Tampilkan postingan dengan label Kampus Farmasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kampus Farmasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Maret 2016

A Wedding Wish


My two dear friends, congratulations!

I cannot stop smiling today, especially when I look at this photo wedding where you both, two special people, are the bride and the groom there. I am so happy to see you in the aisle and get married. Finally.

It's been a while since the first time you both were becoming close to each other, and I was there to witness all the sudden connections between you two.
You both are my best friend, we were in the same boat. The bride was my colleague, we were in the same class everyday, go for shopping, cooking, traveling, and many things together. The groom was also my senior colleague, we were ally in some ways.

Now, it comes to the happiest moment when you both are united. It is very very good news for me, and I am happy because you are happy today. I hope the love and peace between you are the timeless things to bring through the happiness and sadness in your new journey ahead.

Blessings to mas Hilal and Pita. Aamin.

Warm greetings from Nijmegen,
-NK-

Rabu, 11 Februari 2015

What my best friend said about me:

Nek kw ketok galak lho
Introvert
Pemikir..imajinatif..yg kdg asik dgn dirinya sendiri
Tdk mudah ditembus..wkwk
Dadi kw ki ky cewe high class
Kw ki kalem meneng tapi matamu mengawasi memperhatikan dan menilai
Intelek..
Dadi udu cewe2 sing mung ribut manja menye2
Positioning e duwur lah
Tp di satu sisi kw melo
Penilaianmu kdg antimainstream
Hal2 sing mgkn wong liyo ribut mgkn mlh ra mokreken
Tp sing kdg ra dipikirke wong kw ngagas
Nek ro cowo kw cukup pemalu
But your eyes tell everything ketika melihat seseorang yg menarik perhatianmu
Kw yo ckp wani mendobrak tradisi..logic
Is that true?
(Well I do not know if it's true, but as long as I can feel about myself, I would say yes for some of them. We have not seen almost a year as I departed abroad. He is my really best friend in campus and we always have kind of long lined conversation since our first meeting until now. We've gone along in a deep friendship that no one can know. I hope us being remained friend until the end of the time.)

Rabu, 29 Oktober 2014

A Year Ago

Hai,

Sudah setahun saya resmi meninggalkan Jogja dengan segala kenangannya. Meskipun selama 5 tahun Jogja tidak sepenuhnya lengkap karena kekasih saya tidak tinggal di Jogja, tetapi segala sudut-sudut kotanya terasa lengkap hanya dengan sekilas pandang dan kebersamaan dengan mereka yang pernah saya temui di Jogja.

Dimulai dari Mbak Lika, Shima, Mas Roni, Mbak Yun, Budhe Latip, tetangga rumah, para asisten rumah tangga mbak Lika, teman-teman dari berbagai kampus, teman-teman KKN, teman-teman magang, teman-teman di laboratorium, teman-teman organisasi, teman dolan (Ipah), teman dolan lain ke pantai dan ke desa-desa, para dosen, para mahasiswa, penjaja makanan di warung langganan, teman ngobrol di cafe dan di mall, teman-teman nonton film di bioskop, teman kursus, dan sebagainya yang menyaksikan aku berkembang di Jogja.

Rasanya sungguh klasik bila mengingat semua mereka di sana. Bila aku tak melalui kehidupan di Jogja, mungkin aku tak akan melalui kehidupan di tempatku sekarang.

Sudahlah.
Apakah ada kesempatan aku bisa kembali ke Jogja? Mungkin ketika aku datang, tempat itu sudah lebih baik lagi dari sebelum aku pergi.

Sekarang aku tengah bersiap untuk mengukir kenangan di sini, Nijmegen yang tua dan mungil.

Oiya, saya kangen sama keponakan saya yang masih lugu, Shima, anak umur 9 tahun. Aku bersamanya semenjak dia berumur 3 tahun, menyaksikan dia berkembang sebagai balita dan anak-anak. Sungguh menimbulkan haru bila mengingat keluguannya sebagai anak kecil tak berdosa. Segalanya indah. Baik-baik kamu di sana, Shima. Apakah 2 tahun lagi kamu masih selugu terakhir aku mencubit pipimu? :')

Vossendijk 219, Nijmegen
Pukul 21.37

Sabtu, 11 Mei 2013

Text Dari Arheng

Ada 2 orang ibu memasuki toko pakaian dan ingin membeli baju. Ternyata pemilik toko sedang bad mood sehingga tidak melayani dengan baik, malah terkesan buruk tidak sopan dan dengan muka cemberut. Ibu pertama jengkel menerima layanan yang buruk seperti itu..yang mengherankan, ibu kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan pada penjualnya.

Ibu pertama bertanya, “mengapa ibu bersikap demikian?” ibu kedua menjawab,”kenapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Kitalah penentu atas hidup kita, bukan orang lain”. “tapi ia melayani kita dengan buruk sekali” bantah ibu pertama. “itu masalah dia.kalau dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, dll toh tidak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan menentukan hidup kita, padahal kita yang bertanggung jawab atas diri kita”, jawab ibu kedua. Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Kalau orang memperlakukan kita buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang buruk juga dan sebaliknya. Kalau orang tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit pada kita, kita yang semula pemurah tiba tiba menjadi pelit ketika harus berurusan dengan orang tersebut. Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan orang lain.

Jika direnungkan, sebenarnya betapa tidak arifnya tindakan kita, kenapa untuk berbuat baik saja harus menunggu orang lain berbuat baik dulu? Jagalah suasana hati kita sendiri, jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak! Kita yang bertanggung jawab atas hidup
kita, bukan orang lain.. Hidup kita terlalu berharga.. oleh sebab itu Make Yourself Have A Meaning For Others!

Pemenang kehidupan adalah orang yang tetap sejuk di tempat yang panas, yang tetap manis di tempat yang sangat pahit, yang tetap sadar diri meskipun telah menjadi besar, dan yang tetap tenang di tengah badai yang paling hebat..

Sabtu, 01 Desember 2012

Life Science or Applied Science?


Life Science

Sewaktu kuliah, semester 8 ketika tengah mengerjakan skripsi, aku dekat dengan salah seorang senior yang memiliki perhatian besar terhadap Life Science. Segala yang kami perbincangkan adalah tentang Ilmu yang menuntut imajinasi lebih dalam untuk memahaminya, karena ilmu-ilmu tersebut sangat jauh dari visualisasi mata telanjang. Hanya bisa dilihat secara personal lewat pemikiran otak. Perlu Tuhan YMK yang mampu membukakan tabir orang-orang mau mempelajarinya. Sebut saja Kimia Organik dan Biologi Molekuler. Kedua ilmu tersebut mempelajari hal-hal yang penuh imajinasi, tak bisa disaksikan oleh mata telanjang, namun kita menguasai teorinya, logika kami jalan. Ilmu-ilmu tersebut dapat kami pertanggungjawabkan lewat logika kami. 

Aku? Aku adalah salah seorang yang sudah terlatih bagaimana harus berimajinasi dalam mempelajari kedua ilmu tersebut. Sehingga tak banyak kesulitan kuhadapi, aku mampu memahaminya dengan baik. Thanks God!

Nah, seniorku tadi, amat sangat ahli dalam berlogika. Ia adalah seorang yang sangat konsisten dan logis, mempercayai sesuatu berdasarkan ilmu. Sampai dimana ilmunya, sampai situlah kepercayaannya. Meskipun begitu, ia adalah orang yang open minded, selalu mengekspansi pengetahuan sampai ke tingkat apa saja. Haus ilmu. Itulah seniorku. Dia berhasil mendidikku untuk bertanggung jawab dengan ilmu yang telah aku peroleh. Dialah Muhammad Radifar. Terimakasih banyak senior.. tak akan pernah kulupa jasamu. Bagiku, Mas Radif adalah salah seorang scientist terbaik negeri ini. Aku percaya kalau dunia membutuhkannya, lewat jalan pikirnya yang logis, ia mampu berkreasi dan cepat menemukan solusi. Aku tahu ini karena ialah yang memperkenalkanku pada film dokumenter Genius of Design. Ia sungguh terkagum-kagum bagaimana manusia berkreasi lewat ketelitian desain. Bagiku, ia berhasil mengaplikasikannya. Apalagi, ia sudah kurasa telah menemukan jati dirinya.

Aku? Aku masih saja menerawang, bisakah aku? Bilakah aku menjadi sehebat itu? Betapa tidak percaya dirinya aku ini. Maafkan adikmu ini ya, Mas.

Di akhir pembuatan skripsiku, dia pernah bilang bahwa dia khawatir. “Ketika aku dipapari Applied Science di Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) kelak, akankah aku melupakan semua Life Science yang telah aku pelajari?” . Aku sempat menjawab lewat pesan implisit, “Jangan khawatir, aku mencintai life science sejak SMA, itulah mengapa aku masuk fakultas ini, life science adalah alasanku. Cinta itu beda dengan hanya sekedar suka, kan? Itulah mengapa aku merelakan diriku mengambil tema penelitian ini, meskipun kutahu, di Indonesia, penelitian ini sulit berkembang. Lihatlah, aku begitu bergantung padamu. Bagiku, kaulah promotorku. Kelak, setelah aku lulus, aku akan mendalaminya lebih jauh lagi ke bagian dunia dimana bidang ilmu ini berkembang sangat pesat, bukan Indonesia memang. Aku akan terus semangat mengusahakannya. Jadi, jangan khawatir.” Kemudian aku memiliki pikiran, kelak, aku akan menjadi salah satu pionir cabang ilmu yang sekarang sedang tidak berkembang pesat di Indonesia ini. Ah, kendala masalah dana. Indonesia tidak memiliki prospek dalam bidang ilmu yang aku geluti karena Indonesia pelit dana penelitian. Itu membuatku berpikir masa depanku begitu buram. Apalah artinya sukses bila orang lain, misalnya bangsa sendiri, tak mendukung adanya sebuah sukses itu. Berat memang. Bangsa ini sedang tak memiliki mental. Indonesiaku, aku tak mungkin berdiri sendirian kan. Aku yang sendiri tidaklah memiliki arti bangsa. Beruntunglah ada Mas Radif yang masih mau berdiri tegar, meski bangsa sendiri tak mendukungnya. Ia bagaikan Pramoedya Ananta Toer yang kala itu berjuang seorang diri mempertahankan sebuah idealisme. Baginya, Idealismenya adalah harga mati yang tak seorang pun boleh merusuhinya. I wish, I’ll be with you there.

Aku pernah bercerita kan, aku ini seseorang yang antusias dalam berbagai hal. Selama kuliah di PSPA, benar saja, aku banyak dipapari Applied Science. Mata kuliah yang begitu kompleks harus kami kuasai dasar-dasarnya. Dari hukum, komunikasi, ekonomi, sampai pendalaman life science  yang pernah aku pelajari dahulu. Otakku sungguh terbuka menerima itu semua. Namun, karena iklim yang santai, aku sering tidak sadar bahwa ada banyak hal yang perlu kutanyakan. Karena kesantaian itu, otakku sering telat menerima informasi detail. Hal itu tak menggangguku, jadi kubiarkan saja diriku santai. Selama aku masih bisa memegang erat substansi dasarnya, aku yakin, segala sesuatu akan mengalir sendiri. Pada akhirnya, aku akan menemui masalah dan memecahkannya. Aku yakin aku bisa.

Applied Science

Nah, hari ini, aku mendapat kuliah mengenai keadaan Ekonomi Nasional dan Domestik. Ada beberapa penjabaran tentang Makroekonomi dan Mikroekonomi. Aku merasa, sungguh amat menyenangkan menjadi pengamat ekonomi itu. Meskipun tidak akan menyenangkan bila kita terlibat langsung dalam mengurus perekonomian yang tidak kalah rumit itu. Karena banyak sekali faktor resikonya, apalagi dalam kapasitas sebagai leader (bukan technician). Namun, kuanggap itu adalah tantangan. Betapa sempat terpikirkan olehku untuk bisa menjadi manajer di sebuah perusahaan manufacturing based on chemical entity. Menjadi manajer, betapa menyenangkan dan menantang. Melalui Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, kita bisa mengetahui bagaimana keuangan dunia ini berjalan. Kita meneliti dengan terjun langsung ke dalamnya, mendapatkan data dan menganalisis setajam-tajamnya. Lalu menjadikannya sebagai dasar  hidup perusahaan jangka pendek dan jangka panjang. Itulah kerjaan manajer hingga direktur. Applied Science! Sebelum kita menggagas masalah ekonomi, kita pun harus paham dan memiliki kapasitas dalam melakukan Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Keempat kemampuan tersebut menurutku dapat diasah sambil jalan. Asalkan kita ini orang yang long-live learner dan memiliki semangat, inisiatif, kreatif.

Aku? Bagiku, aku sendiri telah sukses melakukan manajemen diri. Segala targetku telah banyak yang terpenuhi, baik jangka panjang dan jangka pendek serta tak banyak kekacauan kuciptakan. Karena apa? Karena aku menguasai self-controlling! Itulah sedikit kelebihanku yang bisa kuceritakan di sini dalam hal ini.

Tidak salah kan untuk berpikir dan bercita-cita “Setidaknya aku pasti bisa menjadi seorang manajer”. Entah Manajer Produksi, Manajer Jaminan Mutu, atau Manajer Kontrol Kualitas. Meskipun aku tak mengambil mata kuliah manajemen pemasaran. Ah, pemasaran, itu terlalu applied science. aku tak berencana untuk terjun ke dunia pemasaran karena aku masih setia menjaga bara api untuk kembali ke life science suatu saat nanti (contoh self-controlling).

Itulah, semuanya adalah kerjaan. Kerjaan yang harus dilakukan baik di masa sekarang atau pun di masa depan. Pak Purwandi (Direktur Produksi Perusahaan Farmasi), di dalam kuliah menyebutkan bahwa “Kerjaan muncul dari niatan kita untuk melakukan perbaikan-perbaikan sampai mendekati kesempurnaan.” Dalam bahasa life science-ku, “Kita bekerja untuk menyeimbangkan entropi yang terjadi.”

Daripada bingung memilih Applied Science atau Life Science, prinsip yang harus kubangun sekarang adalah: Lakukan segala hal yang harus dilakukan sekarang. Lakukanlah dengan jalan terbaik yang bisa ditempuh. Aku telah memilih 2 hal itu. Sisanya, biarlah Tuhan turut campur tangan. It remains going with the flow. Aku tak mungkin mengambil porsi Tuhan, kan? Do’a adalah juga hal yang bisa kulakukan. Do’akan saya ya, readers! Agar dapat menjadi manusia yang baik di dunia ini. Manusia terbaik adalah yang berguna untuk hajat hidup manusia lainnya kan? Jangan lupakan itu! :)

P.S.: Untuk kakak seniorku, jangan kecewa ya! :)

Senin, 08 Oktober 2012

Quote from A Rheng

"You know, campus is too ideal. It is almost impossible that all of the theories we get have to be implemented in social life and experiences. We must be flexible and realistic." 
~~ Ari Gunawan (My Classmate in Bachelor Degree)

Senin, 10 September 2012

Catatan Sore

Seperti halnya kuliah tadi pagi, ini adalah tulisan random.

#
Dosen-dosen profesi UGM dengan cerdasnya memberikan analogi-analogi yang ciamik.
Apoteker ada untuk memberikan informasi dan konseling, bukan untuk menambah masalah, dalam hal ini lingkup kesehatan
Saya hendak menjadi apoteker, itu adalah suatu profesi dan hal yang tergolong spesifik di dunia ini. Setelah nanti saya resmi menjadi apoteker,  maka saya harus jeli mengidentifikasi masalah pasien, bijak-etis-akurat dalam memberikan informasi dan konseling yang dibutuhkan pasien. Hal tersebut pun juga tergolong sebagai bentuk pengabdian. Alangkah kerennya...
Saya, pun juga bukan hanya seorang calon apoteker, namun manusia yang juga berinteraksi dengan orang lain yang bukan hanya seorang pasien. Kemajemukan tipe manusia di dunia ini menjadi tantangan besar untukku.
Sekarang menginjak ke ranah virtual. Saya yang aktif berkecimpung di dalam beberapa sosial media, menjadi kepikiran untuk juga melakukan pemberian informasi dan konseling, bukan problem maker disana. Sejelek-jeleknya, saya memberikan informasi meskipun bukan konseling. Sebenarnya ini bahasan sudah agak kadaluarsa bagi saya. Karena sudah bertahun-tahun yang lalu saya introspeksi bagaimana supaya tidak kebanyakan mengeluh di sosial media. Tapi karena tadi kuliah membahas tentang kewajiban apoteker mengenai "Informasi vs Konseling", jadilah saya menulis ini.
Bagi saya, memilih untuk seperti itu bukan hal yang susah. Awalnya, membenahi mindset mengenai sosial media, lalu merubah niatan dan tujuan.

Mengenai jenis manusia yang bersikap di sosial media, janganlah pula dipikirkan. Kebanyakan kerjaan orang psikologi adalah mengelompokkan orang menjadi tipe-tipe yang beraneka ragam.  Bila kita terjebak ke dalam jurang pengelompokan itu, tidak cerdaslah kita. Bagiku, pengelompokan manusia hanya diperlukan sebagai formalitas.
Misalnya saja sewaktu melamar pekerjaan, tentu kita akan ditanya "Apa kelemahan dan kelebihanmu?". Nah saat itulah kita perlu mempelajari hal psikologis itu. Karena segala tes psikologis akan selalu seperti itu guna untuk kemashlahatan perusahaan/company/etc.

Namun bila memang sulit berubah, ya ndak apa-apa. Saya pribadi memahami, mengapa orang suka mengeluh di sosial media. Saya nggak pernah ambil pusing. Kalau saya risih ya saya block atau remove atau mute atau apalah itu. Namun bukan berarti saya membencinya atau menyalahkannya, karena saya yang bermasalah, bukan dia. Itu salah satu cara saya memahami kemajemukan manusia. Percaya, di suatu fase, manusia akan bosen mengeluh. Di suatu fase, ia akan sangat full of information, dan juga sangat kita perlukan. Manusia seperti itu memiliki guna untuk manusia lain yang mungkin tidak kita tahu, jadi hal apa yang membuat kita memiliki kebencian? kitalah yang rugi, tentu saja.  Ini bukan hanya soal mengeluh, namun segala apa pun yang membuat kita membencinya atau merasa terganggu oleh manusia selain diri kita.

#
Ah ya, ada satu dosen lagi yang tadi pagi memberikan analogi. Tapi bahasannya beda bangeettt. Tadi, sewaktu kuliah farmakokinetika klinik, dosen saya menerangkan bahwa obat yang diberikan secara ekstravaskuler, bioavailabilitasnya memiliki opportunity 0-1. Kebanyakan < 1 pokoknya. Selalu ada yang tidak nempel ke reseptornya. Bahkan, yang intravaskuler pun, kemungkinan tidak selalu 1 bioavailabitasnya, tapi masih saja dianggap 1. Bagaimana bisa ada standardisasi bioavailabititas intravaskuler itu adalah 1? Ya begitulah, selalu ada standardisasi untuk banyak hal di dunia ini.
Analogi yang dipaparkan oleh Bapak dosen adalah, penetapan hilal di bulan Ramadhan. Bahwa ada sekelompok umat muslim yang ketika dia menghitung secara matematika, maka sudah ada bulan di sudut 1 derajat. Bulan apa itu? tentu saja bulan Ramadhan. Eh, tapi tunggu dulu, bulannya (hilal) belum kelihatan. Jadi tidak boleh langsung menetapkan tanggal tersebut adalah tanggal 1. Padahal hilal sudah 1 derajat, namun standardisasi menyatakan itu belum bisa disebut bulan baru karena belum terlihat mata.
Intinya, matematika dan keyakinan itu terkadang tidak memiliki muara yang sama karena hal keterbatasan rasio. Manusia majemuk tidak bisa saling memaksakan.

Indoneuthanasia

Memilih pemimpin di Indonesia saat ini ibarat memilihkan obat untuk pasien penderita penyakit komplikasi. Drug of choice yang ada hanyalah "jelek berefek atau sangat jelek berefek". Jadi, bagaimana? Seringkali yang terjadi dokter terkesan menghalalkan praktek Euthanasia. Apa kita juga hendak meng-euthanasia bangsa kita sendiri yang dilahirkan dengan tumpah darah yang tidak sedikit dan juga tidak sederhana? Oh, come on!!

~tulisan di pojok kelas ruang VIII FA UGM

Kamis, 30 Agustus 2012

S. Farm.,

Apa itu S. Farm? kayaknya nggak banyak orang mengetahui deh. Jadi, S. Farm., konon adalah Sarjana Farmasi gitu..haha.. Seperti ini nih, slempang Fakultas Farmasi memiliki 3 lapis warna. Suatu kali, 3,5 tahun lalu, dosen saya yang bernama Drs. Riswaka pernah memberi tahu bahwa slempang Fakultas Farmasi memiliki warna yang paling enak dilihat : putih, hijau, dan kuning. Waktu itu, nggak terlalu terbayang, karena wisuda rasanya masih jaauuuuuuuhhhhh sekali. Eh, tiba-tiba aja, kata-kata Pas Ris berasa telah terekam segar di dalam ingatan.


S. Farm.(koma). Koma? Ya, koma. Soalnya, tanggal 10 September 2012 besok sudah masuk kuliah lagi... sampai nanti sah bernama akademis "Nihayatul Karimah, S. Farm., Apt.", Trus habis itu, ndak tahulah saya akan bernasib gimana. Ini sedang mengumpulkan semangat berutinitas sepanjang 6 bulan pertama dan 6 bulan berikutnya yang pasti nggak kalah seru sama rutinitas 4 tahun yang lalu.

Ngomong-ngomong, untuk mendapatkan gelar S. Farm. nggak harus pake wisuda lho, itu cuma peresmian aja. Cukup dengan yudisium S1 Farmasi,  maka sudah boleh dapat gelar dan ijazah. Tapi, karena suatu misi, akhirnya ikut wisuda. Misi tersebut adalah membawa Bapak Ibu memasuki gedung Ghra Sabha Pramana, menyaksikan anaknya dipanggil "Nihayatul Karimah dengan predikat Cumlaude" ke podium, mendengarkan lagu Hymne Gadjah Mada yang dinyanyikan serentak oleh para mahasiswa dan paduan suara mahasiswa, dan yang terakhir foto bersama. Sedikit Euforia... Berharap mereka semakin rajin mendoakan anaknya ini, dan menyadari sudah sampai mana perjalanan anak terakhirnya ini. Semoga mereka bahagia. :)



Sewaktu wisuda, ketika saya ilang, karena sedang berproses mencari orang tua, saya ditemukan Bumi. Tiba-tiba aja nongol di depan mata seperti malaikat penyelamat yang lalu menyerahkan seiket bunga mawar merah jambu cantik. Sayang, adegannya nggak terekam, haha.. Terimakasihyaa... ^___^




Dan hari ini, datanglah link video dari Kincrut yang merekam jejak langkah Bumi dalam perjuangannya menjadi pendamping wisuda saya, kayaknya itu hadiah ulang tahun gitu buat Bumi. Karena eh karena, pada tanggal 28 Agustus 2012, tepat di hari wisuda saya, Bumi genap berusia 22 tahun. Panjang umur, yeobo... Semoga semakin ... (silakan diisi sendiri). heheh
ini nih, videonya. Terimakasih sedalam samudra buat Kincrut.




Jadi, rasanya, wisuda sarjana kemaren itu em am emmmmm hmmmmm, belum semuanya, belum tuntas, belum selesai, belum afdhol. Buku setebal 4 tahun lembar itu belum bisa aku tutup, belum,

Senin, 27 Agustus 2012

Himne Gadjah Mada

...H-1 Wisuda Sarjana...

Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua
Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku
Di dalam Pancasila-mu jiwa seluruh nusaku
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia

Bagi kami almamater kuberjanji setia
Kupenuhi dharma bakti tuk Ibu Pertiwi
Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara

Rabu, 04 April 2012

UGM, A Fighting Chance


Dear readers, especially you who want to be part of Gadjah Mada University Academia but having many problems  about fearness that you can’t go through your undergraduate degree because of financial problem. Here I want to tell you one thing that is really important for you to know, that is about scholarships for undergraduate degree in Gadjah Mada University.

Saya tulis dalam bahasa Indonesia saja ya biar lebih mengena.

Wahai calon mahasiswa baru, kalian jangan pernah takut untuk bisa kuliah di UGM sampai selesai hanya karena masalah bahwa kuliah di UGM itu mahal. Saya beri tahu, biaya untuk membayar SPP+BOP+asuransi kesehatan di GMC kalau ditotal pun tidak sampai semahal biaya membayar keseluruhan SPP (plus biaya gedung) di SMA-SMA tenar di kota-kota kalian untuk satu semester. Kalau pun lebih mahal mungkin hanya selisih sedikit, tidak sampai jutaan.

Saya sendiri, dari fakultas eksakta (yang mana biaya satu sks-nya lebih mahal Rp 15.000,- dari fakultas non-eksakta), satu semester paling pol hanya mengeluarkan Rp 2.190.000,- (untuk 22 sks, terbanyak yang saya ambil, yaitu di semester 2) untuk biaya kuliah keseluruhan plus asuransi kesehatan dari GMC.

Lalu rumor tentang mahalnya kuliah di UGM selama ini bagaimana?

Memang, awal masuk UGM sebagian besar membayarkan biaya SPMA setelah mereka dinyatakan diterima di UGM sesuai perjanjian sewaktu mendaftar UGM sebelumnya. Dan sekarang minimal SPMA sepertinya sekitar 10 juta rupiah. Tentu itu suatu hal yang memberatkan bagi mereka yang tidak mampu. Namun bagi yang sewaktu di SMA berprestasi, mereka dapat masuk UGM melalui jalur khusus dimana mereka tidak diwajibkan membayarkan SPMA.

Lalu bagaimana bagi mereka yang tidak berprestasi? Tentu  UGM memikirkan hal itu. Dengan berlandaskan bahwa UGM masih berstatus sebagai kampus rakyat, mereka yang tidak mampu namun tidak mempunyai prestasi khusus sewaktu di SMA atau Aliyah, mereka dapat menjalani tes khusus, wawancara khusus, dan istimewanya, mereka pun diistimewakan bahwa banyak dari mereka yang tidak mampu, diharapkan nantinya dapat berprestasi selama perjalanan akademisnya di UGM. Malahan, mereka dapat secara langsung mendapatkan beasiswa yang dapat meng-cover seluruh biaya selama proses perkuliahan sampai selesai. Begitulah UGM yang saya tahu selama ini. Karena banyak bukti, beberapa dari teman saya yang tidak mampu mengalami hal itu.

Selanjutnya mengenai beasiswa…

Sebelum kalian semua benar-benar resmi menjadi mahasiswa UGM, pastikan bahwa niat kalian untuk kuliah di kampus ini adalah sebagai berikut :
  1. Niat untuk selalu menjaga “attitude”, yaitu selalu akan berbuat baik demi kebaikan pribadi dan bersama untuk kemajuan kampus, bangsa, dan negara yang lebih baik.. 
  2. Niat selalu menjaga “hati”, yaitu untuk selalu jujur mulai dari diri sendiri sampai akhir menjadi alumni.
  3. Niat untuk berani untuk terus maju, mengembangkan diri, dan percaya diri dalam mengahadapi segala tantangan. Karena apa, kalian akan menjadi mahasiswa di kampus yang memiliki iklim kompetitif yang kuat. Kalau tidak dapat “survive” maka kalian bukanlah mahasiswa yang sebenarnya.
  4. Terakhir, niatkan dalam menuntut ilmu, bahwa kalian tidak meminta ilmu yang banyak kepada Tuhan, melainkan niat untuk memperoleh ilmu yang berkah, yaitu yang bermanfaat untuk orang lain dan selalu dapat mendekatkan kepada Yang Maha Memiliki Ilmu.

Setelah kalian resmi menjadi mahasiswa dan telah meluruskan niat (seperti di atas tadi), saya jamin, kalian tidak akan memiliki kesulitan yang berarti untuk menggapai tujuan kalian melewati kiprah pembelajaran selama di kampus. Terutama bagi kalian yang kurang mampu. Dengan sendirinya kalian akan menjadi orang yang diharapkan oleh kampus, masyarakat, bangsa, dan negara. Uang untuk membayar kuliah pun akan mengalir dengan sendirinya, tidak perlu kalian cari dengan susah-susah. Karena UGM selalu menyediakan  beasiswa untuk mahasiswa-mahasiswa yang terkualifikasi, semuanya, tanpa terkecuali dari bermacam-macam kualifikasi.

Sekelumit cerita dari saya :
Saya bukanlah tergolong mahasiswa yang memiliki orang tua kaya raya namun bukan tergolong mahasiswa yang memiliki orang tua miskin. Dan satu hal, saya adalah orang yang pemalu untuk meminta uang banyak kepada orang tua untuk keperluan sekolah. Sehingga saya selalu diam sebelum akhirnya orang tua saya yang menawari uang untuk keperluan saya. Tentu saja, dengan begitu, keuangan saya selama kuliah tersendat-sendat.

Akhirnya saya memutuskan untuk mencari uang dengan keringat sendiri, namun terkadang karena kesibukan kampus, saya pun tak mampu melewatinya sepenuhnya sampai akhir. Setelah saya putus asa, saya pun pernah melamar beasiswa Grafika Publishing dengan bermodalkan prestasi selama SMA. Saya juga pernah melamar beasiswa dari DIKTI berupa beasiswa PPA, dan keterima. Selama tahun 2009, keuangan saya banyak di-support oleh beasiswa PPA dari DIKTI. Prinsip saya, daripada uang-uang itu dikorupsi oleh pejabat, mendingan saya ambil saja untuk mengalirkan pahala bagi mereka yang membayar pajak. Hwahaha… (aneh kan? Begitulah kenyataan niat saya, saya jujur lho!)

Kemudian karena keterbatasan IP, saya pun gagal memperoleh beasiswa PPA untuk periode berikutnya, kalah saing dengan mahasiswa lain yang jauh lebih pintar dalam bidang akademis dibanding saya. Maklum, saya mendedikasikan diri saya tidak hanya untuk keperluan akademis, namun juga peningkatan spiritual, peningkatan kemampuan bahasa asing, dan dunia lainnya yang dimata saya sangat membantu menemukan jati diri saya. Sehingga waktu saya untuk belajar tentang materi kuliah tidak berhasil saya manfaatkan secara maksimal. Namun demikian, saya mempunyai semangat untuk terus maju, dapat membanggakan orang tua melalui transkrip nilai saya, lulus dengan predikat cumlaude. Dengan semangat tinggi tersebut, mulai semester 6, IPK saya naik dan tidak lagi stagnan seperti sepanjang semester 1-5. Saya pun mencoba melamar beasiswa Tanoto Foundation, berharap mendapat kesempatan menyerap ilmu Leadership versi Tanoto. Namun, apalah dikata saya lagi-lagi gagal di tahap wawancara. Memang bukan rejeki saya. Saya pun kembali melamar beasiswa PPA, dari sana entah kenapa pihak Direktorat Kemahasiswaan UGM yang mengurusi masalah beasiswa malah memberi tahu saya via sms bahwa saya disuruh tanda tangan untuk penerimaan beasiswa CSR selama setahun. Saya pun kaget. Bahkan beasiswa CSR secara nominal jauh lebih besar daripada beasiswa PPA DIKTI. Prosesnya pun lebih mudah. Karena DitMaWa UGM memberitahukan langsung segala perkembangan beasiswa tersebut via sms, bukan via website. Memang inilah rezeki saya dari Tuhan yang patut saya syukuri dan saya pergunakan semaksmal mungkin.

Tidak hanya berhenti di situ, semester 7 IP saya naik menjadi yang paling tinggi selama 7 semester terakhir. Sehingga niat untuk lulus dengan predikat cumlaude pun bukan hal yang mustahil bagi saya. Inilah buah perjuangan selama ini. Bahkan, siang tadi, pihak fakultas pun menawari beasiswa lain via sms yang isinya begini : “Diharap agar Saudara untuk mengambil formulir mahasiswa berprestasi tahun 2012 di sekretariat Dekan (Bp. Sutopo). –WD III, Prof. X, M.Si., Apt.-“ … nah lhoh! Saya pun terbengong-bengong. Ternyata UGM kampus yang begitu peduli dengan mahasiswa-mahasiswanya. Dan saya pun sangat semangat menulis tulisan ini pada sore harinya. Hanya untuk memberitahukan kepada kalian wahai teman-teman, wahai adik-adik… bahwa beban finansial untuk kuliah di UGM jangan sampai memberatkan kalian, karena kalian adalah orang-orang yang memang terpilih! Fokus saja untuk terus berprestasi dan melakukan hal sesuai prinsip dan tujuan mulia kalian untuk benar-benar membawa kejayaan pada kampus, masyarakat, bangsa, dan negara… niscaya semuanya akan berjalan baik-baik saja sampai akhir tugas kalian nanti.

Satu hal yang harus diingat, bahwa (hanya) dengan modal pas-pasan dibumbui dengan niat dan keyakinan yang kuat hampir tidak ada cerita gagal dalam hidup ini.

If you believe in yourself, if you stick to things, and if you always pray, there is very little that is really impossible. (Prof. Dr. Sudjadi, Pharmaceutical Analyst and Biochemist in Pharmacy UGM)

Jumat, 20 Januari 2012

Respon Imun Ketika Stress

Tepat setelah ujian terakhir di minggu ini selesai, setelah sampai rumah pukul 19.30 di hari Kamis kemaren, aku merasakan tenggorokanku tidak nyaman, suhu badan terasa naik. Waduh! Ada respon piretik masuk otak nih, pikirku tiba-tiba (tepatnya di Hipotalamus). Langsung deh jadi teringat mekanisme reaksi antigen-antibodi di ujian Rekayasa Antibodi tadi sore. Haha.. lantas semalaman aku mecoba nonton serial komedi, dan akhirnya tertidur nyenyak. Cukup menolong. Tak lupa di hari Jumat pagi aku minum vitamin B compleks dan vitamin E. Yah, vitamin E karena aku nggak mau  sel-selku cepet teroksidasi –cepet tua, red. Haha.. seharian beraktivitas di sekitar kampus, sore hari panas lagi ini badan, tenggorokan mulai tidak enak lagi. Kupake istirahat deh, lalu malamnya nge-date sama temen-temen KKN makan macam-macam masakan Italy di Nanamia Pizzeria dekat Sanata Dharma. Eh, ini udah nggak panas lagi nih badan, udah enak aja bawaannya. Manjalah badanku ini, haha..

Bisa sedikit kuceritakan di sini ya tentang stress psikologis yang mempengaruhi mekanisme respon seluler-molekulernya.. semoga pada berkenan membaca. (Eh, sebenernya seru lho kalau kalian juga bisa paham) :D

Kondisi stress itu kondisi yang tidak baik. Selain jiwa capek, raga pun juga capek. Akibatnya bisa buruk. Karena pada kondisi stress kelenjar Hipotalamus yang ada di atas Hipofisa kita di otak akan menginduksi keluarnya hormon steroid oleh kelenjar adrenalin kita yang berada di atas bagian ginjal kita, yaitu Glukokortikoid. Selain itu dalam kondisi stress, kelenjar hipotalamus juga menginduksi keluarnya hormon non-steroid oleh kelenjar adrenal, yaitu hormon Katekolamin. Glukokortikoid yang dilepaskan tadi akan terikat di reseptornya. Pada keadaan stress, sekresi Glukokortikoid sangat tinggi sehingga kadarnya tinggi di dalam sistemik. Biasanya pada kadar rendah glukokortikoid lebih senang untuk berikatan dengan reseptor Mineralokortikoid (MR) di sel. Tetapi pada kadar tinggi, Glukokortikoid akan berikatan dengan reseptornya sendiri, yaitu Glococorticoid Reseptor (GR). Dengan terikatnya Glukokortikoid pada reseptornya, maka peristiwa ini akan membuat IkBa menahan NF-kappaB (suatu faktor transkripsi gen) di sitoplasma. Jadinya ya si NF-kB ini tertahan dan nggak bisa transmigrasi ke nukleus, padahal kan dia tugasnya membantu transkripsi gen-gen penyandi sitokin-sitokin. Sebenarnya sitokin itu mempunyai arti yang bermacam-macam karena fungsinya yang mempengaruhi ini dan itu, banyak. Tapi secara umum, sitokin itu mediator utama respon imun terhadap mikroorganisme, tumor dan antigen.  Dengan tertahannya NF-kb di sitoplasma, maka ekspresi sitokin ditekan secara simultan. Bila sitokin ditekan, sistem imun kita melemah. Sehingga apabila ada mikroba transit ke tubuh kita, pasukan penahannya berkurang. Tubuh kita jadi mudah diinvasi mikroba, sakit deh… gejalanya bisa macam-macam, tapi yang paling sering adalah panas diikuti peradangan (inflamasi).

Mekanisme lainnya adalah diperantarai hormon Katekolamin, seperti yang sudah saya bilang di atas. Katekolamin ini (secara alami) ditugasi secara teknis oleh Hipotalamus untuk menghomeostasiskan keadaan. Akan tetapi pemberian Katekolamin dari luar akan berefek immunosupresan karena dia akan menekan sintesis IL-12 dan menginduksi sintesis IL-10. Padahal, IL-10 ini dapat menghambat diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel Th1. Akibatnya diferensiasi sel T CD4+ akan lebih ke arah selTh2. Dengan banyaknya produksi IL-10, jumlah sel Th2 akan meningkat. Padahal, sel Th1 sangat berperan dalam menahan infeksi. Bila dominan hanya sel Th2 dan sedikit sel Th1 di sistemik, siapa yang akan melawan infeksi? Hanya bisa bergantung sama sel T CD8+ (sel sitolitik) doank donk… akibatnya sistem imun kita melemah. Gawat kan! Kita jadi nggak bisa ngapa-ngapain, aktivitas kita terhambat gara-gara tubuh kita diinvasi mikroba.

Jadi sekarang sudah diteliti kan mengapa kalau stress tubuh kita jadi mudah sakit, lemes, panas, meradang, dll. Secara umum, begitulah mekanismenya dua senyawa immunosupresant itu. Di dalamnya masih ada keribetan macam-macam yang tidak bisa kuceritakan di sini. Saya sudah berusaha memaparkannya seumum dan sebiasa mungkin loh… hehe maaf kalau seandainya membosankan. Tentang mekanisme psikologis mengapa stress bisa memacu Hipotalamus memerintahkan macam-macam kepada anak buahnya, sebaiknya hal ini ditanyakan ke pakar Psikologi Faal deh ya. Saya sendiri  kurang mendalaminya. Mungkin suatu saat nanti, kalau saya lebih rajin mencari tahu, bakal tahu sendiri. Oke deh… sampai jumpa di postingan berikutnya.  :)