Selasa, 26 Januari 2010

Vacation Part 2 "At Semarang"

Setelah turun dari bus, aku menyaksikan Semarang menyambutku dengan udara dan kondisinya yang khas seperti yang tengah terasa bertahun-tahun lalu ketika aku kerap tinggal di sini. Kesanku tentang Semarang adalah kota yang seharusnya menjadi desa yang sungguh luas namun dipaksa untuk dijadikan sebuah kota. Bukan hanya kota, ibukota malah. Gimana nggak, lihat ya disini itu, ketika engkau bertolak dari Banyumanik dan menuju pusat kota, misalnya di daerah Simpanglima sono maka jalan yang dilalui adalah turun, turun, dan turun. Tak heran kalau aku sering mendapat kabar kalau Semarang sedang kebanjiran atau longsor. Gesture tanahnya naik turun, padahal tak kutemukan panorama gunung. Namun, kutemukan tanah-tanah berbukit-bukit seperti pegunungan yang telah disulap menjadi tanah aspal dan berpenghuni ramai. Aku pernah membaca, di salah satu bukit itu bertenggerlah candi-candi peninggalan leluhur, yang menarik bila dijadikan asset pariwisata.


Simpang Lima dari Citraland

Lihat juga ya, silakan traveling pada malam hari meretas Salatiga sampai Tugu Muda. Maka yang kalian lihat adalah panorama luar biasa berupa kerlipan beribu-ribu lampu dari bukit-bukit berpenghuni ramai tadi. Sepanjang kanan kiri jalan deh pokoknya. Bagai melihat bintang-bintang nempel di kulit bumi. Apalagi bila melewati tol, kesan menakjubkan akan sangat terasa bagi mereka yang gemar memaknai segala sesuatu, salah satunya adalah bahwa betapa kecilnya manusia itu. Hal ini mungkin sama layaknya memandang kota lewat menara tertinggi di Masjid Agung Jawa Tengah. Gelap yang penuh dengan kerlipan cahaya. Beritau aku, dimana dijumpai hal seperti ini selain di Semarang? Kalau pun ada mungkin tak akan seindah kesan pertama seperti di Semarang, bagiku. Hehe… Itulah yang ayah perlihatkan padaku dulu, sebagai hadiah ulang tahunku yang keempat, ketika long term memory-ku mulai bekerja maksimal. Dan aku menikmatinya.

Selanjutnya, saat aku di Semarang, Dewi Fortuna sedang tertawa hebat. Gimana nggak, aku datang di saat yang sangat tepat. Musim dingin tanpa hujan di sini adalah hal yang sangat mahal. Kata kawanku, sehari-hari kalau nggak panas yang mendera-dera maka hujan sehari-harilah yang ada. Ketika aku di sini, tak panas pun juga tak hujan. Membuatku betah berlama-lama tinggal. Karena suasananya sangat mendukungku untuk hunting all things new maka aku sangat berminat sekali naik angkot. Jadi selama lima hari itu aku jarang sekali memakai kendaraan pribadi. Paling cuma pas ke kampus UNDIP itu saja. Aku memilih naik angkot karena sangat bermimpi akan kehidupan orang-orang di Negeri Matahari Terbit sono yang hidupnya gandrung akan budaya jalan kaki, naik kereta, maupun naik bus. Jadilah akhirnya aku mau bersusah-susah ria. Maka dalam keadaan sesusah apa pun, tetap kulontarkan senyum pada dunia, karena aku telah memilihnya. Haha… dan hasilnya adalah “ternyata hidup seperti itu menyenangkan, kalau dinikmati. Dan walau kamu tersesat, you’ll always find your way back home!!”. Jadi tak usah takut pada sebuah perjalanan, karena tanpa perjalanan kau tak akan terantarkan kemana-mana menjelajahi hidupmu. Asal berbekal perhitungan-perhitungan yang matang yang bisa kau pikirkan dengan otakmu. Karena sesuatu itu terjadi bukan tanpa alasan dan bukan pula karena kebetulan. Let’s try…!!!

Tidak ada komentar: