Jumat, 18 September 2015

Otokritik


Sebuah syair otokritik dari Mohamed Anis Chouchene, penyair Tunisia



Salam damai untuk anda semua...
dan atas kita kedamaian itu...
juga kepada kita kedamaian itu...

Salam damai bagi orang yang menyahut salam ini, juga bagi yang tidak menggubrisnya...
salam dengan nama tuhan yang Maha Damai, tuhan Allah yang disembah yang Maha Esa...
salam damai yang membimbing kita...
salam damai untuk bumi pertiwi...

Salam damai bagi yang bermusuhan secara terang-terangan, maupun diam-diam diantara kita...
salam damai teriring selalu diantara kita, terkhusus bagi mereka yang gemar mengemas dengan paksa, dan mengaku-aku
sedikit demi sedikit tanah kami, lalu mendudukinya, sementara kami hanya bisa terdiam dan menyerah begitu saja, juga 
menerimanya dengan suka rela, agar tidak ada keributan di dalamnya..

Seakan-akan, maaf, islam itu milik leluhur kami... tahukah kalian, kenapa kedamaian hijrah dari negeri kami? Tahukan kalian, kenapa yang menang justru kedzaliman? Dan kita mengatakan, bahwa kita masyarakat yang takut perbedaan..

Kata-kataku ini, saya yakin tidak akan membuat heran bagi kalian, atau sebagian dari kalian, aku tahu itu, tapi saya ingin katakan sekali lagi, bahwa kami adalah segelintir saja dari sekawanan domba...
kami masyarakat yang saat ini terjebak pada ketidaksaling pahaman...
tapi, kami masyarakat yang hidup berkoloni
kami masyarakat yang mengabsahkan keberanian dan mengklaim sebagai pembawa pemikiran plural...
kami masyarakat yang mengikuti ajaran kebinekaan dan mengklaim bahwa kita adalah masyrakat yang berbudaya...
tapi sungguh celaka, kami dipaksa menerima semua khurafat...
padahal menurut kami, menerima perbedaan tiada lain, kecuali perbedaan itu sendiri

Perbedaan warna kulit, sungguh telah mendiksriminasi kami...
perbedaan wajah, pemikiran, agama juga telah memojokkan kami...
bahkan, sampai permasalahan kelamin...
sehingga kami masih terus berupaya untuk sekuat tenaga, menghapus sekat-sekat diantara kami...
sesungguhnya kami sudah berusaha keras, tetapi kami selalu dilemahkan...

Bahkan kami adalah masyarakat yang dianggap tolol setolol-tololnya...
ya, kami memang masyarakat yang tolol..
kami sadar, karena kami gemar saling sikut, bermusuhan dan sering saling mencaci...
dan kami selalu berkutat pada kebodohan dan keterbelakangan
tetapi tidak ada seorangpun yang bertanggungjawab, baik dari mereka yang merasa berbudaya maupun tribal...

Sekarang dengarkan kata hati kami, bagi mereka yang mengklaim dirinya bagian dari orang-orang suci, atau yang mengikuti 
peradaban Barat secara buta, atau bagi yang selalu berteriak demi mewujudkan khilafah, yang berbentuk dinasti, agar semua perbedaan bisa lebur atas nama Tuhan..

Kami hadir disini, sekarang, dengan gegap gempita ini, ingin menjernihkan kembali sesuatu yang terdalam dari diri kita
dan mencoba untuk memantapkan spirit kita, kami juga mencoba untuk memantapkan spirit-spirit perbedaaan itu

Ini saya di depan kalian, dengan rambutku, dengan untain kalimatku, dengan pemikiranku, dan dengan segala keterbatasanku, saya tidak gentar menghadapi perbedaan kalian terhadapaku. Karena kalian adalah bagian dari diri saya, dan saya adalah bagian dari diri kalian.

Sekali lagi, kita ada disini, berkumpul bersama, demi sebuah harmoni, bergumul dalam kelemah-lembutan, mengelaborasi 
budaya tanpa menonjolkan keakuan kita, untuk mengangkat harkat yang luhur, dan menyingkirkan berbagai perbedaan, jenis kelamin, warna, dan agama. Karena kita tidak melihat apapun, selian diri kita adalah manusia.


source: Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri

Tidak ada komentar: