Tampilkan postingan dengan label bani Imam Roji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bani Imam Roji. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 November 2011

Pak Hanafi Bagi Saya


Saat di rumah, terkadang saat waktu maghrib tiba atau isya’ bapak saya memanggil anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah berjamaah di rumah. Meskipun tidak sering, karena seringnya tuh bapak saya ibadah berjamah di masjid Serang Kusuma deket makam Serang Kusuma itu. Mungkin karena ingin mendapatkan pahala yang lebih banyak. Karena biasanya beliau memang selalu pergi ke masjid untuk sholat lima waktu, tak pernah absen. Terkadang kalau Mbah Damsiri sedang gerah atau tidak bisa mengimami maka bapak sayalah yang sering dipercaya untuk menggantikannya. Yang saya tahu, bapak saya itu kurang PD, sehingga ketika ada salah seorang yang dianggapnya dapat menggantikannya maka bapak lebih memilih menjadi makmum. Seperti misalnya bapak saya menyukai seorang Hafidz (penghafal Al-Qur’an) yang rumahnya  di samping masjid (entah namanya siapa aku lupa), yang mana bapak saya menganggap hafalan Qur’annya itu sempurna, jarang sekali salah dan sangat fasih dan penuh penghayatan, orangnya juga sangat tawadhu’, sayang anak istri, dll sehingga bapak saya menyukainya, maka bapak saya akan menyuruhnya menggantikan Mbah Damsiri untuk menjadi Imam masjid Serang Kusuma. Tidak salah pilihlah beliau, memang indah, dan sangat bagus menjadi Imam, bapak saya puas, jama’ah pun juga puas diimami olehnya.

Begitulah bapak saya…

Kembali ke cerita sebelumnya. Bapak saya termasuk pinter dalam mendidik anak, karena beliau mendidik dengan cara moderat. Beliau selalu mencontohkan dengan sikap tanpa menghakimi atau terlihat sedang mengajari. Misalnya ketika jamaah sholat Maghrib di rumah, maka beliau akan mencontohkan bagaimana cara sholat yang benar sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya dari kitab-kitab maupun dari para gurunya dahulu. Betapa kalau sholat itu harus tuma’ninah, apa itu tuma’ninah? Betapa tuma’ninah itu adalah bersikap tenang di setiap rukun-rukun sholat, mengambil jeda untuk tenang atau diam dan fokus. Betapa kalau sholat itu tak boleh gerak-gerak, baik tangan maupun badan, terutama di saat berdiri setelah ruku’ dan sebelum sujud. Betapa kalau sholat itu harus penuh penghayatan namun santai, bagaimana sikap tangan sewaktu duduk Tasyahud, yaitu menggenggamlah jari-jari tangan kanan kita sebelum jari telunjuk menunjuk ke depan secara lurus. Betapa sebelum sholat anak-anak dan istrinya diajarkan bagaimana cara berdzikir menurutnya (aku pikir, cara berdzikir seperti orang NU pada umumnya adalah cara berdikir yang baik, seperti ajaran Bapak dan para Imam di masjid Batur). Betapa di saat berdoa sendirian atau memimpin suatu doa  baik di mushola rumah atau ketika mendoakan kakek nenek saya, beliau selalu menangis, entah karena apa… beliau orang yang sangat penuh penghayatan. Betapa kalau berdzikir tak cukup hanya beberapa menit, namun berjam-jam. Betapa beliau selalu mencontohkan kepada anak istrinya untuk selalu sholat di awal waktu, karena urusan dunia itu selesai dengan baik karena pertolonganNya. Ini adalah bukti kecintaan Bapak kepada Tuhannya. Semua itu tentang ADAB beribadah kepada Tuhan. Beliau selalu berhasil menempatkan Tuhan di urutan pertama dalam setiap langkahnya, setiap waktunya, setiap jalan pikirnya.

Begitulah bapak saya…

Sehingga saya selalu mengaguminya, selalu teringat akan beliau apalagi di saat sedang jauh, ingin sekali balik ke rumah bertemu Bapak Ibu. Di dekat mereka, seperti sedang didekati Tuhan Yang Rahman dan Rahim.

Pernah saya membeli mie ayam dari seorang mantan karyawan Bapak dulu, beliau berkata “Pak Kanapi niku tiyangipun sabaaarr sanget, mboten wonten ingkang nglawan kesabarane Pak Kanapi niku, mbok wis tenan…” saya yang jadi anaknya hanya bisa terbengong akan kata-kata bapak penjual mie ayam. Segitukah orang lain berpendapat tentang bapak saya? Actually many people adore you, Appa.  Bapak saya adalah manusia biasa, namun bagi saya sangat unik dan mengagumkan, saya sangat bersyukur mempunyai beliau sebagai bapak. Meskipun banyak orang mengakui Bapak saya orangnya “Jaman Dahulu” banget, maksudnya bukan orang modern, beliau cukup tradisional dan bisa dikatakan Gaptek (namun bapak saya masih bisa nyetir mobil dengan ngebut dan telpon-telponan pake HP kok, wkwkwk) dalam banyak hal.

Yang jelas, saya bangga, saya bangga memiliki beliau sebagai Bapak yang luar biasa, tidak pernah kekurangan uang untuk kebutuhan anak-anak dan istrinya karena sangat rajin bekerja sejak kecil sampai umur hampir 60 tahun ini dengan jerih payah sendiri dan tidak tergantung orang tuanya. Beliau seorang entrepreneur yang hebat yang telah banyak memakan asam garam kehidupan bisnis. Beliau amat sangat penolong dan tidak pelit pada mereka yang kesulitan. Selalu mengikhlaskan banyak hartanya agar mereka-mereka hidup tidak kekurangan harta sementara bapak sendiri selalu menerapkan pola hidup sederhana, jarang sekali bermewah-mewah. Mungkin beliau tau, tak ada gunanya bermewah-mewah karena manusia itu rakus dan tak pernah puas. Beliau selalu mensyukuri apa yang dipunyai dan tak pernah merasa kekurangan. Saya percaya tabungan beliau sekarang ini untuk hidup di akhirat di dekat Kekasihnya kelak sudah sangat banyak, amat banyak… entah seberapa, hanya Tuhanlah yang tahu. Beginilah cara saya membanggakannya.

Cara lain saya membanggakannya adalah dengan membuatnya bangga, membuatnya menjadi Bapak nomor satu di dunia, membuatnya menjadi Bapak yang terhebat sedunia, dan selalu mengamalkan apa yang telah beliau ajarkan selama sehidup saya yang singkat ini.

Bapak, doakan anakmu…

Rabu, 30 Juni 2010

My Thanksgiving


I’D LIKE TO THANK MOM AND DAD, FOR GENEROSITY AND HOSPITALITY...

Akhirnya usai sudah ujian akhir semester IV ini, walau dilalui dengan langkah-langkah yang tidak gampang, sangat gontai, sampai akhirlah juga.
Dan kali ini giliran saya menghabiskan waktu di rumah, my hometown at home sweet home, rumah Bapak Hanafi dan Ibu Alfiah (baca : AlfiHan). Seneeeeeeeng banget rasanya bisa kembali ke rumah, apalagi suasana rumah waktu itu rasanya sungguh nyaman, bagai surga dunia (saya). Sudah 2 minggu saya nggak pulang. Inilah surga dunia pertamaku,  sewaktu memasuki rumah, disambutlah dengan sebuah senyuman yang sangat berharga bagi saya, itu adalah senyuman ibu.  Senyuman tanda bahagia yang sangat kukenal. Tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat ibu tersenyum. Lalu, sewaktu bapak datang entah darimana dan kemudian melihat saya, beliau menyapa “mulih tho nduk? Prei?”. “Nggih, Pak.” Jawabku singkat.
Hari pertama di rumah (kaya cerita lagi liburan di kota besar di luar negeri aja ya! Haha), saya tidur, lamaaaa. Sorenya bangun, dan bicaralah ibu, “mumpung prei ayo nyang mesjid, kae mukenane wis tak siapke nduk”. Bagiku… tak masalah sholat di masjid, orang kalau liburan aku suka sholat petang di masjid. Yeah, salah satu mukena warisan ibu yang dipakainya sewaktu mengunjungi tanah suci dulu, masih wangi kupakai, kuambil beserta sajadah warna emas kegedean yang sudah disiapkan ibu di tempat sholat. Di rumah aku sangat tertib, sholatku selalu tepat waktu. Tak lain dan tak bukan karena pengawasan dari bapak sangat ketat. Kalau terlambat sedikit saja, aku bisa kena sindiran maut. Sindiran yang lebih menyakitkan daripada cambukan tali malaikat penyiksa kubur. Dan aku nggak mau bapak menyindirku. Makanya aku selalu tertib kalau urusan ibadah di rumah. Sangaaat disiplin. Bahkan waktu mengaji pun selalu tak pernah absen. Karena bapak menghendaki, rumahnya selalu terdengarkan senandung Al Qur’an. Jadi tiap ba’da maghrib dan shubuh, aku dan ibu selalu mengaji. Trus tiap pagi bapak juga tak pernah absen menyalakan hapenya yang dihubungkan dengan speaker eksternal untuk menyetel marawis2 kesukaannya. Berasa hidup di pondok adjah!:D
Nah, kini kuceritakan sewaktu aku pergi ke masjid ya. Selama aku di rumah, tiap aku ke masjid, aku heran sama orang-orang. Mereka melihatku bagai melihat artis ibukota datang. Yeah! Nggak bohong dah! You count on me! Sampai-sampai sehabis salam aku ditanya oleh orang-orang sekitarku, “Meniki putrine sinten nggih??”. Kujawab saja, “Hanafi ingkang ragil, name kulo Niha”. “owalaaaahhh Hanafi tho”. Dan mereka menatapku dengan tatapan tak percaya. Dan pertanyaan seperti itu, selalu menyambutku tiap habis salam tiap aku sholat di masjid. Oh Tuhan… apa wajahku ini tiap hari berganti rupa yha?? Kok mereka sulit sekali mengenalku. Hhggghh… yeah maklum, aku memang jarang keluar rumah kalau sedang di rumah. Dikiranya, pak Hanafi itu Cuma punya 4 anak doank. Gimana lagi, di luar rumah itu panas, polusi, suara bising, dan sepi orang. Kan jadi males… bwkakaka!
Yang aku suka kalau aku pergi ke masjid adalah, aku bisa melihat-lihat rumahnya mas Afif dan nduk Fani, mantan teman masa kecilku dulu. Rumah yang selalu terlihat horror. Kemudian sesaat mengenang apa-apa yang ada di masa kecilku dulu, bersama mereka tentu saja. Jalan yang aku lewati adalah jalan dimana aku bermain-main dengan mereka seharian, bahkan sampai malam menjelang sampai dimarahi ibu nggak boleh masuk rumah. Kenangan kenangan kenangan, sudahlah.
*kembali ke laptop*
Kemudian sewaktu di rumah, aku mempunyai kantor baru. Yak! Kantor saya adalah di loteng deket genteng. Di sana aku membawa serta karpet dan peralatan kantor (baca: entertainment utilities) dan bermain-main dengannya. Saya sering ditemani seekor kucing lucu. Biasanya saya ngantor sehabis Isya sepulang dari masjid. Apa yang saya kerjakan? Karena di rumah nggak ada kerjaan dan berhubung sedang libur juga saya Cuma main-main dengan beberapa web baru hasil temuan saya dan beberapa teman-teman. Eeeiiitt rahasia web apa. Dikira promosi ntar. Pokoknya sibuk dengan dunia mayalah. Saat saya ngantor, selain kucing, saya juga sering ditemani  hamparan langit  yang sempurna dengan hiasaan bulan purnamanya, dengan gemerlap bintangnya, mencoba bermain mata, dan menemukan segalanya yang indah dan berguna dari sana. Alhamdulillah selama saya di rumah hujan tak pernah turun saat malam. Thanks God for those perfect circumstances. Don’t you know, I’m a Stars and Planets lover. Betapa saat itu saya ingin mempunyai teleskop. Saya berencana akan membuat teleskop suatu hari nanti agar dapat melihat komet-komet maupun Pluto. Atau… adakah yang mau memberi atau membuatkan saya?? Dengan senang hati lhow yeaa \(^,^)
Betapa saya di rumah merasa sangat dimanja bapak dan ibu. Gimana enggak! Setiba di rumah langsung dibuatkan teh anget kesukaan saya, dibelikan makanan enak, baksonya lek Tarno. Dimulai dari sinilah sel beta pankreas saya bekerja keras memproduksi insulin besar-besaran. Gen-gen yang mengekspresikan insulin di tubuh saya pastilah memerlukan sebuah enhancer dengan kekuatan super. Untunglah pancreas saya masih terasa baik-baik saja dan tak kurang suatu apa. Selama 3 hari di rumah, ibu tak pernah surut semangat membuatkanku aneka macam makanan-minuman berkadar gula tinggi. Saya tak pernah sempat melakukan pengenceran dengan banyak-banyak minum air putih soalnya tanpa minum air putih saja lambungku sudah sangat kembung. Hadewh!
Tetapi alhamdulillah, aku menikmatinya…
Di rumah, tiap aku mau nonton bola, nggak pernah bisa. Tivi jadul kesayangan bapak selalu dipakainya buat nonton berita. Jadilah aku selalu balik ke kamar tiap habis ngantor. Kemudian menunggu waktu sampai aku tertidur. Dan jadilah aku selalu tidur tepat waktu. Betapa disiplin dan teraturnya kan hidupku di rumah.
Aku menikmatinya…
Sewaktu aku memberitahu ibu kalau senin aku mau balik lagi ke kota Jogja, ibu bertanya “Mbak Niha? Arep bali? Jarene prei nduk?”, kujawablah “Inggih bu’, badhe ngurus surat-surat beasiswa wonten kampus”. Sebenarnya Bapak Ibu menyuruhku untuk liburan ke Pare, Kediri lagi agar bisa berbahasa asing dengan lancar. Tapi kuberitahukan kalau aku harus ikut remedi dan nggak bisa libur dengan leluasa, karena nilaiku yang kupikir kurang memuaskan.
Aku balik Jogja sewaktu Bapak Ibu pergi ke acara resepsi pernikahan di gedung Al-Mabrur RSI Klaten sana. Jadilah rumahku yang sepi sendiri kutinggalkan.

Jumat, 05 Februari 2010

Shalawat Tahrim

Its sound always greets me at Imsak when Ramadhan comes, and abruptly make me sick to that time

-recalling my small town-

Rabu, 08 Oktober 2008

1 SyawaL

Yucks bnerlah hari lebaran namanya. Tiap satu syawal ada budaya silaturrahmi saling ber-minal ‘aidin wal fa idzin.

Tapi, lebaran kali ini memang nggak kaya sepuluh tahun lalu. Waktu itu hanafi’s bisa dibilang kaya keluarga weasley yang sedang bersiap-siap berangkat ke stasiun king’s cross agar nggak ketinggalan kereta ke Hogwarts. Malem takbiran sampe paginya tuh ruame dan sibuk sendiri2, ada kalanya kami beli mercon dan yak duarrr duerrr di depan rumah mengundang perhatian tetangga untuk melihat aksi hanafi bersaudara. Aku yang masi kecil inget betul riangnya dan bersorai seakan tindakan kakak2 itu adalah hal mengesankan. Dan… memang mengesankan.

Itu dulu…

Sekarang mah hanafi’s udah suepi.

Paginya sholat ied, jalan kaki bareng2 ke masjid agung mbatur, masjid yang menjadi saksi bisu kenangan masa kecil kami berlima sewaktu balita sampai beranjak remaja. Trus nyadran di makam Eyang putri. Trus pergi ke rumah eyang kakung kira2 jam 9 pagi. Di sana udah ada sodara2 yang juga membudayakan rumah pertama yang dikunjungi itu adalah rumah Eyang Imam Roji. Dari sana kami para cucu bani Imam Roji (yang kalo ditotal berjumlah150 manusia), tapi ya nggak semuanyalah, jalan kaki muter2 mbatur. Kepala sukunya mas A’am dan anak buahnya.. coba aku sebutkan, ada mbak nani, neni, dapik, badik, hima, ulfa, mbak arifa, faiza, niha, nika, mas zainul, fakhrus, elfa, fina, sapa lagi ya aku sampe lupa.
Pokoknya banyak. Kemarin dapik nyeletuk begini,

Dapik : eh eh cah reneo tak dudohi afgan anyaran

Hima : heh, afgan. Aja ngono le, aku ki seneng afgan. Kaya ngapa? masane madak-madakke afgan.

Akhirnya kami bareng2 ngliat orang yang emang so same as afgan. Berkacamata dan lagi duduk.

Mas A’am : cyah mbok aja ngono ta. Sing isin wi dudu koe2 tapi aku le masane. Aku ki kepala suku.Wis gek ndang salaman ta. Koe ki rene rak yo rep badan ro mbah Mus toh?
(Tapi, nggak digubris bocah2 wi, kasian mas A’am. Ahahaha dasar).

Nika : halah, sing reti koe kepala suku i sapa ta mas, paling ya aku, wong gedhemu yo sepada aku e.

Ulfa : eh wis wis wis yo ndang mlebu, aja diulatke terus, wonge krasa lo. Gek dho nyebut2 afgan mneh! Ra sopan!!

Niha : halah mbak, ora ra sopan tapi nek diulatke terus ngene ki malah dadi ge eRR kui og.

Hima : tapi yo ngganteng sih.

Dapik : haaaa rakyo ngomong ngono ta. Dasar cah wedok! Nek mung ngganteng we mending aku. (dapik pede)

Nika : huekkk koe we., kangen BanD kui og!!!

Dapik : eh ngenyek ig iyoh koe nik..

Celotehan2 kaya gtu berlanjut sampai ke rumahe lek Asngari.

Dapik : weh weh cah gek wonge rene.

Hima : sapa?

Mas A’am : afgan nuk!

Dapik : menengo cah tak nyanyekke.

Dengan sura keras2 dan melengking-lengking dapik mulai mendendang

Dapik : semo.. ga Tuhan membalas semua yang terjadi … (blab la bla……)

Nika : coba kau pikirkan, coba kau renungkan, apa yang kau butuhkan telah aku lakukan …. (pung pung pung…)

Dapik : weh koe og malah nyanyekke aku, maksudmu apa he nik?

Nika : horhok kesindir ig. Rak yo apik suaraku tohhh!

Semua : ahahahaha

Mbak neni : iki ki bakdo og malah do eyel-eyelan i piye?

Trus di rumahe mbah sapa gto yang aku nggak tau asmane, la wong aku ya cuman ikut2an anak2 kok, pokoknya sungkeman n ikutan nimbrung makan, itu ada telfon di ruang tamu yang secara ruangannya dipenuhi kami2 bani Imam Roji, jadi iang punya rumah kagek bisa lewat buat ngankat tu telfon berdering2,
Akhirnya suruh ngankatin salah atu dari kami, dan Nika-lah orang yang paling dekat gagang telfon.

Mbahe : nduk, angkaten kui nduk tulung ya.

Nika : oho nggih mbah tenang saja kulo angkat.

- Halooo Assalm….

- iya, ini darimana ya?

-ohiya, he’e, ehehe

Dapik : gayamu nik he’a he’e. Mbok ho’o ngonoe susah men!

Nika : sssstt menengo ta!

- oooh dari Malaysia? (dengan nada melengking)

Semua : wheeeeeiiiisz!

Hima : Malaysia caah, gaya anyare dipasang sik nu nik.

Nika : hehh koe ki do menengo, brisik reti rak?

- nyari siapa? Mbak ifah? Mbak ifah siapa ya?

Smua : lhohhhh!

Nika : eh maaf hehe, tunggu sebentar ya, hehe, - mbah meniki nyari mbak ifah puniku…-

Mbahe : ngomongo raana nduk kon nelfon 10 menit nkas.

Nika : oh nggih.

- ini mbak ifah baru keluar pak, silakan nelfon kesini 10 menit lagi

- oh ya, ehehe mariiii

(cklikk)

Yahh itu tadi sekilas kami para imam Roji actions sewaktu lebaran. Sebenernya sih emang nggak mutu juga untuk dipasang di blog ini, tapi sayang juga kalo nggak di critain dan di pena-in.

Sebenernya banyak banget cerita lainnya, tapi berhubung ini udah malem, disudahin dulu aja,

Tahun depan disambung lagi.