Minggu, 14 Desember 2014

Nijmegen Verse

Hidup di rantau harus menjalin komunikasi dengan orang-orang yang bisa memberikan rasa tenang kepada kita. Begitulah menurut saya. Ketika SMA, saya tidak tinggal di rumah, melainkan di dormitory bersama kawan-kawan dan kakak-kakak kelas. Kita hidup seperti sebuah keluarga, sering ngobrol bareng, main gitar bareng, curhat, nonton TV bareng, berangkat dan pulang sekolah bareng, lari-lari bareng di stadion Trikoyo, makan siang dan makan malam bareng, belanja bareng di minimarket, jalan-jalan bareng di alun-alun. Mereka sangat menenangkan. Ada Titis, Fitri, Mbak Arin, Mbak Bel, Mbak Nila, Mbak Intan, Mbak Mela, Mbak Windy, Galuh, Tiara, Mbak Diah, mbak Diana, dek Lulut, dek Putri. Hidup bersama mereka menciptakan kenangan tersendiri yang tidak mungkin saya lupakan, menenangkan.

Di Belanda, saya menjalin komunikasi dengan Mbak Astri, Mbak Ainul, Mas Ferry, Fuji, Falma, Rizka, dll. Setiap kali saya merasa gundah, homesick, dan didera ketidakjelasan perasaan, saya pasti menyambangi mereka untuk becerita apa saja cerita yang ingin saya bagi. Paling sering ke Mbak Astri, ngobrol di kamarnya sampai berjam-jam. Sering merepotkan dia karena biasanya minta teh hangat, dan dia menyajikan cookies pula. Pernah datang  waktu dia masak di koridornya, sehingga sekalian makan malamlah saya di sana. Hari berikutnya gantian saya yang mengundangnya untuk makan malam di koridor saya.

Jumat sore lalu seharusnya saya menyambangi rumah Mbak Ainul di Neerbosch-Oost (distrik kecil di Nijmegen yang indah) untuk bercerita juga. Namun karena hujan angin kencang dan hari cepat gelap, saya tidak jadi ke sana. Niatnya ingin meminta cerita dia bagaimana rasanya kuliah di UCSD (University of California, San Diego), USA. Mbak Ainul adalah alumni Fulbrighter yang mengambil  Master of Peace and Justice di sana dan sekarang PhD student di Nijmegen. Entah mengapa saya bermimpi lagi untuk bisa ke San Fransisco, UCSF. Mempelajari Medicinal Chemistry sesuai apa yang saya mau. Bidang MedChem di UCSF hanya menerima PhD student di Graduate School, bukan master. Namun ditempuh selama 6-8 tahun. Yeah, bisa dibilang kalau mimpi saya benar-benar terwujud, maka saya bisa menua di San Fransisco. Sedangkan, mimpi saya yang lain adalah hidup sederhana, bahagia, menua dengan suami saya di desa di bagian Jawa Indonesia, mempunyai banyak anak. I came across my intersection again! Karena belum ada waktu ke Neerbosch Oost, saya belum bisa memecahkan telur masalah yang satu ini, masih gundah.

Hari ini adalah jadwal pertemuan saya dengan salah satu teman Latin dari Mexico, Paty. Kami berpisah di akhir kuartal pertama karena kami memiliki tema riset yang berbeda. Saya sering menjulukinya Emma Watson dari Mexico karena dia begitu mirip dengannya, cantik dan manis. Pagi hari sebelum bertemu Paty, saya mengajak Mbak Astri ke downtown of Nijmegen untuk sekedar menyaksikan sungai Waal dengan hawa dinginnya ketika Winter. Ya, tangan saya beku kembali, sakit. Namun saya mencoba menikmatinya karena saya yakin saya akan merindukan rasa dingin di sini. Nijmegen ini sangat cantik, memiliki banyak kastil tua. Namun karena saya tidak sanggup menahan dingin, saya memutuskan untuk jalan ke Centrum menghangatkan badan, belum bisa menyambangi kastil-kastilnya. Mungkin ketika salju turun atau musim semi datang, saya akan berkeliling Nijmegen. Kalau boleh saya bilang, Nijmegen bahkan lebih cantik dari Cologne, Germany. Hohenzollernbrucke bagi saya tidak lebih indah dan tidak lebih romantis daripada Waalburg. Di Koln, jembatan dan gereja gotiknya penuh orang, anak muda dengan kegelisahannya. Di Nijmegen, pinggir sungai dan jembatannya sunyi, sering terlihat kakek-nenek berdua saling berpelukan memandangi air sungai, menenangkan. It makes me wander my thought of how my old age would be while now I am here alone without family or someone I love.

Vossendijk 219 K6
Pukul 23.57
























Tidak ada komentar: