Rabu, 04 November 2015

Merantau

Mungkin aku sudah bercerita tentang sedikit kehidupanku di rantau. Namun aku rasa, aku belum banyak bercerita tentang pentingnya “Merantau” menurutku. Aku pikir, aku sedang sangat bersyukur karena dalam hidupku, aku dibiarkan olehNya untuk merasakan kehidupan di rantau.

Flashback dulu..Menurut hematku, aku sudah menjadi seorang perantau sejak berumur 13 tahun. Waktu itu aku dengan keputusanku sendiri, memutuskan untuk meninggalkan rumah dan hidup bersama budhe, menemaninya di hari tuanya. Waktu itu aku diminta budhe untuk tinggal bersamanya selepas pakdhe meninggal. Aku tidak pernah pulang, pulang hanya 2 bulan sekali, dan itu pun hanya 2 hari Sabtu-Minggu saja di rumah. Aneh sekali, aku tidak merasa kangen dengan ayah, ibu, dan para kakakku. Aneh sekali, sekecil itu aku sudah betah hidup di luar rumah ayah-ibu yang surgawi itu, memilih untuk tinggal bersama orang tua yang aku tidak tahu karakternya bagaimana. Di tempat budhe, aku ditempa menjadi orang yang disiplin, rajin, dan relijius. Aku membiasakan diri hidup dengan budhe yang karakternya sangat kuat dan keras. Aku tidak merasa teraniaya, aku senang aku bisa menjadi demikian. Lalu, selang 1,5 tahun kemudian, aku pun memutuskan pulang. Aku pikir aku sudah cukup kenyang dengan kehidupan bersama budhe. Aku kembali ke rumah, tapi bukan karena aku kangen dengan rumah. Entahlah, aku hanya menuruti kata hati saja, bahwa aku harus pulang. Sewaktu SMA, aku pun memutuskan untuk tidak tinggal di rumah. Jadi, selama 3 tahun itu aku hidup di sebuah kos. Meskipun jarak rumah dan sekolah tidak begitu jauh, namun aku memilih untuk tidak tinggal di rumah. Pulang hanya ketika akhir pekan saja. Pun aku juga memutuskan untuk belajar bahasa Inggris di Kediri selama sebulan penuh, tinggal di asrama, bertemu dengan orang-orang dari berbagai suku. Aku sangat senang. Beberapa waktu kemudian, aku menyadari, ternyata orang tuaku semakin lama semakin bertambah umur saja, beruban di sana-sini. Aku memutuskan untuk selalu pulang, dimana pun aku berada. Aku memutuskan untuk harus bertemu dengan ayah-ibu sesering aku bisa. Namun begitu, aku tetap menjalani kehidupan rantauku. Ayah adalah orang yang senang anaknya merantau dan berkembang. Aku pikir, aku telah hidup sesuai dengan apa yang ayah mau. Ketika kuliah, aku hidup bersama kakakku yang karakternya pun juga sangat kuat, berkenalan dengan para koleganya yang beraneka ragam, dengan kehidupan sosial tingkat tinggi karena kakakku adalah seorang aktivis. Namun aku masih selalu pulang ke rumah bertemu dengan ayah ibu. Di masa kuliah S1, aku mengumpulkan semangat dan mimpi-mimpi untuk hidup di luar negeri. Kakakkulah yang benar-benar memberikanku banyak cerita, bahwa manusia perlu merantau. Kakak iparku yang pernah tinggal di banyak negara di luar negeri, sungguh menyarankanku untuk juga merasakan kehidupan di luar negeri, merantau, sejauh yang aku bisa. Setelah itu, aku bekerja dan melanjutkan kuliah lagi.

Di masa kehidupan S2 inilah aku merasa aku benar-benar merantau, full time. Tidak bisa pulang sesering aku mau. Namun demikian, di masa inilah aku benar-benar mengalami kehidupan yang sungguh sangat berbeda, yang membuatku selalu berpikir dan berpikir ulang, tentang untuk apa aku hidup, kehidupan seperti apa yang aku cari, mengapa orang lain seperti itu, mengapa aku seperti ini, dsb dsb. 

Aku merasakan dinamika pemikiran yang lebih fluktuatif daripada sebelum-sebelumnya, yang akhirnya membuatku berpikir, bahwa benar apa yang dikatakan orang: merantau membuat kita semakin mengenal asal muasal kita. Aku sangat setuju, anak muda perlu merantau untuk mengenal berbagai karakter orang, mengenal berbagai macam situasi dan lingkungan di luar zona nyaman, berdiskusi dengan banyak orang dari berbagai kalangan dan berbagai bidang ilmu, mengecilkan rasa takut dan mengembangkan keberanian.

Merantau membuat hidup kita sangat dinamis dengan setting cara berpikir yang sangat luas. Merantau membuat kita mudah memaklumi segala keanehan yang terjadi di dunia ini, yang kita akan memiliki argumen pribadi tentang segala keanehan tersebut, karena cara berpikir kita yang meluas itu. Cara berpikir kita yang luas sungguh sangat penting sebagai landasan dalam melakukan manajemen konflik. Kalian tahu, hidup di rantau membuatku dapat meneropong dan memetakan beberapa konflik yang ada di dunia ini, khususnya di Indonesia. Aku melihat, betapa banyak orang yang masih mudah diadu domba, betapa mudah orang-orang dipecah belah. Selain itu, merantau memberikan kita banyak ide dan landasan tentang apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Merantau dapat menyadarkan kita bahwasannya teori Relativitas itu sungguh sangat relevan bagi kehidupan manusia. Merantau dapat membuat kita mampu meredefinisi segala terminologi yang dibuat orang lain, yang mana kita mampu berpendapat sendiri tentang terminologi tersebut, sesuai standar kebenaran kita masing-masing. Merantau dapat menyadarkan kita tentang hakekat kehidupan yang sesungguhnya sejelas-jelasnya, meskipun tidak banyak perantau yang bisa meneruskan kesadaran ini dalam kehidupan praktisnya. Merantau membuat kita sadar, bahwa betapa berharganya kampung halaman kita, bahwa kita akan menemukan resonansi-resonansi kampung halaman kita di tempat-tempat tak terduga di dunia ini, yang membuat kita ingin segera pulang dan melakukan banyak hal di sana. Merantau mempertemukanku dengan kasih sayang (rahmat) Tuhan yang ternyata sungguh sangat luas sekali bagi segala ciptaanNya tanpa kecuali. Merantau tidak seperti hanya membaca buku (jendela dunia), merantau mempertemukan kita dengan kehidupan sebenarnya, bukan seperti cetakan tinta saja. Pun tidak seperti cetakan tinta dalam tulisanku ini, yang sebenarnya adalah lebih dari sekedar tulisan ini. Tulisan ini terlalu datar, tidak memiliki banyak rasa dan emosi, rasa sesungguhnya tidak dapat kuceritakan semuanya di sini. Oleh karena itu, aku setuju, setiap orang perlu merantau, untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan matang, dengan pemikiran yang sangat lapang.

Aku pikir aku belum menuliskan semuanya, tentang betapa pentingnya merantau menurutku. Tulisan di atas hanya mewakili sebagian kecil saja. Namun, aku akan melanjutkannya bila aku ingat, bahwa mengapa kita perlu merantau.

ditulis di Geert Groteplein
di tengah persiapan presentasi
pukul 13.32


Tidak ada komentar: