Minggu, 20 Juli 2008

yaNg tersiRaT

Terlepas dari hal kebahagiaan mari beralih ke hal lain yang tentu sama menariknya buat disimak. Kali ini adalah soal ‘why do we hafta responsible?’, why? Temukan jawabannya di sini!

Pernah nggak terbersit rasa kasihan saat melihat kambing ato sapi makan rumput ijo di tanah yang tentu saja, kotor? Juga ayam yang mengorek-orek sampah dengan cakarnya hanya untuk mendapatkan sebiji makanan buat mengganjal perutnya dan menafkahi anak-anaknya? Hewan-hewan itu tadi pun juga harus siap setiap saat buat dipotong/digorok, digigit, dicabik, dimakan kita para manusia untuk dijadikan gulai, sate, sop hangat buatan ibu. Bukankah kalau dipikir-pikir, mereka kasian sekali? Bagaimana sendainya kita ditakdirkan untuk menjalani kehidupan seperti mereka?

Yah, mungkin hal itu sudah menjadi kewajaran yang tak perlu dibahas kali ya? Buat apa dipertanyakan. Anak kecil pun malas buat membahasnya. Ngapain? Toh kita manusia udah ditakdirin jadi makhluk yang paling sempurna bukan?

Mmmmh… Ya, awalnya memang saya pikir begitu, sampai suatu saat saya merenungi dalam terjemahan Al-Qur’anul Karim menyebutkan tentang Ketetapan, Ketentuan Allah, bahwa matahari, bulan, orbit planet, galaksi, laut, tumbuh-tumbuhan, gunung, air, api, binatang melata sampai yang berenang di perairan… semuanya patuh dan tunduk pada kehendak-Nya. Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.

Ada suatu ayat seperti ini, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”.(Al-Hasyr : 21)

Tetapi takdirnya, Al-Qur’an itu diturunkan kepada manusia. Dan lihatlah betapa kita masih congkak dan sombong. Apa tandanya? Ya, manusia itu masih kalah dari sebuah gunung. Masih pantaskah untuk mengatakan bahwa kita adalah makhluk paling sempurna??

Lihatlah bintang yang tak lelah berpijar menghiasi langit, planet-planet yang tak berebut jalur untuk beredar, cacing tanah yang menggelepar mati karena garam, Jupiter dan Saturnus, dua planet raksasa, yang menjadi perisai bumi dari terjangan hujan meteor, tumbuhan hijau yang rela dipotong untuk dijadikan sayuran, tikus-tikus yang berlari dan menjerit ketika dikejar kucing. Mereka hewan, takut mati, seperti juga manusia. Yakinlah bahwa sebenarnya kambing dan sapi juga takut disembelih kala Idul Adha. Namun tentu saja, akhirnya mereka harus mati juga. Karena ketentuan Allah harus dijalankan. Seharusnya kita malu pada sapi dan kambing, mereka bahkan rela meregang nyawa untuk taat dan jadi hamba yang sebenar-benarnya hamba. Seharusnya kita malu karena mereka dapat menjadi hamba Allah yang baik, tak sombong pada perintah-Nya.

Kini, saya mengerti mengapa hanya manusia dan jin yang akan dihisap pada Yaumul Hisab. Mengapa hanya kita yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat nanti. Bukannya kambing, sapi, kucing, bintang, gunung, dan ciptaanAllah lainnya... Betapa kita seharusnya sedih melihat sapi dan kambing disembelih. Sedih karena saya dan kamu belum tentu sanngup bertaqwa seperti mereka. Bukankah saya dan kamu belum membuktikan apa-apa mengenai ‘kesempurnaan’ kita sebagai manusia sekaligus hamba-Nya?

SaBda ALam

Lihatlah di luar sana. Mari sekali-kali kita beerbagi rasa dengan alam. Lupakan segala gundah gulana, jenuh penat yang hinggap. Cari kebahagiaan, jalan-jalan melihat hijaunya rumput & daun, birunya langit, menikmati hangat kasih sayang sinar matahari, atau kerlipnya bintang yang mengajak kita bermain mata... itu bagus kawan.

Bukankah kita nggak perlu jauh-jauh mencari kebahagiaan, nggak perlu pergi ke mall berbelanja, nonton bioskop, atau malah melancong ke Bali manghabiskan banyak uang! Bila dipikir, kebahagiaan memang mahal harganya bukan?? Jawabannya, Ya! Tentu saja. Tapi asal kita tahu, tak akan ada materi yang bisa buat ukuran.

Ingatlah kata pepatah, orang pandai akan selalu bisa memanfaatkan kesempatan yang ada, baik besar maupun kecil. Allah menciptakan segala sesuatu pasti ada maksudnya. Maka, janganlah menjadi orang yang bodoh!

Coba rasakan bayu yang berembus pelan-pelan, menerpa kulit, sepoi, lembut, halus, merambat dalam kesejukan. Pohon-pohon yang rimbun memberi salam dengan klorofil daun-daun hijaunya. Perhatikan air yang bernyanyi di sungai, biru dan luasnya langit yang menenangkan dan segala apa-apa yang beredar di atas sana. Andai kita sadar, kita nggak akan pernah bosan untuk selalu menikmatinya. Ya, hanya menikmatinya. Inilah manusia, dan itulah sajian lezat kenikmatan dari-Nya.

Saksikan pula senandung daun yang mengayun syahdu, mereka melambai-lambai, salah satu makhluk tanpa dosa. Darinya, seharusnya kita tahu bahwa alam itu ada, telah diciptakan dengan stabilnya. Dan dari segala yang telah Dia ciptakan, itu hanya untuk kepentingan manusia sahaja. Agar hidup manusia mudah dan bahagia. Tapi, apa?

Terkadang manusia memang picik dengan mengatakan bahwa dirinya diperlakukan seperti anak tiri, dibenci, tidak diperhatikan Allah dan merasa Allah tidak pernah menyayanginya, tidak pernah memberi anugrah kebahagiaan padanya, selalu mengeluh akan penderitaan.

Yakinlah alam tak suka mendengar hal itu. Matahari, langit, bintang, semut, burung, daun mungkin semuanya beristighfar akan kekejian mulut manusia.

Bukankah bahagia itu ada di sekitar kita, kawan? Bahagia itu mahal, kita sendiri yang membuat batas ukuran. Alam tidak pernah.

Saksikan satu titik embun pagi di daun kecil itu. Dia telah dianugerahkan Allah untukmu, untuk saya, untuk kita...