Kamis, 27 Mei 2010

Self-Reliant


Mandiri itu tidak perlu belajar dan diajari,

Cukup dilepas,

Dan kau akan bisa mandiri dengan sendirinya.

Laksana bayi penyu yang “dibuang” induknya,

Mereka akan selalu kembali ke lautan…

Where their hearts belong

-naraperdana-


Selasa, 25 Mei 2010

Anggito Kejar Gelar Profesor

Saya sangat menghormati orang-orang yang menghargai ilmu, yang hidupnya didedikasikannya untuk menuntut ilmu, dan semua yang haus akan ilmu serta yang mendedikasikan hasil jerih payahnya untuk kebaikan hidup umat manusia.


Jakarta – Kepala Badan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan Anggito Abimanyu kemarin (24/5) berpamitan kepada kolega-koleganya. Mulai Kamis lusa (27/5), Anggito menjadi dosen program Doktoral di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam pidato perpisahannya, Anggito berpesan agar kejadian yang mempermalukan dirinya tidak terulang. “Biarlah saya menjadi orang terakhir yang mengalami kejadian seperti ini, dipermalukan. Tidak ada orang yang boleh sewenang-wenang, siapa pun itu, (apalagi) termasuk para pemimpin. Jangan suka mempermalukan orang, “katanya dengan nada tinggi.

Anggito yang sudah menandatangani pakta integritas dan kontrak kerja sebagai wakil menteri keuangan pada Januari lalu gagal dilantik. Presiden SBY justru menunjuk DirJen Anggaran Anny Ratnawati sebagai wakil mentri keuangan.

Meski merasa dipermalukan, Anggito menyatakan tidak dendam. Karena itu, dia tidak pernah mengadakan konferensi pers atau membuat buku putih untuk menjelaskan posisinya. “Apa yang saya lakukan adalah pembelajaran yang sangat penting. Menjadi pemimpin itu hanya semntara, tapi harga diri dan suara hati itu yang abadi,” tuturnya.

Anggito menyatakan bangga karena pada hari pertamanya kembali menjadi dosen, dirinya akan disambut rektor dan jajaran guru besar UGM di kampus Bulaksumur. Kampusnya juga telah menugasi Anggito kembali mengampu mata kuliah metodologi penelitian untuk mahasiswa program doktoral UGM serta memimpin Research Center Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. “Saya terharu dan tersanjung. Saya merasa dihargai”, ujarnya.

Dengan kembali ke kampus, Anggito juga ingin melengkapi prestasi akademisnya dengan gelar professor. “Orang tua saya selalu nanya, kapan bisa jadi professor. Itu pertanyaan yang tidak pernah bisa saya jawab jika saya tidak kembali ke kampus”, kata doktor ilmu Ekonomi dari University of Pennsylvania itu.

Anggito juga merasa kepulangannya ke Jogja membawa hikmah karena dirinya bisa menjaga ayahnya yang sedang sakit. Apalagi adiknya yang selama ini mendampingi ayahnya justru akan pindah ke Jakarta karena diangkat sebagai staf ahli menteri pekerjaan umum.

Source : Radar Jogja, 250510

Positif thinking :

<> Bukan berarti pak Anggito gila penghargaan dari khalayak, akan tetapi dengan kembali ke kampus, dirinya sedang going with flow dengan sedikit maneuver agar dirinya bisa mengoptimalkan kemampuannya, kecerdasannya, dan mewariskan ilmu bermanfaat untuk generasi muda. Dan saya sangat setuju akan hal ini, bilamana jiwa ilmuwan di dalam diri adalah murni.

<> Ada orang yang tidak tahan cercaan sehabis dia menjadi pemimpin. Contohnya saja Bp. B. J. Habibie yang memilih untuk tinggal di Jerman. Saya kira ini adalah kasus yang sama. Dimana integritas sebagai ilmuwan lebih menonjol ketimbang harus bersinggungan bulat-bulat dengan urusan politik dan para pejabat yang tak ada habisnya. Dan itu adalah wajar. Lain halnya dengan manusia seperti Gus Dur yang tahan cercaan. Sikap maupun keputusan kedua tipe manusia ini sangat manusiawi dan patut dihargai. Masing-masing beralasan kuat dan masuk akal. Thumbs up! ^_^

<> Gelar Profesor, tadinya bukanlah sesuatu yang utama, karena menurutnya segala prestasi dunia dan akhirat bisa didapatkannya di luar kampus tanpa suatu gelar ‘Prof.’ di depan nama lengkapnya. Akan tetapi, ternyata nasib berkata lain. Karena orangtualah yang berharap, dan beliau merasa mendapat kesempatan untuk mewujudkan harapan orangtuanya, maka diambillah kesempatan itu untuk dapat menjadi Guru Besar di Universitas ternama di negeri ini. Menurut sudut pandang saya, ini tidak ada salahnya jikalau beliau benar-benar pantas menyandang gelar itu. Good Luck…!!! Welcome back Jogja, then PROVE IT…!!!

Adoring Love Story of Habibie

We see things not as they are but as we are

In the west time, Onni Lika said “Tahu nggak sih, Ibu Ainun Habibie meninggal dipelukan suaminya…”

She was a great wife. That’s why her husband, B. J. Habibie, was so much taking care of her, adoring her wife till the end of her life. I don’t know how they are in personal, when they were youthful especially. Take an eye, as a great engineer, Habibie comes around the world at many times. Regardless, Mrs. Ainun must consent for her husband. But she didn’t will to take the distant. So where country there was Habibie, there was Mrs. Habibie as well.


Involving this statement, Ketika seorang wartawan bertanya tentang pendapatnya atas situasi di Timor Leste, Habibie hanya menjawab singkat. “Maafkan, saya sedang mencari di mana mantan pacar saya. Mana Ainun? Saya belum pernah pisah dengan Ainun. Mana Ainun?”, that would be so much meaningful statement for her wife.


For example in other situation, Mrs. Ainun Habibie used to rule all medicines or food supplements consumption of her husband which can support the activities, it’s all about paying attention to healthy.

Nevertheless, as we all know she just predeceased. Since Mrs. Ainun took a bed rest in the hospital, her husband never moved away. He was such faithful up to the last second she was breathing.


I just wonder, they should so much know how to romanticize relationship, they should have an adroit attitude. See, that’s not kinda easy to go through the state in the entire life. Particularly, you’ll just find it out whither among the adroit couples. And that’s for sure. They were not only intelligent in common sense but also in inner self. For warranty, we can prove it. It is full of dichotomies if one does not understand the method how to love correctly, right? ^__^


Ainun Habibie was a doctor, alumnus of Indonesia University. While B. J. Habibie is a great engineer which the fame is worldly. Though they had a cross profession, I think it didn’t abate the appropriateness. After all, all knowledge has been imagined at some point, no matter how fixed it may be at certain. I don’t know what Habibie thought about it. Miserable… If I were him, I wonder how very soon she leaved him. I’d be simply shocked at the blatant ways of the system, then hope for sincere.

I just showed you the true and only motivation for being alive as far as the vast majority of people on this planet are concerned. That’s a commendable story.