Senin, 18 April 2011

Catatan 17 April Malam

Aku berjalan, melintasi malam… 

sebenarnya ini tidak bisa disebut intisari karena terlalu panjang, jadi saya beri judul catatan. Inilah beberapa catatan saya dari acara Maiyah Mocopat Syafaat bersama Cak Nun di TKIT Kasihan, Bantul (21.00-23.59)
  • Menikmati dunia tapi jangan sampai memperistrinya (menjadikan dunia sebagai satu-satunya kecintaanmu) ~> kok mirip Rubaiyat Omar Khayyam yaa..hwehe
    Berlindung kita kepada Allah saat terlibat cinta primordial yang terlalu sempit, cinta dunia yang terlalu sangat.

  • Ulama itu merupakan Warasatul An Nabiy, berkewajiban melakukan da’wah khoir nahi munkar. Sedangkan Ulil Amri merupakan Warasatul Ar Rasul, berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Tapi sekarang, khususnya di negaeri ini yang ada malah keterbalikan-keterbalikan serta tumpang tindih peran. Presiden bertingkah seolah Ulama, sedangkan Ulama melarang ini melarang itu.

  • Majelis Ulama (Indonesia) harusnya dibagi sesuai bidang keahliannya masing-masing. Ada Ulama Politik, Ulama kesehatan, Ulama budaya (budayawan), Ulama teknik, dsb sehingga masing-masing dapat memaksimalkan peran namun tanpa sekularisasi dalam melaksanakan prosesnya.

  • Ulil Abshar, Ulin Nuha, Ulil Albab harus dibedakan!
    Ulil Abshar : Orang yang memiliki pandangan hati
    Ulin Nuha : Orang yang berakal
    Ulil Abab : Orang yang pandai berpikir.
  • Yang benar apakah ji, ro, lu, pat atau ji, ro, lu? Kalau menurut aturan Jawa yang benar yang mana? Ini ada keterkaitan dengan sejarah kepemimpinan NKRI. Indonesia selama ini telah dipimpin oleh empat presiden. Pertama, Soekarno. Kedua, Soeharto, Ketiga, Gus Dur. Keempat, SBY. Sedangkan Megawati dan Habibie hanyalah pengganti saja, jadi tidak termasuk hitungan karena mereka masih 1 periode dengan yang digantikan. Selama ini manusia berbudaya tidak jarang menggunakan ilmu titen dalam hidupnya. Ada perhitungan interval-interval tertentu, seperti hitungan waktu, ada Senin-Minggu, Januari-Desember, Pahing-Legi, dll. Barangkali rumus-rumus seperti ini berlaku juga bagi Indonesia sebagai Negara yang selama ini selalu gagal menjadi sebuah Negara.
    Sesuai rumus ji, ro, lu, pat tersebut, kita tahu kan kalau selama ini Indonesia selalu batal. Sudah 4 pemimpin, namun tak ada yang berhasil menjadikan Indonesia. Analoginya saat kita mananak nasi dari sebuah beras, beras tersebut selalu tidak menjadi nasi, yang salah siapa? Lha yang nanak nasi, dia tidak melakukan prosedurnya dengan benar kok. Begitu pula Indonesia ini, pengelolanya hanya bisa menjungkir-balikkan obyek olahan. Jadi, kita harus mau dan harus hijrah! Secara De Jure, Indonesia ini belum jadi, belum ada saat ini. Namun secara De Facto, okelah.. Indonesia ada.
  • Sampailah pada tema yang diangkat, yaitu Nahdlatul-Muhammadiyah (merupakan gabungan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah). Tak ada pretense apa pun di sini. Inisiatif pengadaan Nahdlatul-Muhammadiyah karena kegamangan masyarakat selama ini. Kebanyakan masyarakat tidak jelas, apakah mereka ikut NU atau Muhammadiyah atau hanya setengah-setengah. Kehadiran Nahdlatul-Muhammadiyah dimaksudkan untuk mengisi (bahasa Jawanya ndempul) lobang-lobang kekosongan yang ada pada diri masyarakat, tanpa berseberangan dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Jadi, Nahdlatul-Muhammadiyah tak perlu menyeluruh, seperti tak perlu manafsir Al-Qur’an karena menafsir Al-Qur’an itu tak bisa dilembagakan. Nahdlatul-Muhammadiyah mengikuti kebutuhan masyarakat, ndempul apa yang mereka bingungkan, meng-ijtihadi-nya supaya relevan dan komunikatif dengan kebutuhan masyarakat. Dakwah ala Kanjeng Nabi SAW adalah PR nomer 1 bagi Nahdlatul-Muhammadiyah. Dalam dakwah, ajaklah yang sesat kepada kebaikan, jangan mengajak yang sudah baik, supaya lebih efektif. Produknya adalah berupa, kebijakan, kebijaksanaan, kearifan, dll.
  •  Kita, punya hak untuk negosiasi dengan Allah, agar Tangan-Tangan Allah diperpanjang, agar Dia bersedia untuk berfirman dan berkehendak “Kun Faya Kun”. Karena Dia menciptakan anomali dalam hidup, Dia menciptakan pengecualian.
  • Allah mengejek orang-orang yang meratap-ratapi kekufuran gara-gara kelara-lara hatinya. Jadi sebaiknya bila ada kekufuran, tidak usah kita meratap-ratap, harus maju terus, bangkit kembali. Karena seluruh yang datang kepada kita bisa kita khalifahi, bisa kita selesaikan.
  • Ada yang bertanya kepada Cak Nun, berdasarkan ji, ro, lu, pat tadi, apakah tidak ada satu pun yang bisa ngliwet (mengelola dan menjadikan sebuah Indonesia) di sini? Kalau ada siapa? Maka Cak Nun menjawab : ada. Tentu saja ada. Kita semua bisa ngliwet. Tapi permasalhannya sekarang sedang dalam waktunya nggak bisa karena kita semua belum mau berubah. Lha bagaimana mau berubah? Wong kita ini selalu disikapi kalau mau berubah (wah jadi inget lirik lagu Hati Matahari… hihihi). Kini, kita diberi waktu 3 tahun untuk menjadikan nasi (Indonesia). Seperti sikap hidup para leluhur Jawa, Memayu Hayuning Bawono, ikut memelihara, menjaga dan melestarikan alam semesta ini.
  •  Cak Nun pun juga melontar kritik, menjadi Ulama jangan sampai sekuler. Perhatikan segala aspek, jangan memisahkan ilmu umum dengan ilmu agama.
  • Ada salah seorang yang bertanya kepada Cak Nun. “Untungnya apa Allah menciptakan kita? Padahal Allah tak butuh segala ibadah kita.” (waduh wis tau tak bahas karo mas Misbah 2 tahun lalu via email, hehehe) Kemudian Cak nun menjawab kurang lebih seperti ini, “pertanyaan ini kalau minta jawaban dari saya maka saya beri Anda tafsir saya, yang mungkin suatu waktu bisa berkembang lho ya.. saya tak mau menjawab seperti kebanyakan ulama menjawab yang seolah-olah mereka sekretaris Allah. Jawaban saya adalah karena Allah ingin mesra dengan kita. Maka dari itulah terkadang hal-hal-Nya ditunaikan secara tidak efektif oleh manusia. Jadi icon Allah itu Ar-rahman dan Ar-rahiim. Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Itulah mengapa saya katakana tadi, kita bisa bernegosiasi dengan-Nya. Manfaatkanlah icon Allah yang Ar-rahman dan Ar-rahiim, dengan catatan pakai cara yang benar dan pantas. Misalnya, kita sholat tidak khusyuk itu tidak dosa secara fiqh, tapi kalau nggak khusyuk kebangeten soalnya kita kan sedang bermesraan dengan Allah. Orang yang berdosa kok harus masuk neraka segala, itu karena soal kompatibilitas, sesuainya begitu. Karena ya logikanya orang yang bersalah itu harus dihukum, apalagi Dia Maha Adil. Jadi, orang hidup harus punya imajinasi, humor, atau kelakar. Lha Gusti Allah menciptakan segala sesuatu kadang lucu kok, tak bisa dinalar. Ini kita lakukan supaya hidup ada bumbunya. Dia ingin silaturrahmi, ingin dipuji… ya itu nggak apa-apa. Mengapa? Ya nanti silakan ditanyakan sendiri. Itu intinya.
  • Sejak Awal Allah sangat demokratis, kalau Dia mengatur, itu karena Dia ingin melindungi kita… Dia sayang kepada kita.
  • Kemerdekaan seharusnya jangan dijadikan tujuan, tetapi jadikan suatu ‘tools’ untuk kita bisa menentukan batas kita. Kita harus punya kesadaran batas. Dalam menggapai sesuatu jangan selalu memuncak, batasilah diri kita, agar kita bisa mencapai eternal dimension.
Yakinkah ku berdiri, di hampa tanpa tepi
Bolehkah aku mendengarmu
Terkubur dalam emosi, tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku merindukanmu

Terpurukku di sini, teraniaya sepi
Dan kutahu pasti kau menemani… yeah
Dalam hidupku, kesendirianku
...
(Sandaran Hati - Letto)

cont...

1 komentar:

dian_86 mengatakan...

makasih mba.,.,
telah memecahkan masalah ku dengan catatan mu ini...