Jumat, 04 September 2015

Unraveling My Past Deal

#np Bila Aku Jatuh Cinta ~ Nidji

Melewati dinginnya mimpi~
...dingin..di pegunungan Lawu...
Waktu itu ketika ada rasa sedikit aneh hinggap, ketika auramu tiba-tiba berbeda dari yang lainnya. Kamu datang tanpa aku memintanya.
"Kenapa?" Tanyamu.
"Dingin."
"Nih sarung tangan, pakai aja dulu."
...
"Hey, aku pakai ya sarung tanganmu yang hangat ini, aku ga mau balikin pokoknya soalnya aku nggak bawa."
...
"Nggak. Kembaliin! Aku perlu sarung tangan juga."

Ah, aku yang waktu itu, ternyata pernah sedikit mengharapkanmu, sambil malu-malu, sambil tidak mempedulikan itu rasa tentang apa karena aku berpikir kamu pribadi yang nyaman, itu saja. Aku bahkan tidak memprogram chemistry macam itu. Tiba-tiba datang, tiba-tiba ada tanpa permisi, dan aku tak tahu mengapa begitu kejadiannya. Aku tertolak olehmu, kali itu, maka aku menjaga jarak dengamu, sampai segitu saja, dalam waktu sangat lama.

"Kakimu kenapa?" Kulihat kamu melepas sandal gunung dan kakimu yang merah memar-memar setelah pendakian pun terlihat jelas.
"Bukan urusanmu." Jawabmu tak peduli. Aku balik arah namun aku tak peduli pada ketidakpedulianmu. Maka aku pun sesekali melihatimu dalam jarak saja.

Esoknya tiba-tiba aku mengirimimu pesan, pesan pertama yang kukirim padamu seumur-umur. Aku tak paham juga mengapa kamu yang kupilih untuk kutanya tentang pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru hari itu. Aku ijin sekolah karena kakekku meninggal dunia. Padahal semua orang tahu bahwa kamu pemalas, tapi masih saja aku percaya kamu bukanlah pemalas. Sebuah PR, menurut hematku pastilah kamu orang yang mengerjakan PR, karena bagiku kamu murid pintar.

Aku benar-benar tak punya ide apa yang ada dalam benakmu dan aku nggak mau memikirkannya. Aku ingin sedikit lebih mengetahuimu. Itu saja.

#np Hapus Aku - Nidji

"Ngapain kamu di sini?"
"Tentu saja beli makan." Jawabku. Waktu itu rambutku masih berbentuk seperti lonceng sebahu. Kamu pun tanpa seijinku, mendaratkan tangan di hidungku dan memitasnya keras sekali. Aku pun buru-buru balik muka menyembunyikan mukaku yang memerah. Agar kamu tak tahu sedikit pun tentang chemistry yang telah lama kusembunyikan darimu.

"Halo, gimana Pare?"
"Hai.. Libur masih lama ya. Gimana Bali?"
Di tengah konser entah Peterpan entah Nidji di Trikoyo yang ramai, kamu meneleponku dengan suara tak kedengeran saat liburan, untuk melepaskan kegalauan masalah cinta yang menderamu. Aku senang bisa sedikit membuatmu lega, itu saja. Di kemudian hari seseorang memberitahuku bahwa kamu baru saja putus cinta, aku pun sedikit menyayangkannya karena aku mengidolakan cara kamu menyukai seorang perempuan. Kalau kamu putus cinta, aku tak bisa melihatmu menjadi pria romantis. Kamu yang cuek padaku, bisa romantis begitu, aku menikmatinya waktu itu.

Ah iya, aku melihatmu di kejauhan bagaimana kamu menyayangi seseorang. Bagiku kamu romantis. Namun aku masih dalam ketidakpedulianku dan membiarkan semuanya terjadi apa adanya.

Sampai setahun kemudian aku masih menyimpan chemistry itu. Kulihat sekilas kamu jalan dengan kawan-kawan ke masjid untuk mendengarkan tausiah pre-UAN. Hilang-muncul-hilang-muncul di antara kerumunan. Kulihat kamu duduk bersandar di tiang masjid dengan sweater tipis coklat bergaris horizontal menutupi seragam sekolah. Kenapa kamu sangat mempesona? Kurang lebih begitulah pikirku.

Di perpisahan sekolah setelah kelulusan aku tidak sedih berpisah denganmu. Meskipun aku merindukan sosokmu setelah itu. Ternyata aku bukan perempuan yang mau berkata apa adanya. Aku masih menyimpan dan menyembunyikan chemistry itu. Aku optimis bahwa nanti akan mendapat sosok penggantimu di Jogja nanti, itu saja.

Di awal tahun perkuliahan, kamu di Jakarta, aku di Jogja. Kita sibuk dengan kehidupan masing-masing tanpa pernah mengirim pesan lagi. Aku menemukanmu di Facebook, lalu ingat kamu lagi. Ah anak ini, gimana kabarnya ya? Tanyaku dalam hati. Namun kamu masih dalam ketidakpedulianmu juga. Aku pun meninggalkanmu lagi begitu saja dalam memori, aku sibuk bermain dan berhubungan dengan para kolega baruku.

Di saat aku hampir menemukan sosok penggantimu, kamu datang, dengan kedekatan seperti sebelum kita berpisah dulu. Aneh. Kenapa kamu seperti itu? Kenapa kamu tidak melupakan bagaimana kamu bersikap di depanku? Kamu bertingkah seolah kita belum pernah berjarak setelah kelulusan dulu. Ah, kamu sungguh membingungkan.

Aku pun masih menjaga jarak denganmu ketika kamu datang, sejauh jarak yang pernah kuatur sejak pertama kamu menolakku dulu. Namun tak bisa kupungkiri bahwa kamu masih senyaman dulu, bahkan lebih nyaman dan hangat. Memori dan chemistry itu datang lagi. Setiap kali di dekatmu, aku mampu menenggelamkan segala chemistry yang lain.

Tiba-tiba saja kamu mengutarakan bahwa suatu saat kamu ingin hidup denganku dan kamu bertanya apakah aku bersedia. Anehnya aku tidak kaget dengan pertanyaanmu, tanpa berpikir panjang aku menjawab "mengapa tidak". Entah apa yang membiusku. Mungkin karena sudah cukup lama aku menunggumu. Kamu pria yang nyaman, pintar, dan romantis. Aku tak menemukan alasan untuk membuang chemistry itu selain memang aku tak bisa.

Sejak saat itu kita mengukir mimpi-mimpi baru kita bersama. Kehidupanku berjalan menyenangkan ketika bersamamu. Sampai sekarang, sampai detik ini, chemistry itu tetap terjaga, sedikit lebih kuat dan dinamis dari sebelum kita bersama. Aku bahagia dan merasa cukup ketika bersamamu, dan belum ada yang lebih membahagiakan dari itu selama ini.

Terimakasih telah datang kepadaku. Terimakasih telah menjelma menjadi pangeran seperti dalam impianku selama ini. Kamu lebih indah dari bayanganku sebelumnya.

2 komentar:

AmWid mengatakan...

Nihaaa....kisahmu bagus, so sweet :)) seperti yang kamu tulis di akhir, lebih indah dari bayangan sebelumnya ya :D

Nihaya mengatakan...

Hehehe.. iya Lia. Dia bisa kusebut rumah, rumahku surgaku. You'll know how it feels, someday :)