Kamis, 20 Agustus 2009

Seperti Dialah Makhluk Peradaban Itu

Puisi W. S. Rendra : Renungan Indah

Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan

Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya :
Mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua
“derita” adalah hukum bagiku

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

"Orang-orang harus dibangunkan!!", pekik Rendra.

Seperti kata John F Kennedy, ”Tatkala kuasa mengarahkan orang pada kepongahan, puisi mengingatkan akan keterbatasannya. Tatkala kuasa menyempitkan ruang kepedulian orang, puisi mengingatkan akan kekayaan dan keragaman hidupnya. Tatkala kuasa korup, puisi membersihkannya. Karena seni membentuk dasar kebenaran manusia yang mesti menjadi landasan keputusan kita.” Ya. Harusnya memang seperti itu. Tapi, apakah kita yang terlalu bodoh? Wallahu 'alam.

Aku mengenalnya 7 tahun yang lalu, dengan nama Kantata. Dan parahnya, hanya nama itu yang aku kenal. Karena kawanku selalu mengusik otakku dengan karya-karya mereka yang ada di sana. Yah, sedikit banyak aku mulai mengerti Rendra itu siapa. Terimakasih kawan... engkau mengenalkanku pada seorang hebat nan tangguh pengusung peradaban. Karena ternyata, kesenian-kebudayaan-sastra adalah wadah yang terlampau kecil untuk seorang Rendra. Rendra telah berhasil hidup jauh di luar itu semua. Ia adalah makhluk peradaban. Ia adalah seorang Kasyif. Ia bukanlah burung merak yang terbuat dari plastik seperti burung-burung lain yang hidup di sekitarnya.

Ya Rendra... Engkau pun telah menari di atas batas. Kenanglah kami yang sedikit mengenangmu ini. Semoga Engkau tidak benar-benar meninggalkan kami.



The Only Hope on This Day

Tadi pagi, tepatnya pukul 07:29:59, aku mendapati Miss Hape mendendangkan nada sms-nya. Oh.. dari Erdi. Tanpa mengubah struktur dan komposisi kata, bunyinya adalah seperti ini, “Asw, boleh aku berbagi bahagia denganmu? Senang rasanya bisa masuk GSP lagi, podium yang dulu kita lihat di depan, sekarang terisi meja-meja untuk dosen dan rektor… Kursi-kursi yang kita duduki dulu kini terisi calon profesional muda yang siap turun di masyarakat.” Healah.. ‘ke masyarakat’ kali Erd.. bukan ‘di masyarakat’. Kau kadang bermasalah dengan bahasa..hmm yup, aku yo iyo dhenk…

Dan spontan, ‘o Yah… aku baru ingat ini tanggal berapa. 19 Agustus… adalah salah satu tanggal yang sangat bersejarah bagi sebagian mahasiswa/i UGM. Itu adalah tanggal dimana wisuda kedua dalam setahun diadakan. Wisuda pertama di bulan Mei, kedua di bulan Agustus, dan ketiga di bulan November. Oh… betapa Agustus itu adalah bulan yang begitu spesial di tahun ini. Terutama bagi banyak pemuda Indonesia. Terutama lagi bagiku dan orang-orang yang aku kenal. Banyak kejadian dan banyak ketidakjadian. (Malay Mode : On) #Dari yang buat tangis-bahagia sampai yang buat tangis-sedan. Deg-degan dan nervous. Dari yang buat tawa-bahakan sampai yang buat tawa-diam. Surprise dan kagum-mengagumkan. Capekan serta santai jadi union. Yang baru dan yang lawas bergantian datang.# (Malay Mode :Off)…Spesial pokoknya dah.

Sms kawanku di atas mengabarkan bahwa hari ini kakaknya diwisuda, wisuda sarjana karena telah berhasil lulus S1 Teknik Elektro UGM. Wuyh.. hebat. Lulus tepat waktu rek.. Teknik Elektro gitu lho.. kan terkenal sulit lulusnya. Mata kuliah-mata kuliahnya killer semua euy! IPK cumlaude adalah sesuatu yang suaaaangeeat mahal. Anyway, selamat yha kakaknya Erdi…! Moga menjadi sarjana sejati. Aamiin..

*

Intermezo lainnya silakan disimak bila perlu (pro renata). Tadi aku ke kampus jam 09.28am09.50am. Dari parkiran aku melangkah gontai ke lobi kampus. Saat mau duduk, punggungku ditepuk keras sekali sama seseorang. Eeeeh… Mbak Luthfia! Kakak sepupu yang sekampus sama aku. Ngobrol deh kita. Dia menjinjing jilidan skripsi banyak bangeeet, dan tebelnya minta ampun. Ngelihat aja tanganku udah berasa pegel.. Yah sebenarnya kakakku itu juga mau wisuda hari ini. Tapi karena keribetan administrasi ngurus asrama buat kuliah profesi, wisudanya jadi tertunda November. Sial katanya… tapi ya yang penting wisuda tahun ini kan mbak..hehe be calm ajah! Dua minggu lagi dia sudah kuliah profesi apoteker. Walau belum wisuda katanya nggak masalah. sampai kampus jam

*

Di saat aku mengobrol dengan asyik dan masyuknya dengan kakakku tadi di lobi, tiba-tiba kursi sampingku disinggahi seseorang. Bau parfumnya…tidak umum bagi seorang mahasiswa. Spontaneously, my head turned right and… oh wow Profesor Hilda! Dan kulihat juga Profesor Ratna Asmah sedang berdiri di depan pintu ruang sidang bersama dosen-dosen lain yang nggak begitu aku kenal, masing-masing menenteng dokumen-dokumen yang aku nggak tahu apa isinya (hehe.. yaialah!), kemudian memasuki ruangan. And in a sudden manner gerombolan orang-orang yang sedari tadi ruame tereak-tereak di lobi jadi anteng dan bersigegas ribet memasuki ruang sidang satu persatu. Sidang terbuka kakak kelas telah bersiap sejak sejam yang lalu dan perang pun dimulai. Suasana seperti ini selalu terpose di kampusku sejak Juli lalu, se-ti-ap-ha-ri. Jadi tiap hari tuh ada sidang skripsi, terbuka maupun tertutup. (Pantesan… tiap aku ke ruang dosen mau ada perlu selaluuu aja nggak ada di tempat. Asistennya bilang, “sedang nguji skripsi dek..” uh, bikin aku senam kaki aja. Capeknya naik turun tangga..). Ya, di kampusku ada dua macam sidang padahal di kampus-kampus lain ada 1 macam saja. Di UIN SuKa cuma sidang terbuka saja. Dan UII sidangnya tertutup.

Waah gimana ya rasanya berada di lereng tertinggi gunung kuliah seperti itu? Hmmm kata mbak Fia, Luaaarrrr Biasa… Juli lalu dia sudah mengalami hal seperti itu. Mempertanggungjawabkan hasil penelitian itu tidaklah mudah. Namun kalau berhasil dengan sempurna, rasa bahagia penuh syukur pun akan menghiasi hati selama berhari-hari. Aku jadi teringat cerita mbak Lika bahwa menjelang sidang skripsi dia sampai tidak tidur 3 hari!! Dan hasilnya… Aples (baca : A+). “Hwaah!! Nilai apaan itu?? Mana ada nilai kaya gitu??” tanyaku mengejek sekaligus tidak percaya. “Liat aja di lemariku sono!! Kalau nanti kau berhasil menyaingi nilaiku, iga bakar dua porsi jadi milikmu wis. Hahaha”, ketawanya itu lho.. mengejek balik. Hehh!

*

Kemudian siangnya, niatku adalah mendaftar jadi asisten Praktikum Farmasi Fisik bareng Ovika. Tapi sewaktu memasuki entrance unit III, aku pun berhenti karena melihat gambar orang tak asing berhiaskan tulisan sadis gedhe banget, “Orator Ulung dari Farmasi”. Siapa dia? Mas Napi! Kakak kelas SMA asal Jatinom, Klaten. Asisten Prakt. Kimia Organik-ku yang paling cerewet, ribet dewe, suka ngatur, perfeksionis, tapi pinteeer dan suka jawab faultlessly bila kutanya, dan bila ngoreksi jurnal/laporan komentar-komentar-aneh-nggak-pentingnya selalu setia tergores di sekitar tulisan rapiku (wekeke rapi ning kriting-kriting, pegel og :D). Dari lanjutan judul berita itu dikabarkan bahwa dia mengadakan seminar terbuka di ruang III atas skripsi fenomenal-nya karena telah berhasil mensintesis senyawa organik baru yang bermanfaat untuk pupuk dan obat hama. Wuyh… kayak habis bikin tesis aja, atau malah disertasi?. Skripsinya aja kaya gitu, gimana ntar kalau lanjut bikin tesis ya..ckckck. Yang pasti, salut banget deh aku. Pasti banyak orang maupun pihak bangga padanya atas buah karyanya di waktu ini. Yah, semoga karyamu selalu hebat mas. Teruslah berkarya dan jangan pernah kenal yang namanya ‘gagal’ (quote untuk para pembaca juga ya..hehe).

*

Tidak lupa juga aku ingat pada kakak-kakak yang sedang merantau di Kairo sana, para penuntut ilmu di Al-Azhar. Kabarnya, banyak dari mereka yang bulan ini telah berhasil lulus S1 dan akan berjumpa lagi secepatnya dengan tanah airnya. Mabruk! Semoga ilmunya barakah. Luar biasa perjuangan mereka. Kagumku tiada henti…

*

Maka, sampailah pada harapanku malam ini :

Ø Banyak sekali diberitahukan padaku di bulan ini tentang kelulusan orang-orang (baca : pemuda pemudi Indonesia) yang aku kenal dan aku tahu. Dan hampir semuanya lulus sarjana tepat waktu. Tanpa sadar, lulus tepat waktu saja adalah perilaku cinta tanah air. Mengapa? Silakan dipikirkan. Ada banyak alasan. Harapanku, semoga kelak aku juga bisa lulus tepat waktu dan menghasilkan karya hebat pula layaknya mereka yang hebat di mata para penyingkap tabir kebutaan, para kasyif. Tiga tahun lagi tentu saja. Wisuda Mei/Agustus/November tak masalah yang penting 3 tahun lagi. Kemudian turut menjadi noktah pengisi peradaban . Ya, aku berharap parameternya adalah peradaban. Bukan sekedar karier, ketokohan, pendidikan (akademis), kebudayaan, maupun karakter figur dalam masyarakat. Karena peradaban, sangat jauh di luar itu semua. Dan karena apabila tidak, maka hidup kita hanya akan menorehkan suatu cerita picisan belaka.

Ø Aamiin………………………………………………………………………….!!

Selasa, 18 Agustus 2009

Meneropong Batas

Sekarang aku mau berteori sok tahu lagi. Nggak apa-apa ya.. hehe kalu mau baca ya lanjut aja. Mumpung masih hidup dan diakui sebagai manusia sih. :D

o Karena minggu lalu aku bertemu pak Jaya Setiabudi di Grha Sabha UGM, siapa beliau? Kalau pernah denger, beliau adalah pengarang buku “The Power of Kepepet”, nah mungkin yang aku tulis disini berhubungan dengan ‘judul’ buku yang beliau tulis. Sebenarnya juga aku belum pernah membaca buku itu. Isinya seperti apa pun aku juga nggak tahu. Tapi judul bukunya memberikan sebuah hasrat untukku menulis tulisan ini.

o Kemudian di siang hari pas capek-capeknya menggarap persiapan penyambutan maba/i di sekber kampus, secara tak sengaja aku membaca tulisan berbunyi “menari di atas batas”. Oh waw… tulisan ini memberikan arti buatku.

o Lalu, kemarin-kemarin pagi habis shubuh aku browsing by PC dan tanpa sengaja pula aku menemukan artikel mengenai kehidupan Pak Pram. Mbak Lika antusias sekali waktu melihat foto Pak Pram, dan akhirnya dia bercerita panjang pendek mengenai kisah hidupnya. Salah satunya bila dikalimatkan ulang adalah seperti ini, “Pram itu banyak menghabiskan hidupnya di penjara karena selalu menentang rezim. Padahal dia itu seorang aktivis dan demonstran sejati. Yang aku tau aktivis sejati tak akan rela hidupnya terutama masa mudanya berlalu tanpa arti begitu saja tanpa melakukan apa pun untuk memperjuangkan kata hatinya. Aktivis maupun demonstran itu butuh komunikasi dengan dunia luar yang benar-benr dunianya. Sehingga sewaktu di dalam penjara Pram banyak sekali menulis, menulis dan menulis. Karena hanya dengan menulislah dia bisa berhubungan dengan dunia sejatinya. Dan menulis adalah pilihan kata hatinya. Buaaaanyak sekali tulisan yang dihasilkannya ketika hidup di penjara. Namun malangnya nasib bangsa ini, tulisan emas sang demontran harus direlakan begitu saja menjadi seonggok abu. Rezim Suharto telah membakar habis sebagian besar karyanya. Dan tulisan Pram yang masih bisa ditemui saat ini hanyalah segelintir sangat kecil dari apa yang dikaryakannya.”. kata-kata mbak Lika juga memberi arti tersendiri buatku.

Apakah arti-arti itu? Ketiga hal tadi kuhubungkan dengan kata batas dan muncullah argumenku. Yaitu “batas itu luar biasa sekali ya…”. Betapa tidak, seringkali keterbatasan membuat seseorang melakukan perjuangan maksimalnya, totalitas. Menurut kamus yang aku baca, arti batas sendiri adalah perhinggan atau sebuah patokan bagi manusia, dimana manusia dapat memprediksi sampai sejauh mana frekuensi zona amannya. Maka di saat manusia telah sampai pada suatu batas tentu saja dia hampir/menjelang keluar dari titik amannya. Nah dalam titik ini manusia dituntut untuk bisa memecahkan end point permasalahan yang paling rumit yang sedang menimpanya.

Langsung saja deh, bagi manusia yang diberi anugerah kesadaran, beruntunglah. Karena manusia yang sadar, segala keterbatasan akan menjadi kesempatan besar baginya untuk benar-benar menjadi manusia seutuhnya. Untuk tidak menjadi manusia plastik atau manusia-manusiaan atau manusia jadi-jadian atau apalah namannya

Nah, bukankah enak sekali memiliki keterbatasan? Ah mungkin kalimat itu kurang pas. Bukankah enak juga memiliki keterbatasan? Tak ada yang salah dengan keterbatasan. Manusia cerdas pasti bisa menemukan kesempatan bagaimana pun keadaan dirinya. Misalnya saja ketika tertimpa berbagai macam keterbatasan, maka dia bakal memaknainya bahwa dialah orang terpilih –the choose one. Mengapa terpilih? Ya iyalah, itu kan berarti dia memiliki banyak kelebihan yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Karena dalam kitab-Nya tertulis bahwa Dia tak akan memberikan permasalahan bagi hambaNya di luar batas kemampuan seorang manusia itu. Sebagai orang beriman, tentulah kita percaya hal itu. Jadi, tak ada yang salah dengan keterbatasan. Yang ada harusnya malah kita ini bersyukur karenanya. Karena kita adalah orang terpilih.

Adalah aku membaca sesuatu seperti ini, ‘Amr bin Al-Jamuh, seorang lelaki pincang dari bani Najjar diminta rehat ketika hari Uhud tiba. “Dengan kaki pincangku inilah”, katanya. “aku akan melangkah ke surga!”, jiwanya menari di atas batas meski jasad harus bersipayah mengimbanginya, dan Sang Nabi di hari Uhud bersaksi, “Ia kini telah berada di antara para bidadari, dengan kaki yang utuh tak pincang lagi!”.

Maka, dengan nikmat yang begitu besar atas jiwa dan raga kita ini, apa yang harus kita katakan pada ‘Amr bin Al-Jamuh, pada seorang Pram, pada para pejuang, dan pada orang-orang terpilih lainnya saat kita disaput diam dan santai?

Semisal kita merasa bahwa kita ini tidak mempunyai keterbatasan, tapi bukankah kita ini hidup dalam dimensi waktu. Dan… betapa terbatasnya waktu itu. Tadi malam aku mendengar kata bahwa waktu itu identik dengan (perjalanan) kehidupan dunia. Yang paling berpengalaman terhadap kehidupan dunia ini adalah alam semestanya. Maka alam semestalah guru terbaik kita. Hehe :)

Sekali lagi, beruntunglah orang-orang yang sedang berada pada suatu tempat yang bernama batas..

Senin, 10 Agustus 2009

A 'Lil bit from SATU - Dewa 19

Nah ini dia yang berhubungan dengan postingan sebelumnya, menurutku sih... Nggak sengaja aku mendapatkannya, dan udah punya izin khusus dari yang punya. hehehe, What if you want and interest just check this out!

Lirik: Aku ini adalah diriMU, cinta ini adalah cintaMu, Jiwa ini adalah JiwaMu

Maksudnya: pernyataan tentang kesatuan kesaksian/bahwa ruh yang ada pada setiap manusia pada hakekatnya adalah ruh ALLAH (nurani). Ruh yang ada pada setiap manusia berasal dari ruang yang lebih tinggi dan bersifat malaikat. Ruh yang ada pada manusia dikirim ke ruang yang lebih rendah ini berlawanan dengan kehendaknya demi memperoleh pengetahuan dan pengalaman, sebagaimana Allah berfirman di dalam al-Qur’an, “Turunlah dari sini kamu semuanya, akan datang padamu perintah-perintah dari-Ku dan siapa yang menaatinya tidak perlu takut dan tak perlu pula mereka gelisah.” Ayat: “Aku tiupkan ke dalam diri manusia ruh-Ku” juga menunjukkan asal samawi jiwa manusia. Manusia yang akalnya terbatas dan pemikirannya cenderung pada konsep wujud akan menganggap bahwa pemikiran ini adalah sesat, seperti syetan yang tidak mau menyembah Adam (yang oleh allah telah ditiupkan ruhNya kepada Adam yg berisi 99 intuisiNya) dan karena malaikat memahami bahwa ALLAH menyuruhnya menyembah ruh ALLAH yg ada dlm jasad Adam..maka malaikatpun tunduk dan menyembah ruh ALLAH yg ada pada Adam.

Lirik : dengan tanganMu aku menyentuh dengan kakiMu aku berjalan dengan MataMu aku memandang

Maksudnya: Coba perhatikan ayat ALLAH, TANGAN-KU berada di atas tangan mereka, (Wajah-KU berada di atas wajah mereka ) (Q.S Al Fathu, 10), kalau mereka mengambil, aku tangannya, kalau mereka berjalan, aku kakinya, kalau mereka digempur Musuh, Aku lawannya, (H.Qudsi R.Bukhari): Jika Muhammad memanah, Aku yang memanah .! (Q.S. Al Anfal,17).

Lirik : di setiap hembusan nafasku kusebut namaMu

Maksudnya : ajakan agar dalam setiap kita menarik nafas bahkan setiap detak jantung kita jangan pernah melupakan Allah, ajakan agar selalu berzikir menyebut namaNya setiap saat setiap waktu selalu bersamaNya agar jiwa kita ini (yang pada intinya setiap manusia hanyalah mampu menjadi sarjana dunia tapi syetan adalah sarjana surga yang usianya jauh lebih tua dari kita, agar tidak terpedaya oleh bujukan iblis maka kita harus mengingat Allah bahkan dalam tiap detak jantung kita). karena pada awalnya, ruhani/nurani kita dekat dengan Allah (ayat Alquran, “Aku lebih hampir daripada urat lehermu sendiri”), tetapi setelah ruh kita bersatu dengan nafsu dan diberi wujud yang indah yaitu jasad kita lalu mulai mengenal indahnya dunia maka rohani kita (yang berisi 99 intuisiNya) jadi semakin jauh dengan Allah makanya agar kembali dekat. Di Alquran perintah untuk selalu berdzikir Allah lebih banyak daripada perintah Sholat, sebagai mana rukun iman pertama beriman kepada Allah (Allah melihat tingkatan jiwa manusia, bukannya melihat penampilan. smoga kita tidak termasuk orang-orang yang terkena bujukan iblis dengan mencela keburukan orang laen hanya dengan mata & akal kita yang terbatas ini karena hanya Allah yang dapat mengetahui hati dan keilkhlasan umatNya. Ampuni kami ya Rabbi, ampuni kami yang khufur akan nikmatMu)

A list from The Yoss

Minggu, 09 Agustus 2009

Tak Perlu Takut Jatuh Cinta :))

Aku bukan orang yang pandai berkata-kata (pujangga…hahaha)

Aku juga bukan orang yang pandai menafsir kata (mu…fassirin J)

Disini aku hanya membuat batas, sebuah konsep simbolitas, tentang sesuatu yang sebenarnya tanpa batas ruang maupun waktu. Tentang sesuatu itu adalah tentang cinta. Namun dalam hal ini bukan berarti tulisan ini adalah saklek pengertian mengenai hakikatnya. Namanya juga cinta itu adalah sesuatu tanpa batas. Disini aku hanya mebuat batas karena manusia itu jarang mengerti dan menerima sesuatu yang tanpa batas. Termasuk aku ini. Manusia itu hidupnya dipenuhi simbol-simbol. Dirinya saja adalah suatu symbol, apanya?, jasadnya. Dan dari tulisan ini pula, mungkin bagi sebagian orang (atau mungkin bahkan semua orang ya…?) akan menganggapku bodoh, ngapain tho membicarakan cinta? Basi kali, nggak ada kerjaan lain po? Semua orang membicarakan cinta yang anggak ada habisnya, ngapain aku (secara, Niha gitu loh :D) ikut-ikutan disibukkan karenanya. Tapi, diakui maupun tidak, aku memang orang layaknya orang lain, biasa saja. Dan bukan aku namanya kalau nggak bodoh.

Bagaimanakah? Begini, sederhana saja.

Cinta itu anugerah. Aku nggak setuju sekali bila ada yang menganggap dan mempunyai pegangan bahwa cinta itu pembodohan, sebuah permainan tanpa makna berarti, dekaka. Kalau boleh aku katakan, itu mungkin karena pengaruh dan intuisi cinta yang beredar pada zaman ini, yang notabene menyesatkan, itu sangat kuat menghunjam dalam otak dan pikirannya (bukan hati loh)…hehehe piss! Terkadang (atau sering malah) konsep yang ditawarkan hati dan pikiran itu saling kontra dan bertarung. Namun, hanya orang cerdas yang mampu meluluhkan dan mensinergiskan apa yang ada di dalam keduanya.

Cinta itu anugerah, bagaimana tidak, dalam tiap sel kehidupan dunia ini saja dipenuhi cinta. Ia bagaikan ruh yang menyusup lembut berseri-seri, yang apabila dia telah sampai pada target labuhnya maka dia akan menjadi kekuatan yang tak tertandingi kehebatannya, kedahsyatannya. Entah mengapa, aku setuju-setuju saja pada kata-kata jadul “Cinta itu membikin buta”. Namun kiranya perlu ditambahkan, buta seperti apa? Buta karena nafsu, iya bagi orang yang tidak mampu mengendalikan pikiran dan hatinya yang sedang bertarung habis-habisan. Sehingga hati yang dulunya bersih dan diisi murni oleh kekuatan cinta itu menjadi kalah, berkarat, dan terkotori oleh pikiran-pikiran yang sesat karena pengaruh setan yang kian menggila. Lain halnya bila itu terjadi pada manusia yang cerdas, maka cinta, tentu akan kembali pada hakikat aslinya, yang sebenar-benarnya.

Aku pernah membaca referensi, bahwa cinta yang sebenarnya itu ada pada zat Tuhan tanpa diketahui ‘bagaimana’ ianya dan tidak dapat ditakwil dan kekhusukkan ini tidak dapat dimilikki oleh makhluk mana pun. Itulah salah satu penjelasan bahwa Tuhan itu memanglah Esa.

Mengenai konsep cinta yang terjadi pada alam semesta dan seluruh makhluk-Nya ini, menurutku hal itu bisa dijelaskan dengan konsep ‘manunggal’ atau ‘nyawiji’ dengan Allah.

Dan… sebentar, mari break dulu yuh………….

Lanjut lagi, kalau kata bang dida (karena ilmu saya terlalu minimalis, jadi belum berani berkonsep), salah seorang guru saya, Nyawiji itu -mungkin- penyaksian yang teramat, atau terbukanya hijab sehingga terlihat semua yang tidak terlihat oleh mata awam. (Bukan secara dzati luh...)

Nyawijining kawulo-gusti mungkin cuma istilah, aslinya ya orang yang terlalu mahabbah kepada Allah, sebagai Tuhan. Sebelum cinta harus kenal, nah tahapan kenal aja sudah susah, mengenal Tuhan itu pakai akal dulu lhou, mana yang wajib, mustahil, jaiz bagi dzat Tuhan, trus berlanjut ke tahap-tahap selanjutnya.

Dan bagi orang awam seperti saiya, itu sungguh rumit, seperti memikirkan angka selain 0-9.

Cinta…oh cinta…memang sungguh rumit dirumuskan, tak terbatas ruang dan waktu, terkadang hilang dalam awasnya panca indra…


Buat pembaca yang budiman (bukan pakdiman, :))) mohon koreksinya,

Tararengkyu.