Aku bukan orang yang pandai berkata-kata (pujangga…hahaha)
Aku juga bukan orang yang pandai menafsir kata (mu…fassirin J)
Disini aku hanya membuat batas, sebuah konsep simbolitas, tentang sesuatu yang sebenarnya tanpa batas ruang maupun waktu. Tentang sesuatu itu adalah tentang cinta. Namun dalam hal ini bukan berarti tulisan ini adalah saklek pengertian mengenai hakikatnya. Namanya juga cinta itu adalah sesuatu tanpa batas. Disini aku hanya mebuat batas karena manusia itu jarang mengerti dan menerima sesuatu yang tanpa batas. Termasuk aku ini. Manusia itu hidupnya dipenuhi simbol-simbol. Dirinya saja adalah suatu symbol, apanya?, jasadnya. Dan dari tulisan ini pula, mungkin bagi sebagian orang (atau mungkin bahkan semua orang ya…?) akan menganggapku bodoh, ngapain tho membicarakan cinta? Basi kali, nggak ada kerjaan lain po? Semua orang membicarakan cinta yang anggak ada habisnya, ngapain aku (secara, Niha gitu loh :D) ikut-ikutan disibukkan karenanya. Tapi, diakui maupun tidak, aku memang orang layaknya orang lain, biasa saja. Dan bukan aku namanya kalau nggak bodoh.
Bagaimanakah? Begini, sederhana saja.
Cinta itu anugerah. Aku nggak setuju sekali bila ada yang menganggap dan mempunyai pegangan bahwa cinta itu pembodohan, sebuah permainan tanpa makna berarti, dekaka. Kalau boleh aku katakan, itu mungkin karena pengaruh dan intuisi cinta yang beredar pada zaman ini, yang notabene menyesatkan, itu sangat kuat menghunjam dalam otak dan pikirannya (bukan hati loh)…hehehe piss! Terkadang (atau sering malah) konsep yang ditawarkan hati dan pikiran itu saling kontra dan bertarung. Namun, hanya orang cerdas yang mampu meluluhkan dan mensinergiskan apa yang ada di dalam keduanya.
Cinta itu anugerah, bagaimana tidak, dalam tiap sel kehidupan dunia ini saja dipenuhi cinta. Ia bagaikan ruh yang menyusup lembut berseri-seri, yang apabila dia telah sampai pada target labuhnya maka dia akan menjadi kekuatan yang tak tertandingi kehebatannya, kedahsyatannya. Entah mengapa, aku setuju-setuju saja pada kata-kata jadul “Cinta itu membikin buta”. Namun kiranya perlu ditambahkan, buta seperti apa? Buta karena nafsu, iya bagi orang yang tidak mampu mengendalikan pikiran dan hatinya yang sedang bertarung habis-habisan. Sehingga hati yang dulunya bersih dan diisi murni oleh kekuatan cinta itu menjadi kalah, berkarat, dan terkotori oleh pikiran-pikiran yang sesat karena pengaruh setan yang kian menggila. Lain halnya bila itu terjadi pada manusia yang cerdas, maka cinta, tentu akan kembali pada hakikat aslinya, yang sebenar-benarnya.
Aku pernah membaca referensi, bahwa cinta yang sebenarnya itu ada pada zat Tuhan tanpa diketahui ‘bagaimana’ ianya dan tidak dapat ditakwil dan kekhusukkan ini tidak dapat dimilikki oleh makhluk mana pun. Itulah salah satu penjelasan bahwa Tuhan itu memanglah Esa.
Mengenai konsep cinta yang terjadi pada alam semesta dan seluruh makhluk-Nya ini, menurutku hal itu bisa dijelaskan dengan konsep ‘manunggal’ atau ‘nyawiji’ dengan Allah.
Dan… sebentar, mari break dulu yuh………….
Lanjut lagi, kalau kata bang dida (karena ilmu saya terlalu minimalis, jadi belum berani berkonsep), salah seorang guru saya, Nyawiji itu -mungkin- penyaksian yang teramat, atau terbukanya hijab sehingga terlihat semua yang tidak terlihat oleh mata awam. (Bukan secara dzati luh...)
Nyawijining kawulo-gusti mungkin cuma istilah, aslinya ya orang yang terlalu mahabbah kepada Allah, sebagai Tuhan.
Dan bagi orang awam seperti saiya, itu sungguh rumit, seperti memikirkan angka selain 0-9.
Cinta…oh cinta…memang sungguh rumit dirumuskan, tak terbatas ruang dan waktu, terkadang hilang dalam awasnya panca indra…
Buat pembaca yang budiman (bukan pakdiman, :))) mohon koreksinya,
Tararengkyu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar