Tram. Senangnya di Amsterdam ada
transportasi bernama Tram, setengah kereta, setengah bus. Tram inilah yang
membuat distrik Amsterdam central menjadi begitu sempit jalanannya, banyak
orang dan terkesan semrawut. Namun sebenarnya tidak semrawut sih, karena
sistemnya tentu. Kalau hendak menyeberang jalan di Amsterdam harus hati-hati
karena siapa tahu ada Tram lewat, namun biasanya mereka mengklakson bila
jalanan ramai (padahal Amsterdam selalu ramai setiap saat setiap waktu). Selain
di Amsterdam, Tram juga tersedia di Den Haag, namun Den Haag sepi, tidak
seramai Amsterdam yang youth lived. Setelah
sampai stop di Rijksmuseum, saya ditelefon Pak En bahwa beliau akan tiba
setengah jam lagi karena beliau dari Haarlem. Saya memutuskan jalan-jalan
sampai ke concert gebouw. Waktu itu di depan museum ada Ice skating spot.
Betapa banyak Belanda dari anak-anak sampai orang tua main ice skating dengan
bahagianya.. haha. Di pinggirannya ada coffee shop, ingin sekali memesan
espresso, namun karena saya sendirian dan memakai jilbab rasanya agak aneh
masuk coffee shop yang lebih terlihat seperti bar itu. Jadi saya lanjut jalan
ke Concertgebouw sambil menikmati matahari yang bersinar cukup terang untuk
ukuran winter dan memotret sana-sini, juga menikmati lagu klasik yang datang dari
permainan musik orang jalanan, melodinya sungguh indah, bergaung hingga puluhan
meter. Entah itu lagu apa, seperti irama lagu Mediterania. Akhirnya ketemu juga
dengan Pak En, kami memesan tiket untuk masuk Rijksmuseum sambil bercerita
tentang kuliah dan tentang Belanda. Beliau sangat paham tentang Belanda, sudah
lebih dari 6 tahun tinggal di Belanda. Saya memberi tahu dia bahwa saya ingin
internship di VU Amsterdam (kalau bisa) di tahun kedua saya, karena saya pikir
memiliki supervisor berbeda akan lebih menguntungkan karena lingkup ilmunya
tidak monoton. Namun Pak En menyarankan untuk lanjut di Nijmegen saja karena
Prof. Vriend sungguh orang yang peduli dengan mahasiswanya dan sangat
menyenangkan. Suatu waktu saya akan menulis juga tentang Prof. Vriend, beliau
adalah professor Bioinformatics di departemen tempat saya internship sekarang,
di Nijmegen.
Pukul 4.30 kami keluar museum dan
naik tram menuju Koninklijk Centrum mengantar Pak En membeli tas di outlet Kipling,
lalu ke English Book Store yang menjual buku-buku berbahasa Inggris cukup
murah. Bisa menjadi referensi saya bila nanti ingin belanja buku. Karena hari
semakin gelap, saya harus pulang, saya berpisah dengan Pak En di Dam Square dan
lanjut naik Tram ke Amsterdam CS.
Well, Pak En adalah orang yang
berpengaruh dalam hidup saya, semenjak saya S1 saya mendengar cerita tentang
beliau yang waktu itu masih Ph.D di VU, sehingga waktu itu saya juga memiliki
cita-cita untuk melanjutkan kuliah ke Belanda. Pada akhirnya saya berkenalan
dengan Pak En setahun sebelum saya berangkat ke Belanda. Beliau yang memberi
rekomendasi saya, akhirnya saya diterima. Sungguh keajaiban bagi saya. Saya
menghargainya sebagai ilmuan Kimia Komputasi Medisinal yang mengedepankan
validasi data dan hasil. Beliau adalah salah satu alasan saya berada di Belanda
saat ini. Sehingga, bisa jalan-jalan di Amsterdam bersama Pak En adalah mimpi
yang menjadi nyata. Lihat, betapa mimpi saya selalu menjadi kenyataan. Sekarang
saya tidak takut lagi untuk bermimpi tinggi. Karena semesta selalu berhasil
dengan konspirasinya mewujudkan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan saya.
Thanks God, my life is beautiful.
Vossendijk
Pukul 1.47 pagi
Oleh-oleh dari Rijksmuseum
Amsterdam:
---sekitar museum---
pohon ini sangat menyejukkan di musim panas, kita bisa bernaung di bawahnya ketika hari begitu panas, dan bersantai di kursi malas dengan angin yang bertiup sepoi
---orang Belanda main Ice Skating---
---jalan menuju concertgebouw---
Orang ini memainkan musik yang melodinya bergaung hingga puluhan meter, musik Mediterania yang sangat indah, sepertinya tangannya beku, karena saya membalut tangan dengan sarung tangan saking dinginnya
---di dalam museum---
(gambar tentang cerita dan sejarah Belanda saya skip ya.. kalau ada waktu saya unggah, karena banyak sekali, ada banyak gambar dari Museum Volkenkunde juga, namun harus saya ceritakan, dan belum memiliki banyak waktu, semoga ada waktu luang)
---bersama Pak En---
|
Termakasih Bapak, You are my inspiration |
|
Amsterdam Central Station di malam hari |
---see you again---