Minggu, 15 November 2009

RUMPUT -by SDD-

/1/

Rumput kupanggil rumput sebab ia harus rumput. Kau ingat atau lupa, kau berharap atau putus asa, ia rumput. Tidak boleh aur atau bambu. Seandainya tidak kau ambil jalan ini dan kulalui jalan yang satu lagi mungkin tak akan kupanggil rumput. Jangan katakan itu. Tak kupanggil aur sebab tak kauharap; tak kaupanggil bambu sebab tak kauingat. Tapi kaupanggil rumput sebab ia harus rumput.

Ia tidak memanggilmu sebab kau bukan. Kau bukan oleh sebab itu tidak dipanggil. Kau memanggil rumput seperti memanggil siapa. Padahal siapa tak pernah kaukenal, tak pernah kau jumpa, tak pernah kau bantu kelahirannya. Seandainya tidak kuambil jalan ini. Jangan katakan itu. Sebab kau tidak bisa tawar menawar dengan masa lampau. Dan tak pernah boleh menyebut apa pun yang sudah pernah kau jalani, atau tidak pernah kau jalani, sebagai nanti. Sebagai bayangan dirimu sendiri.

Kau hanya boleh berdiri disamping rumput, di tepi jalan yang rebah di hadapanmu; apakah kau masih ingin memanggil rumput sebagai aur atau bamboo dan merasa tenteram sebab telah melaksanakan suatu hal yang mungkin tidak bias kau pahami terjadi? Ke utara atau ke selatan jalan ini? Seandainya kulalui jalan yang satu lagi, jangan pernah mengucapkan itu sama sekali. Kalau yang kau panggil rumput memang harus rumput, ambil saja jalan yang menjulur di depanmu dan lanjutkan saja kehendak (kehendak?) yang telah melemparkanmu kemari. Sekarang ini.

/5/

Apakah aku berjalan sendiri saja, di jalan yang penuh kelokan, yang dipinggirnya ada rumput, yang di atasnya dijaga matahari? Jangan ucapkan. Apakah sebenarnya makna pertanyaan jika bukan demi pertanyaan itu sendiri, dan bukan untuk suatu jawaban? Tidak akan pernah ada jawaban untuk pertanyaan selain pertanyaan itu sendiri. Dan jika mengajukan pertanyaan atau menawarkan jawaban, kau pun akan terbakar dalam warna rumput. Pertanyaan adalah hasrat untuk meloloskan diri dari kelokan tajam, pertanyaan adalah taruhan bagi kehendak yang terus menerus hanya dibayangkan. Pertanyaan selalu kembali lagi ke pertanyaan. Yang jawabannya tersembunyi rapi dalam pertanyaan.

Tidak ada apa pun selain kulitmu yang mulai keriput, matamu yang semakin kabur, gendang telingamu yang tak lagi lentur. Apakah kau masih juga bersitahan menyanyikan masa kanak-kanak yang mengharamkan pertanyaan, yang seluruhnya merupakan jawaban? Yang bersahabat dengan rumput? Di kelokan berikutnya kau ingat lagi pertanyaan yang mungkin pernah kauucapkan.

/6/

Rumput kau panggil rumput sebab ia harus rumput, dan bukan jalan, bukan kelokan. Rumput menjadi rumput karena ia berada di pinggir jalan, dikutuk untuk menunggumu lewat agar kausebut rumput. Ia belum rumput sebelum kausebut rumput. Ia tidak rumput seandainya kau memanggilnya burung atau kijang. Dan kau telah menahbiskannya sebagai rumput. Jadi ia harus rumput.

Ia tak akan pernah melupakanmu, yang telah memanggilnya rumput sambil bertanya dalm hati kenapa ia rumput, dan bukan aur atau bambu. Ia sangat sayang padamu tetapi jangan kau ajukan pertanyaan apa pun. Karena kau tak ingin kembali sebab memang tak bisa kembali, karena kau bukan rumput bukan burung bukan kijang, karena kau bukan lagi dirimu sendiri –kau benamkan topi ke kepalamu, dalam-dalam, tanpa mempertanyakan matahari. Karena kau tak tahu jalan pulang sebab memang tak berumah, karena kau tak tahu mesti kemana sebab memang tak pernah ada yang memahami akhir –kau pun tidak bergegas, berbelok disetiap kelokan sambil mengingat-ingat bahwa tak perlu lagi ada yang ditanyakan.

Aku pikir sajak ini sesuai dengan filosofis yang baru-baru ini kutemukan ada dalam aku . bahwa sebenarnya kepastian itu berawal dari sebuah kepercayaan, rasa percaya. Seperti “Yang kamu lihat itu adalah sebuah rumput. Tetapi apakah kamu percaya bahwa itu rumput?”. Jawabannya apa? Jawabannya adalah sebenarnya kamu tinggal mempercayai saja bahwa itu rumput. Selebihnya sudah selesai, tak perlu ada yang ditanyakan lagi. Ingatkah kau pada pepatah, “Satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian”. Namun kita hidup perlu sebuah kepastian bukan? Maka, aku piker. Kepastian itu berawal dari sebuah kepercayaan.

2 komentar:

secangkir teh dan sekerat roti mengatakan...

rumput memang selalu ada di tepi jalan, tapi mengapa rumput ada dihalaman rumah?
rumput satu, rumput dua, tiga... tetap saja ia menepi dan sendiri..
rumput pasti bergolak, tapi ia tidak pasti untuk menguncupkan sebuah bunga...


alah!
salam kenal yo..
dapet link dari kawanmu nih, ERDI, hahah!

Nihaya mengatakan...

ya tidak pasti, tergantung jenisnya..he

Owh, kawan Erdi ternyata...hmm
Salam Blogger!! hehe