Tampilkan postingan dengan label Phileinardinha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Phileinardinha. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Mei 2017

Pregnancy Story: The Second Trimester

Kalau hampir semua ibu-ibu bilang bahwa trimester II adalah masa kehamilan paling nyaman, buat saya ya kurang lebih sama, meskipun trimester I pun juga sama nyamannya bagi saya karena saya tidak mengalami morning sickness. Oiya, di akhir trimester 2 ini berat badaku Cuma naik 8 kg dari sebelum waktu hamil, tidak terlalu naik drastis dari BB di trimester I karena aku menjaga pola makan ;) Namun di trimester ini, meskipun dari luar saya terlihat fit, namun ternyata saya diminta dokter untuk menjalani infus intravena venofer. Hal ini karena menurut dokter, hemoglobin saya terlalu rendah dan memerlukan kenaikan kadar ferritin secepatnya. Sebab, bila hanya lewat oral dan makanan, kenaikan hemoglobin memerlukan waktu berbulan-bulan. Sedangkan ibu hamil membutuhkan hemoglobin yang cukup untuk mencukupi nutrisi janin setiap waktu lewat plasenta. 

Dengan keadaan Hb yang rendah ini, pantas saja wajah saya tidak pernah merona merah, tangan saya selalu pucat, nafas saya terengah-engah, tidak mampu jalan dan lari dengan cepat, tidak pernah bisa ikut donor darah, sering pusing dan ngantuk mulu. Namun, dokter saya cukup senang karena setiap kali periksa berat badan janin saya tidak pernah di bawah normal seperti janin para ibu yang mengalami kekurangan Hb. Sebaliknya, BB janin saya sedikit lebih tinggi dari normal. Itu artinya bahwa janin saya tidak kekurangan nutrisi. Segala nutrisi yang saya makan dapat tersalurkan dengan optimal. Saya pun senang. Namun tetap ada kekhawatiran saya bila Hb saya terus-menerus di bawah normal, yaitu saya tidak bisa melakukan lahiran normal. Takut harus menerima intervensi medis untuk mencegah pendarahan yang banyak ketika lahiran nanti. Tapi ya apa boleh buat. Sekarang tetap harus berusaha agar kondisi saya bisa seoptimal mungkin sampai akhir menyusui nanti. Well, aku sangat ingin bayiku lahir dengan berat badan yang optimal yaitu antara 2,9 kg – 3.3 kg. Karena bila kekurangan, tumbuh kembangnya tidak akan bagus ketika balita dan dewasa nanti. Bila berlebihan, resiko obesitas tinggi. Aku sudah membaca Barker Hypothesis tentang pentingnya berat badan optimal bagi bayi baru lahir.

Untuk suplemen, saya masih mengkonsumsi folamil genio dan maltofer, namun ditambah oleh dokter Cavit D3. Cavit D3 berisi kalsium non-aktif dan vitamin D3. Vitamin D3 penting untuk penyerapan kalsium ke dalam darah dan mengoptimalkan fungsi kalsium untuk pembentukan tulang. Saya cukup puas dengan resep dokter karena memang di trimester II, janin saya sedang dalam tahap pembentukan dan penyempurnaan struktur tulang sehingga saya memerlukan kalsium lebih banyak. Saya juga minum susu high calcium low fat setiap hari, membeli UHT kotak yang bisa saya bawa kemana-mana.

Oiya, akhirnya di minggu ke-19 saya bisa merasakan pergerakan janin saya di dalam perut. Oh senangnya! Akhirnya saya mendapati bahwa janin saya ternyata sangat aktif sekali. Setiap hari tak kurang dari 10x dia seperti ngajak saya ngobrol dengan berbagai gerakannya yang menakjubkan, terkadang bikin saya senyum dan tertawa sendiri. “Oh Nak, kamu sekecil dan semungil itu kok bisa ngajak ngobrol ibuk siiy.. Gemmesh!” :)) terkadang aku yang ngetok-ngetok dia, dan dia bangun dari tidurnya lalu ngajak ngobrol beberapa menit sebelum capek dan tertidur lagi. Kalau saya sedang ngajar atau meeting, dia pun tidak bisa diam di dalam, bikin saya kehilangan konsentrasi, namun membahagiakan. You are just too good to be true, Nak! Ibuk wanna see you soon.



Sabtu, 01 April 2017

Pregnancy Story: The First Trimester



Greetings from me and from my little baby. Hi, people!  Let me begin my pregnancy stories because being pregnant is being happy. If I am happy, I’m in the mood for sharing and writing. Happy because, soon, I will welcome my little baby to this world. Such a blessing and a sacral moment that I will have. Oh yeah, soon! Can’t wait to see my little cutie….

Pada trimester I ini saya tidak mengalami masalah apa pun. Satu masalah bagi saya adalah meningkatnya nafsu makan yang berakibat pada meningkatnya keinginan untuk memakan banyak macam makanan. Akibat selanjutnya adalah berat badan yang naik drastis di trimester pertama, yaitu 5 kg. Setelah saya sadar bahwa seharusnya berat badan tidak perlu naik sebegitu banyak, apalagi berat janin di perut belum sampai 1 kg bahkan mungkin belum sampai 500 gram, seharusnya saya cuma naik 2 kg saja, maka saya pun membatasi makanan dengan kadar glukosa tinggi. Saya membeli banyak sayuran hijau dan buah untuk mengobati rasa lapar. Terkadang membeli daging dan memakannya begitu saja bersama sayuran tanpa nasi. Alhasil saya bisa lumayan menjaga berat badan. Janin pun masih bisa berkembang dengan pesat karena nutrisinya terjaga.

Di trimester I, meskipun berat badan naik 5 kg, namun penampakan saya masih terbilang langsing dan tidak terlihat sedang hamil. Sehingga banyak orang tidak mengetahui saya sedang hamil. Apalagi dengan keadaan badan sehat segar dan bugar. Satu-satunya yang membedakan adalah wajah saya agak lebih pucat dari sebelum hamil karena ternyata setelah medical check up, hemoglobin saya cukup rendah. Keadaan hemoglobin rendah cukup menjadi concern saya, sehingga saya meminta resep agar hemoglobin saya naik. Oleh Karena itu, setiap kali makan, saya memilih lauk hati sapi atau hati ayam dan makan lebih banyak sayuran hijau agar ferritin naik dan hemoglobin menjadi normal.

Suplemen yang saya konsumsi di trimester I adalah Folamil Genio dan Maltofer. Sebenarnya dokter kandungan saya tidak meresepkan Folamil Genio, hanya Folavit saja. Namun jiwa apoteker saya tidak mau diam, saya mencari suplemen yang lebih kaya nutrisi yang berguna bagi kehamilan saya. Akhirnya menemukan Folamil Genio, lalu meminta izin dokter buat mengkonsumsinya. Dokternya pun mengijinkan untuk mengganti Folavit dengan Folamil genio. ;)

Untuk Maltofer, saya senang dokter saya memberikan resep Maltofer, karena saya tidak ingin kadar ferritin saya rendah di saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Sebagai orang yang pernah mempelajari tentang nutrisi, zat besi sangat diperlukan bagi ibu hamil karena tidak saja menyangkut kesehatan ibu hamil seperti saya. Tetapi juga, zat besi sangat penting bagi janin saya yang sedang berkembang dengan pesat-pesatnya, terutama sel saraf dan otaknya. Saya tidak ingin melewatkan gold moment ini dengan kekurangan nutrisi apa pun. Segala nutrisi terbaik, sebaiknya saya berikan untuk bayi saya di waktu yang tepat.

Di akhir trimester I, saya meminta dokter menjelaskan keadaan organ tubuh janin saya. Dari cek USG, dokter menjelaskan dan memperlihatkan dengan detil mana kepala, tangan, kaki, perut, punggung, dll. Tulang belakang janin bahkan terlihat dengan jelas. Sehingga saya yakin bahwa janin saya sehat dengan organ tubuh yang telah terbentuk dan berkembang dengan baik. Sehat-sehat ya bayi mungilkuuu!

Senin, 27 Maret 2017

A Gift



Perempuan itu.. harus memiliki keberanian.

Kalau saya bertanya ke diri saya sendiri, apakah saya memiliki cuku keberanian dalam menaklukkan tantangan yang datang ke kehidupan saya? Lalu saya jawab sendiri, kadang iya kadang tidak tanpa saya bisa menghitung persentasenya.

Sewaktu memutuskan kapan saya harus membeli tiket pulang ke Indonesia, kembali ke pangkuan keluarga saya, saya menilainya sebagai suatu keberanian. Memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang Ph.D adalah keberanian lain namun tidak mungkin saya lakukan saat itu juga. Saya memutuskan untuk pulang, memulai hidup baru bersama suami saya, ke kota yang tidak bisa dibilang nyaman kondisinya, yang saya tidak tahu apa yang akan saya kerjakan di sana. Satu-satunya modal adalah sebuah keyakinan dan keberanian. Kehidupan bersama keluarga adalah sebuah pengabdian dan ibadah. Menjadi seorang istri dan anak adalah perjuangan. Perjuangan tidak melulu saya artikan bagi masyarakat banyak. Namun prinsip saya, membahagiakan keluarga adalah juga perjuangan.

Kini saya dituntut untuk memiliki keberanian berikutnya, yaitu menjadi seorang ibu. 

Yes, I’m about to be a mother this year, insyaAllah. It’s been 21 weeks of pregnancy and I am still amazed by how God grows a baby inside my womb. Not only are my cells growing, but also a baby. The baby is growing so fast that one day I found the bump become bigger and bigger.
Waktu itu, ketika kehamilan mencapai 7 minggu aku datang ke dokter kandungan di sebuah klinik di Jogja untuk melakukan USG pertama kalinya. Sudah 3 minggu saya menunggu dengan tidak sabar bahwa apa benar saya hamil. Karena saya di Jogja, dan suami saya di Jakarta, saya tidak diantar oleh suami melainkan oleh kakak saya yang juga sedang hamil 8 bulan. Pertama kali tahu saya hamil ketika kehamilan umur 4 minggu, namun itu usia kehamilan yang masih tidak terdeteksi oleh USG biasa. Di Jogja, ketika dokter menyatakan bahwa ada janin di dalam rahim saya, saya merasa bahagia. Lebih-lebih ketika melihat detak jantungnya dan janin saya bergerak-gerak bebas, I felt that God is great, for sure. He is the one who creates a growing baby: from cell to tissue to organ to organism, and becomes a whole human. Until now 21 weeks, I feel its move every minute, sometimes every hour, inside my womb. It makes me so much happy. I talk to my baby a lot and I feel the response as well. This is the time of our half journey before giving birth. Now, I am not alone anymore because I carry my baby everywhere. My baby is my companion. When I am happy, my baby is happy. When I am sad, my baby might be also sad. So, I am trying to be happy all the time. I am trying to be a good mother, a better one day by day. I learn how to be a good mother and a good wife. My husband is also very good in taking care of us. He gives us his best effort every time we are in need. He talks to our baby like our baby has been in his hand.

Time goes by so fast, I am sure that I will miss this pregnancy period because I will give birth so soon. We need to prepare everything to welcome our baby peacefully and I am still learning about it.

Aku masih perlu mengumpulkan keberanian untuk menghadapi rasa sakit saat melahirkan nanti. I want to experience a gentle birth. Mohon doanya ya..

Jumat, 27 Mei 2016

A Love Letter

When I am thinking about you, I am staring at my window pane, trying to look for something in a distance that I can’t really reach. Suddenly, I want to keep in touch with you by sending some messages or greetings that may overcome the yearning. But when I am thinking that you will ask me a question "what are you doing now?”, it’s not cool when I just give an answer “doing nothing, just only thinking about you” because I know you have great expectation in me, you push myself to be great, not just an ordinary one although I don’t know how great or small I am right now. Then I will just think about you at the moment without trying to know what you are up to there. I have different thought that it’s fascinating to realize we are not in a common condition to be in love with each other. I cannot say I miss you when I am missing you, nor I can say I love you when I am loving you because of our totally different business in life. The feelings just stop in my mind, but I think it’s an extraordinary story of us. I can comprehend because I like you the way you are, you always be a great man for me. I believe that the path you are taking is the path where you will definitely meet me somewhere, even though we are in separate ways right now. We have met and tied our bond since long time ago, but I am still waiting for you. I am not going to be exhausted, I am not going to get a rush, and I am not going to feel impatient. I will be right in the place where you can easily find me. Now, let me just look at the wide blue sky outside my window, enjoy your existence in my mind. Someday, let’s go on a date like other couples do. Let’s dream of a love life like other couples have.

I am sending my greetings for you
through the summer breeze after the rain
Although this love is like the dry autumn leaves
It’s colorful and beautiful
If the snowflakes in winter always melt away
I won’t be too sad
Look at the embroidered flower petal
When the spring wind has blown away
I know you will come.

Selasa, 22 Desember 2015

Habibi

Aku mencintai suamiku karena Allah,


berarti bahwa aku mencintainya karena dia beriman pada Allah

berarti bahwa aku mencintainya karena dia orang yang berserah diri pada Allah

berarti bahwa aku mencintainya karena ia akan mengingatkanku untuk selalu mengingat Allah

berarti bahwa aku mencintainya karena dia orang yang mendahulukan Allah daripada aku atau manusia lainnya

berarti bahwa aku mencintainya karena dia orang yang haus akan ilmu Allah, yang mampu mensinkronkan antara akal dan hatinya.

berarti bahwa aku mencintainya karena dia orang yang cerdas, yaitu orang yang tidak terlalu mencintaiku namun sangat mencintai Allah

berarti bahwa aku mencintainya karena dia laki-laki yang shaleh.

Jumat, 04 September 2015

Unraveling My Past Deal

#np Bila Aku Jatuh Cinta ~ Nidji

Melewati dinginnya mimpi~
...dingin..di pegunungan Lawu...
Waktu itu ketika ada rasa sedikit aneh hinggap, ketika auramu tiba-tiba berbeda dari yang lainnya. Kamu datang tanpa aku memintanya.
"Kenapa?" Tanyamu.
"Dingin."
"Nih sarung tangan, pakai aja dulu."
...
"Hey, aku pakai ya sarung tanganmu yang hangat ini, aku ga mau balikin pokoknya soalnya aku nggak bawa."
...
"Nggak. Kembaliin! Aku perlu sarung tangan juga."

Ah, aku yang waktu itu, ternyata pernah sedikit mengharapkanmu, sambil malu-malu, sambil tidak mempedulikan itu rasa tentang apa karena aku berpikir kamu pribadi yang nyaman, itu saja. Aku bahkan tidak memprogram chemistry macam itu. Tiba-tiba datang, tiba-tiba ada tanpa permisi, dan aku tak tahu mengapa begitu kejadiannya. Aku tertolak olehmu, kali itu, maka aku menjaga jarak dengamu, sampai segitu saja, dalam waktu sangat lama.

"Kakimu kenapa?" Kulihat kamu melepas sandal gunung dan kakimu yang merah memar-memar setelah pendakian pun terlihat jelas.
"Bukan urusanmu." Jawabmu tak peduli. Aku balik arah namun aku tak peduli pada ketidakpedulianmu. Maka aku pun sesekali melihatimu dalam jarak saja.

Esoknya tiba-tiba aku mengirimimu pesan, pesan pertama yang kukirim padamu seumur-umur. Aku tak paham juga mengapa kamu yang kupilih untuk kutanya tentang pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru hari itu. Aku ijin sekolah karena kakekku meninggal dunia. Padahal semua orang tahu bahwa kamu pemalas, tapi masih saja aku percaya kamu bukanlah pemalas. Sebuah PR, menurut hematku pastilah kamu orang yang mengerjakan PR, karena bagiku kamu murid pintar.

Aku benar-benar tak punya ide apa yang ada dalam benakmu dan aku nggak mau memikirkannya. Aku ingin sedikit lebih mengetahuimu. Itu saja.

#np Hapus Aku - Nidji

"Ngapain kamu di sini?"
"Tentu saja beli makan." Jawabku. Waktu itu rambutku masih berbentuk seperti lonceng sebahu. Kamu pun tanpa seijinku, mendaratkan tangan di hidungku dan memitasnya keras sekali. Aku pun buru-buru balik muka menyembunyikan mukaku yang memerah. Agar kamu tak tahu sedikit pun tentang chemistry yang telah lama kusembunyikan darimu.

"Halo, gimana Pare?"
"Hai.. Libur masih lama ya. Gimana Bali?"
Di tengah konser entah Peterpan entah Nidji di Trikoyo yang ramai, kamu meneleponku dengan suara tak kedengeran saat liburan, untuk melepaskan kegalauan masalah cinta yang menderamu. Aku senang bisa sedikit membuatmu lega, itu saja. Di kemudian hari seseorang memberitahuku bahwa kamu baru saja putus cinta, aku pun sedikit menyayangkannya karena aku mengidolakan cara kamu menyukai seorang perempuan. Kalau kamu putus cinta, aku tak bisa melihatmu menjadi pria romantis. Kamu yang cuek padaku, bisa romantis begitu, aku menikmatinya waktu itu.

Ah iya, aku melihatmu di kejauhan bagaimana kamu menyayangi seseorang. Bagiku kamu romantis. Namun aku masih dalam ketidakpedulianku dan membiarkan semuanya terjadi apa adanya.

Sampai setahun kemudian aku masih menyimpan chemistry itu. Kulihat sekilas kamu jalan dengan kawan-kawan ke masjid untuk mendengarkan tausiah pre-UAN. Hilang-muncul-hilang-muncul di antara kerumunan. Kulihat kamu duduk bersandar di tiang masjid dengan sweater tipis coklat bergaris horizontal menutupi seragam sekolah. Kenapa kamu sangat mempesona? Kurang lebih begitulah pikirku.

Di perpisahan sekolah setelah kelulusan aku tidak sedih berpisah denganmu. Meskipun aku merindukan sosokmu setelah itu. Ternyata aku bukan perempuan yang mau berkata apa adanya. Aku masih menyimpan dan menyembunyikan chemistry itu. Aku optimis bahwa nanti akan mendapat sosok penggantimu di Jogja nanti, itu saja.

Di awal tahun perkuliahan, kamu di Jakarta, aku di Jogja. Kita sibuk dengan kehidupan masing-masing tanpa pernah mengirim pesan lagi. Aku menemukanmu di Facebook, lalu ingat kamu lagi. Ah anak ini, gimana kabarnya ya? Tanyaku dalam hati. Namun kamu masih dalam ketidakpedulianmu juga. Aku pun meninggalkanmu lagi begitu saja dalam memori, aku sibuk bermain dan berhubungan dengan para kolega baruku.

Di saat aku hampir menemukan sosok penggantimu, kamu datang, dengan kedekatan seperti sebelum kita berpisah dulu. Aneh. Kenapa kamu seperti itu? Kenapa kamu tidak melupakan bagaimana kamu bersikap di depanku? Kamu bertingkah seolah kita belum pernah berjarak setelah kelulusan dulu. Ah, kamu sungguh membingungkan.

Aku pun masih menjaga jarak denganmu ketika kamu datang, sejauh jarak yang pernah kuatur sejak pertama kamu menolakku dulu. Namun tak bisa kupungkiri bahwa kamu masih senyaman dulu, bahkan lebih nyaman dan hangat. Memori dan chemistry itu datang lagi. Setiap kali di dekatmu, aku mampu menenggelamkan segala chemistry yang lain.

Tiba-tiba saja kamu mengutarakan bahwa suatu saat kamu ingin hidup denganku dan kamu bertanya apakah aku bersedia. Anehnya aku tidak kaget dengan pertanyaanmu, tanpa berpikir panjang aku menjawab "mengapa tidak". Entah apa yang membiusku. Mungkin karena sudah cukup lama aku menunggumu. Kamu pria yang nyaman, pintar, dan romantis. Aku tak menemukan alasan untuk membuang chemistry itu selain memang aku tak bisa.

Sejak saat itu kita mengukir mimpi-mimpi baru kita bersama. Kehidupanku berjalan menyenangkan ketika bersamamu. Sampai sekarang, sampai detik ini, chemistry itu tetap terjaga, sedikit lebih kuat dan dinamis dari sebelum kita bersama. Aku bahagia dan merasa cukup ketika bersamamu, dan belum ada yang lebih membahagiakan dari itu selama ini.

Terimakasih telah datang kepadaku. Terimakasih telah menjelma menjadi pangeran seperti dalam impianku selama ini. Kamu lebih indah dari bayanganku sebelumnya.

Sabtu, 03 Januari 2015

Within The Axes

Being far from you brings me into deep thought.
The light travels from one galaxy to another galaxy while the space in between is continuously stretching.
We both are analogous as two particles which can not stop moving and spinning around until I can not find you unconciously.
As I think we are meant to be together I always try to find you by keep moving on.
Sometimes I think what if I stop moving, can you just find me here in my place?
I am blind and I don't know the map onto you.
I realize that our maps are on God's hand, I pray to Him to unite our coordinates within the axes of the space that He created.
I pray to Him to make us both as one in the endless happiness and full of His blessings.
Aamin

Kamis, 20 November 2014

Marriage

I want to tell you what I think about marriage. Since I am not a story teller and don’t have much occupation in long lines sentence, this story will come up in simple way. Marriage, I am a married woman and you don't have to believe me because I am saying this not to convince you about anything. Well, people keep saying that I am still as cute as teenager and I look inclusive when they chat with me, people can talk about everything without burden in front of me. Yes, I am. Why not to become an inclusive one while we live in social community? My own privacy is still here, just fine and nothing changes. Marriage is in the same stage about what I previously talk, my marriage and my privacy is still here, inside me and my husband while people are there. It’s one thing.

The other thing is that how I decided to get married. This year, special event was going on when someone recited the sacred sentence which means he changed my status, became a married woman. Perhaps, everything around was different since that time, people say. But what actually happened was that I feel as usual as the previous moment before I got married. I think, it’s because of my perspective about marriage. I decided to get married in order to have a happy and relieved life, with someone I love. Happy, because finally I can be together with him, the one I can’t take my mind off for long stretches of time. Relieved, because finally people and God witnessed us being together. I know, love is poisonous sometimes, it has it’s own concentration. But as Raima said, “love perhaps is similar to taking care of a garden. Hoping that in your garden, a beautiful flower will bloom, a cool breeze will blow in the presence of warm sunlight and occasionally a magical shower.” I am doing in simple way and do not care too much about or afraid of what future is going to be as long as I am doing the right thing, I just need to maintain the feeling, the chemistry, and not the love because the love inside me is just still the same, I fall for him almost everyday and everytime since 5 years ago. It is something beyond our mind, we together still do not know how we can be in love by this way. Especially because since 2008 we did not meet frequently as other lovers do. They say, they cannot do as I do, to live in separated place while being in love with the one. I say, It’s not something to think of, just go along with what we believe and finally we can see that everything is fine here and there, happily.

To get married, in my perspective, is not something that I have to think it over after I met him. In the moment when I decided to know him more and more I thought that I would not end up in hating him or being hearted-far from him. So, I tried to catch him up everytime he runs away, to hug him everytime it feels like we are faraway. I made it. By that way, how can I let him go simply? No, I don’t think so. Since then, I thought that we will get married after all. As of the day and the other days in the past that I will not let anyone or anything in this world become the reason of our separation on purpose. How? Just do the best as I can, believe that miracles happen almost everytime, I create it, he creates it, people do, and universe does?

Technically, it is not simple though, but I give you the big picture of how marriage for me is. Probably we have our own philosophy regarding marriage. As we can see that there are people who decided to make baby without first getting married. They live together until getting old, they finally get married when their child are adulthood already. It is something beyond my mind too because I never think to have long lasting relationship without getting married. Moreover for Javanese, it doesn’t make any sense, at least in my culture. I do not say this to only consider my marriage is a culture-business, neither does it only to abolish any rules. More than those, I decided to get married because I want to perpetuate my relationship with someone I love and perpetuate the love (to all surroundings) I have inside me. Day after day, my marriage story will give new insight for me and I still need to adapt everytime it goes up and down, I suppose. In this one side of walk of life, what a long journey, by the way.

Selasa, 21 Oktober 2014

The Chosen One

Suatu waktu di rumah, saya didatangi kawan-kawan SMA. Mereka berbanyak orang hendak mengklarifikasi apakah benar saya sedang menjalin hubungan dengan calon suami saya (waktu itu). Apa mau dikata, memang benar, saya jawab iya. Lalu mereka bertanya lagi, apa sih yang membuat saya menyukai calon suami saya (waktu itu)? Reflex saya menjawab karena dia pinter. Hahaha.. bahkan anak TK pun mampu menjawab jawaban seperti itu. Tapi ya memang begitulah adanya. Lalu kawanku bertanya lagi, jadi kalau Wisnu (calon suami saya waktu itu) nggak pinter, saya nggak mau sama dia? saya jawab lagi, enggak. Pokoknya saya maunya sama orang pinter, titik. Mereka menyimpulkan: "Jadi kami-kami ini nggak pinter?". saya pun tertawa, "Ya disimpulin sendiri aja, terserah" . Lalu kawan-kawanku (yang juga kawannya Wisnu) mengiyakan kalau Wisnu itu pinter, memang pinter, dia pernah ikut oliampiade, mendapat nilai tertinggi di ujian akhir, bisa masuk STAN tanpa banyak kesulitan (siapa waktu itu lulusan SMA yang kalau keterima STAN lalu nggak mengambil kesempatan itu? mana ada), apalagi.

Itu salah satu cerita.

Hari ini suami saya memberitahu hasil skor TOEFL sama TPA Bappenas dia, saya nggak terlalu kaget, dia mengalahkan skor TOEFL dan TPA Bappenas saya tanpa banyak kesulitan. Awal tahun ini saya sempat ikut 2 tes itu untuk masuk S2 ITB dan semuanya jauh memenuhi persyaratan minimal. Tapi sayangnya saya nggak jadi masuk ITB karena ternyata mendapat unconditional letter of acceptance dari Radboud University Nijmegen. Good Bye ITB. saya tahu kemampuan kognitif suami saya, dia jauh di atas rata-rata, sedangkan saya cukup rata-rata saja. Bila tes IQ, nilai saya pas-pasan. Untung saja nggak kena genetic disorder Intellectual Disability, saya sudah bersyukur. Meskipun pas-pasan, saya punya mimpi tinggi untuk bisa sekolah sampai jenjang paling tinggi. Whatever everybody might say, I won't care.

Suami saya sampai sekarang masih lulusan D3, sedangkan saya sekarang hendak menamatkan S2. Namun hal itu tidak bisa dibandingkan karena nasib kami sungguh berbeda. Gelas kami bentuknya berbeda. Gelasnya berupa Abdi Negara, gelasku berupa sekolah. Meskipun kemampuan kognitifnya melebihi saya, namun dia belum bisa melanjutkan belajar sampai seperti yang saya capai sekarang. Namun saya tetap bangga padanya..

Dia selalu menjadi seseorang melebihi apa yang saya pikirkan. Cinta yang ada padanya kepada saya, seperti menjawab tantangan lagu klasik berjudul "More Than Words". Dia lebih memilih untuk menunjukkan secara nyata bukti cintanya daripada hanya berkata-kata. Tapi sebagai perempuan saya terkadang sering nggak melihatnya kalau dia benar-benar mencintai saya. Seperti yang suami saya bilang, manusia terkadang ingin melihat apa yang tidak dilihatnya daripada apa yang benar-benar tampak di depan mata. Itu membuat saya merana sendiri dan buru-buru melihatnya dari sisi lain. Setelah itu saya sadar, suami saya sungguh cinta, sungguh dewasa, sungguh sabar, dan menyayangi saya apa adanya.

Saya beruntung menjadi seseorang yang dia cintai. Bayangkan saja, mana ada laki-laki yang mau ditinggalkan istrinya 2 tahun lamanya dengan alasan ingin sekolah. Pasti hanya sedikit dan suami saya termasuk yang sedikit itu. Bahkan dia yang mendukung saya habis-habisan, sejak saya masih S1 dulu, “Lakukan dulu, jangan bilang nggak bisa” dia bilang, hal itu mengubah pola pikirku. Kalau dia tidak seperti itu, mungkin sekarang saya masih berdiam diri di suatu tempat di Indonesia, tidak berkembang, dan stagnan. Di Eropa, saya belajar banyak hal, banyak sekali, semua sedang ada di otak saya dan belum mampu saya tumpahkan ke dimensi lain.

Sekarang, suami saya sedang sendiri di sana, saya merasa bersalah karena dia bilang bahwa dia melakukan banyak hal sendirian. Yah, tidak berbeda dengan saya, saya juga sendiri. Bahkan untuk bisa ngobrol via Skype pun kesulitan karena perbedaan waktu 5 jam, apalagi di sini lama waktu siang dan malam tidak seperti di Indonesia. Suami saya harus meluangkan waktu sampai tengah malam untuk bisa mengobrol. Tentu itu mengganggunya karena dia harus bekerja pagi harinya, pekerjaannya menuntut produktifitas dan profesionalisme sebagai abdi negara. Sampai-sampai saya berpikir, mengapa kita yang saling mencintai bisa terpisah seperti ini? Mengapa harus begitu? Sampai sekarang saya tidak habis berpikir. Suami saya pun bilang “karena ini jalan kita, dijalani saja dulu, pasti nanti akan ada waktu kita bisa bersama-sama”. Aneh kan.. Karena kami sudah memilih dan karena memang semua ini harus dijalani, apa boleh buat. Tanggal 29 Oktober nanti adalah mensiversary pernikahan kami yang ke-5, dan kami terpisah jarak yang jauh, sangat jauh. Ketika berada di dalam pesawat dalam perjalanan saya ke sini, saya selalu memperhatikan peta digital, melihat pesawat saya sedang berada di mana, yang menjauh dari posisi suami saya dan orang-orang yang saya cintai berada. Ketika saya sudah berada di sini, membuat saya ingin pulang, tidak percaya bahwa kami benar-benar jauh di benua yang berbeda.

Dear my husband, thank you for becoming the best man ever for me, thank you for becoming the one I want to annoy for the rest of my life. I’m really proud of you and do respect you as my leader. Don’t get lost in your way for the sake of ours. I’ll be your love as the best as I can.



Vossendijk 219, Nijmegen
Pukul 19.15