Kamis, 29 April 2010

"Ibu Penjual Lotek, terimakasih..."

Tadi siang aku, seperti biasa, beli lotek.

You know what ‘Lotek’ is ya? [It can be an indicator you are an Indonesian or NOT!]

Hmm tau nggak sih, aku punya kebiasaan, kalau pulang sebelum jam 2 siang, aku suka mampir warung buat beli lotek, ato kalau agak bosen ya ganti tahuketupat-lah agak sama-sama dikit.. hehe

Mereka itu adalah makanan kesukaanku. Sejak kapan? Sejak SMA sewaktu aku diajak Titis, temen sekos-an dulu, beli tuh makanan di deket Ekokapti Klaten bersinar sono. Wuuuh! Pertama kali merasakan, lezatnyaaaa makanan ini, bener-bener sugoi!

Setelah lulus SMA aku masih sering menyambangi Warung Ibu penjual lotek itu, yaa itung-itung nostalgia dewean sih, sambil menikmati jus alpokat dan pemandangan kota Klaten yang telah akan bertahun-tahun kutinggalkan.


Yang ingin aku ceritakan di sini, tadi aku beli loteknya di deket rumah, karena baru-baru ini ada yang jual di deket rumah. Sebenarnya nggak baru-baru ini, sudah lama warung itu ada. Tapi karena suatu hal, warungnya vakum beberapa bulan, vakumnya beberapa bulan yang lamaaa…

Biasanya aku beli itu, di deket kampus, kalau nggak di deket SD Percobaan kompleks UGM ya di Pogung Baru. Dan biasanya, warung yang sering aku kunjungi juga, ada di deket Gading Mas Pondok Pandanaran, cukup enak sih. Kenapa aku suka lotek? Karena menyukakan diri, aku kan jarang konsumsi sayuran ‘valid’ nih. Biasanya mbak Kalim di rumah kalau masak, sayurnya pasti mateng banget, jadi curiga, bisa-bisa aku kekurangan gizi… huehehehe piss! So, Lotek is the alternative for supplementing multivitamin.

Ini untuk pertama kalinya aku mengunjungi warung lotek ini, dan tadi itu nggak ada orang yang sedang membeli, jadi bisa langsung dibuatin sama Ibu penjualnya.

Pas aku dateng, ada seorang ibu keluar dari pintu rumah yang terbuka, dan nanya “beli apa mbak?”, spontan jawabku, “lotek satu bungkus, Bu…” (karena mbak Kalim bilang nggak suka lotek, aku jadi beli satu). Kemudian, anaknya keluar dari rumah, membantu ibunya ngebuat lotek, anak perempuan seumuranku.

Saat Sang Ibu menjajakan jualannya, aku jadi teringat ibuku di rumah… sekilas, sang ibu mirip ibuku di rumah. Cara berjalannya, bentuk raganya, pakai bandana penutup rambut kepala juga, dan umurnya kelihatannya nggak jauh beda dengan umur ibu. Kulit tangannnya sudah kelihatan keriput di sana-sini.

Baru kali ini aku bertemu ibu2 seumuran beliau jualan lotek. Biasanya yang jual lotek itu ibu2 yang umurnya 30 tahunan…

Aku jadi membayangkan, gimana ya andaikan beliau ibuku, ibuku jualan lotek di pinggir rumah. Aaah! Nggak bisa bayangin, mungkin aku nggak mau sekolah, mungkin aku bantu ibu jualan aja di rumah. Aku pasti nggak bakalan tega membiarkan ibu mencari nafkah sendiri seperti itu.

Ya, pantas saja, anak ibu penjual lotek tadi menemani ibu itu menjualkan jajanannya. Beberapa bulan kemarin, mungkin suaminya yang meninggal, karena ada layatan di rumah ibu itu.

Aduh, mana loteknya murah lagi, tadi satu bungkus Cuma Rp 3500,- dan sangat enak…

Harapanku, “5000 aja bu…, aku nggak apa-apa membayar segitu…” Karena tadi nggak ada yang beli selain aku.

Tapi ibu penjual lotek cuma memasang harga 3500… aku jadi pingin beli 2 tapi buat siapa…

Di jalan menuju rumah, aku teringat ibu itu tadi, dan bapak ibu di rumah, terutama ibuku.

Ya Allah… bantulah ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangganya, mudahkanlah ia…

Bantulah ayah mencari nafkah, dan tolonglah mereka untuk selalu sadar akan nikmat-Mu .

Terimakasih atas segala nikmat-Mu yang tiada hingga banyaknya ini, yang kesemuanya belum dapat hamba syukuri… sayangi Ayah Ibu di rumah, seperti mereka yang selalu menyayangi hamba.

Berikanlah nikmat sehat-Mu pada mereka berdua, selalu.

Aamiin ya Rabbal ‘alamiin

Tidak ada komentar: