Mungkin aku sudah bercerita tentang sedikit kehidupanku di rantau.
Namun aku rasa, aku belum banyak bercerita tentang pentingnya “Merantau”
menurutku. Aku pikir, aku sedang sangat bersyukur karena dalam hidupku, aku
dibiarkan olehNya untuk merasakan kehidupan di rantau.
Flashback dulu..Menurut hematku, aku sudah menjadi seorang
perantau sejak berumur 13 tahun. Waktu itu aku dengan keputusanku sendiri,
memutuskan untuk meninggalkan rumah dan hidup bersama budhe, menemaninya di
hari tuanya. Waktu itu aku diminta budhe untuk tinggal bersamanya selepas
pakdhe meninggal. Aku tidak pernah pulang, pulang hanya 2 bulan sekali, dan itu
pun hanya 2 hari Sabtu-Minggu saja di rumah. Aneh sekali, aku tidak merasa
kangen dengan ayah, ibu, dan para kakakku. Aneh sekali, sekecil itu aku sudah
betah hidup di luar rumah ayah-ibu yang surgawi itu, memilih untuk tinggal
bersama orang tua yang aku tidak tahu karakternya bagaimana. Di tempat budhe,
aku ditempa menjadi orang yang disiplin, rajin, dan relijius. Aku membiasakan
diri hidup dengan budhe yang karakternya sangat kuat dan keras. Aku tidak
merasa teraniaya, aku senang aku bisa menjadi demikian. Lalu, selang 1,5 tahun
kemudian, aku pun memutuskan pulang. Aku pikir aku sudah cukup kenyang dengan
kehidupan bersama budhe. Aku kembali ke rumah, tapi bukan karena aku kangen
dengan rumah. Entahlah, aku hanya menuruti kata hati saja, bahwa aku harus
pulang. Sewaktu SMA, aku pun memutuskan untuk tidak tinggal di rumah. Jadi,
selama 3 tahun itu aku hidup di sebuah kos. Meskipun jarak rumah dan sekolah
tidak begitu jauh, namun aku memilih untuk tidak tinggal di rumah. Pulang hanya
ketika akhir pekan saja. Pun aku juga memutuskan untuk belajar bahasa Inggris
di Kediri selama sebulan penuh, tinggal di asrama, bertemu dengan orang-orang
dari berbagai suku. Aku sangat senang. Beberapa waktu kemudian, aku menyadari,
ternyata orang tuaku semakin lama semakin bertambah umur saja, beruban di
sana-sini. Aku memutuskan untuk selalu pulang, dimana pun aku berada. Aku
memutuskan untuk harus bertemu dengan ayah-ibu sesering aku bisa. Namun begitu,
aku tetap menjalani kehidupan rantauku. Ayah adalah orang yang senang anaknya
merantau dan berkembang. Aku pikir, aku telah hidup sesuai dengan apa yang ayah
mau. Ketika kuliah, aku hidup bersama kakakku yang karakternya pun juga sangat
kuat, berkenalan dengan para koleganya yang beraneka ragam, dengan kehidupan
sosial tingkat tinggi karena kakakku adalah seorang aktivis. Namun aku masih
selalu pulang ke rumah bertemu dengan ayah ibu. Di masa kuliah S1, aku
mengumpulkan semangat dan mimpi-mimpi untuk hidup di luar negeri. Kakakkulah
yang benar-benar memberikanku banyak cerita, bahwa manusia perlu merantau.
Kakak iparku yang pernah tinggal di banyak negara di luar negeri, sungguh
menyarankanku untuk juga merasakan kehidupan di luar negeri, merantau, sejauh
yang aku bisa. Setelah itu, aku bekerja dan melanjutkan kuliah lagi.
Di masa kehidupan S2 inilah aku merasa aku benar-benar merantau,
full time. Tidak bisa pulang sesering aku mau. Namun demikian, di masa inilah
aku benar-benar mengalami kehidupan yang sungguh sangat berbeda, yang membuatku
selalu berpikir dan berpikir ulang, tentang untuk apa aku hidup, kehidupan
seperti apa yang aku cari, mengapa orang lain seperti itu, mengapa aku seperti
ini, dsb dsb.
Aku merasakan dinamika pemikiran yang lebih fluktuatif daripada
sebelum-sebelumnya, yang akhirnya membuatku berpikir, bahwa benar apa yang
dikatakan orang: merantau membuat kita semakin mengenal asal muasal kita. Aku
sangat setuju, anak muda perlu merantau untuk mengenal berbagai karakter orang,
mengenal berbagai macam situasi dan lingkungan di luar zona nyaman, berdiskusi
dengan banyak orang dari berbagai kalangan dan berbagai bidang ilmu,
mengecilkan rasa takut dan mengembangkan keberanian.
Merantau membuat hidup kita sangat dinamis dengan setting cara
berpikir yang sangat luas. Merantau membuat kita mudah memaklumi segala
keanehan yang terjadi di dunia ini, yang kita akan memiliki argumen pribadi
tentang segala keanehan tersebut, karena cara berpikir kita yang meluas itu.
Cara berpikir kita yang luas sungguh sangat penting sebagai landasan dalam
melakukan manajemen konflik. Kalian tahu, hidup di rantau membuatku dapat
meneropong dan memetakan beberapa konflik yang ada di dunia ini, khususnya di
Indonesia. Aku melihat, betapa banyak orang yang masih mudah diadu domba,
betapa mudah orang-orang dipecah belah. Selain itu, merantau memberikan kita
banyak ide dan landasan tentang apa yang harus kita lakukan selanjutnya.
Merantau dapat menyadarkan kita bahwasannya teori Relativitas itu sungguh
sangat relevan bagi kehidupan manusia. Merantau dapat membuat kita mampu
meredefinisi segala terminologi yang dibuat orang lain, yang mana kita mampu
berpendapat sendiri tentang terminologi tersebut, sesuai standar kebenaran kita
masing-masing. Merantau dapat menyadarkan kita tentang hakekat kehidupan yang
sesungguhnya sejelas-jelasnya, meskipun tidak banyak perantau yang bisa
meneruskan kesadaran ini dalam kehidupan praktisnya. Merantau membuat kita
sadar, bahwa betapa berharganya kampung halaman kita, bahwa kita akan menemukan
resonansi-resonansi kampung halaman kita di tempat-tempat tak terduga di dunia
ini, yang membuat kita ingin segera pulang dan melakukan banyak hal di sana.
Merantau mempertemukanku dengan kasih sayang (rahmat) Tuhan yang ternyata
sungguh sangat luas sekali bagi segala ciptaanNya tanpa kecuali. Merantau tidak
seperti hanya membaca buku (jendela dunia), merantau mempertemukan kita dengan
kehidupan sebenarnya, bukan seperti cetakan tinta saja. Pun tidak seperti
cetakan tinta dalam tulisanku ini, yang sebenarnya adalah lebih dari sekedar
tulisan ini. Tulisan ini terlalu datar, tidak memiliki banyak rasa dan emosi,
rasa sesungguhnya tidak dapat kuceritakan semuanya di sini. Oleh karena itu, aku
setuju, setiap orang perlu merantau, untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa
dan matang, dengan pemikiran yang sangat lapang.
Aku pikir aku belum menuliskan semuanya, tentang betapa pentingnya
merantau menurutku. Tulisan di atas hanya mewakili sebagian kecil saja. Namun,
aku akan melanjutkannya bila aku ingat, bahwa mengapa kita perlu merantau.
ditulis di Geert Groteplein
di tengah persiapan presentasi
pukul 13.32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar