Minggu, 19 Juli 2009

One of My Friday on July

Ini adalah kejadian hari jum’at tanggal 17 Juli kemarin. Tebak deh , kira-kira aku mau cerita apa ya? Di bawah ini ada paragraf-paragraf rahasia, yang kuhadiahkan untukmu semua, sebagai bingkisan liburan! Silakan dinikmati, jarang-jarang lho aku ngasih hadiah kaya gini..hehehe enjoy on.

Ceritanya, hari itu ada rencana untuk ngampus, karena ya memang ada keperluan. Kalau nggak ada hal yang penting, nggak bakal deh aku sekonyong-konyong mau dolan ke kampus liburan gini. Entah kenapa aura kampus berpotensi membuat kepalaku terasa berat, leher pegel-pegel, pasang tampang muka serius (waaah bukan aku banget! Beneran) yang bikin capek kening mata, serta harus siap setiap saat mendapat tugas yang hwooooaaaam mallessss buat dipikir dan digarap.

-(Wah kok aku malah buka kartu gini. Jadi ketahuan kan aku mahasiswa kaya apa…. Kesannya kok nggak bersyukur banget, nggak ikhlas banget, ato apalah. Tapi teman-teman, itu hanya sebagian kecil masalah, masih bisa aku atasi! Kiranya nggak hanya aku, ada banyak teman-teman sekampus lain yang bahkan mempunyai kesan yang lebih mengerikan. Yang penting nggak banyak keluhan, one of the solution.)-

Nah, selanjutnya. Hari itu agenda pertama adalah untuk membawakan handout Farmakognosi dan Biokimia bagi salah seorang senior yang kebetulan sedang akan remed mata kuliah tersebut. Maklum, pinjam meminjam handout gini sudah biasa di kalangan kami. Aku juga suka minjem handout punya teman sih sebenarnya, tapi biasanya pada waktu semingu menjelang UTS atau UAS doank. Buat dibaca-baca seperlunya, malah sok kadang cuma pinjem aja nggak tak baca, hla wong waktunya aja mepet banget. Mana ada handout setebal masing-masing 400 sampai 600an halaman kelar dalam waktu seharian. No way! Sulit dimengerti lagi bahasanya, apalagi yang versi UK atau Netherland…wuyh sangarrr aku kalau sampai ngedonk. Dan senior yang sedang pinjem handout ini adalah contohnya. Malahan dia minjemnya dua hari sebelum ujian. Tarohan pasti the hand out would be just the next friends of the head in bed…hahaha dasar. Setelah aku bertemu sang senior di sekre BEM dan menyerahkan pesenannya kami pun ngobrol barang sebentar sambil nunggu pak bendahara datang membawakan LPJ buatku yang tumben katanya sudah beres dengan bagus (Siiippo! Biasanya kerjaanku selalu ditolak dengan alasan nggak pernah perfect. Teorinya, jadi bendahara harus jual mahal kalau mau slamet. Mmmh teori engkong siapa tuh!).

Lalu agenda kedua adalah refresh aura kampus dalam otakku sebentar, ngenet-online-atau apalah itu namanya. Kupilih perpus sebagai setting. Sepi, pada pulang kampuang sih. Wah nggak enak bener. Kok aku lebih suka kalau perpus ramai ya daripada sepi. Mungkin karena aku suka mengamati orang-orang pada ribut sok sibuk kali ya, rasanya gembira sekali. Biasanya aku ikut-ikutan hanyut dalam arus sok sibuk tersebut. Berlagak nyari-nyari buku tebal, lalu membukanya di tengah meja nan panjang dan mendiskusikan isinya dengan teman-teman. Waaauw, berasa jadi mahasiswa sejati!! Hahah obsesi seperti apakah itu? Hmmm. Aku berkawan dunia maya kira-kira dua jam-an nyari tugas yang belum kelar, food supplement, dan mengirimkannya ke Kadep lewat surat elektronik. Selesailah satu beban, tinggal dua. Sebenarnya mau aku selesaikan hari itu juga, tapi ternyata aku nggak ketemu partner di kampus. What to be done. Keluar dari perpus jam 11-an karena diusir oleh penjaganya pake bell berdering dengan alasan waktunya jumatan. Wah… kampus memang benar-benar sepi. Aku nggak pernah suka kampus farmasi yang selalu sepi. Nggak libur, nggak masuk, nggak pagi, nggak siang. Sepi adalah kesan tersering yang hinggap di otakku. Mari aku beri tahu alasannya, yaitu karena civitas akademikanya hanya sibuk di dalam ruangan. Kalau nggak di kelas ya di laboratorium, dari pagi sampai sore, dari senin sampai jumat, dan bergilir. Buanyak kendaraan yang parkir namun nggak ada orang di halaman, serasa di telan udara deh. Selain sepi mungkin angker adalah kata yang tepat. :p Nggak kayak di MIPA, teknik, atau kampus Bulaksumur yang selalu ramai, paling nggak ada beberapa oranglah di halaman. Lha farmasi paling cuma satu atau dua orang yang kalau aku lihat biasanya sedang melangkah buru-buru kebirit masuk ruangan…hhhh. Weirdo, maybe just like me ya.

Lalu aku cabut dari kampus ngacir ke fotokopian langganan dekat selokan mataram, murah soalnya. Fotokopian yang lain biasanya kejam kalau ngasih harga. Hidup di kota besar walau nggak sebesar Jakarta harus pinter-pinter milih toko biar uang di dompet nggak cepat hilang ditelan kebutuhan. Nah di fotokopian itu aku membukukan bahan kuliah dari para dosen semester II yang kalau diukur tebalnya sudah mencapai 10-15 cm. Sebelumnya berantakan banget tercecer di kamarku, bikin kakakku teriak-teriak tiap pagi. Akhirnya setelah dijilid pake kertas warna-warni, rapi juga tampilannya. Good girl… hehe.

Sampailah pada hal konyol cerita. Langsung saja, sehabis dari fotokopian tadi aku pergi ke perpustakaan pusat buat pinjem buku Pram berjudul Bumi Menangis (sudah lama pingin aku baca… L tapi nggak pernah jadi). Buku kayak gitu kan nggak mungkin ada di perpus farmasi. Nah di pos satpam aku tanya Pak satpam apakah kalau jam-jam jumatan gini perpus tutup? Pak satpam-nya bingung. Aku pikir nggak dengar suaraku kali ya, mungkin terlalu pelan. Aku ulangi lebih keras pertanyaanku. Pak satpamnya tambah bingung, malah menawari aku masjid buat ikut jumatan! “Haduuu…bukan itu maksudku Pak”, I said. Lantas pak Satpamnya memanggil dua satpam lain. Dan akhirnya aku mengulang pertanyaan yang sama. Parah! Ketiga satpam itu itu pun juga nggak ngedonk sama pertanyaanku. Heemmm…sabaaaar. Lantas aku mengubah pola kalimatku supaya lebih terang seterang matahari kala siang itu, dengan mengganti kata ‘perpus’ dengan kata ‘perpus pusat’. Dan apakah yang terjadi? You all can imagine the scene. Let me tell you that, Pak satpam bilang bahwa aku sedang berada di kampus kedokteran hewan! You know, kedokteran hewan! Oh oh oh dan ternyata perpus pusat ada di gedung sebelah. Duh, rasanya pingin langsung ber-disapparate saja waktu itu…mati gaya dah aku, gimana mau nyembunyiin muka coba?? Untung aku masih sadar, sehingga aku masih sanggup mengambil gaya yang tersisa di otakku untuk aku pentaskan di panggung drama kekonyolan yaitu di depan ketiga satpam, acting deh aku… ya biar kagak malu banget-bangetlah setidaknya. Dan waw! Ternyata ada penonton lain, seorang mahasiswa. Selamat! Semakin banyak penonton semakin cihuuuui! Tampang mahasiswa itu terlihat benar-benar membahasakan kalau, “ Masak mahasiswa UGM kagak tau perpus sendiri dimana?? Yang benar aja! Parah banget sih…” dan kubalas dengan tatapan, “Siapa suruh, gedung kampus kok sama kaya gedung perpus! Nggak kreatif banget sih. Nggak ada gaya lain po? kaya miskin arsitek aja.

Akhirnya aku mengurungkan niat untuk meminjam buku Pram. Trauma. Jangan-jangan nanti aku salah masuk gedung lagi, gedung MIPA Selatan (Milan) adalah salah satu gedung lain yang punya gaya eksterior dan interior sama dengan gedung perpus pusat. Kagak mau aku malu lagi. Benar-benar nasib. Tungguin aku ya Pak Pram, bukumu pasti berhasil takbaca… suatu saat nanti.

2 komentar:

Mesba mengatakan...

Trim's hadiahnya, jarang2 kamu ngasih hadiah, hahahaha.
but, lucu juga, jadi pingin ketawa terus pas baca paragrap bagian terakhir itu tu, peristiwa dagelan ma pak Satpam. kakaka. eniwe nais pos dech.
Eh, emang ada ya bukunya Pram yang judulnya "Bumi Menangis"?? setahuku sih "Bumi Manusia." jangan-jangan kamu lagi ndagel lagi ya.. ckckck. he3.

Nihaya mengatakan...

Huauahaahahaa…!
Iya bener mas ..untuung aja aku nggak jadi ngapelin perpus jumat itu ya.
Kalau jadi, makan ati berkali-kali dah aku…ahaha
Soalnya ntar mbak penjaga perpusnya bakal bingung2 nyari buku Bumi Menangis..malu lagi deh aku.
Ckckck mahasiswa ijo yon ngene iki..hehe

Sebenarnya ini ide mbak lika buat baca buku2nya Pram, Cuma modal kagum sih sebenernya.
Yang aku udah baca itu Cerita Dari Blora, trus dikasih referensi lain yang menurutnya patut harus dibaca para pemuda Indonesia.hehe, ya Bumi Manusia itu. Kayae ada 5 jilid ya kalu nggak salah. Hmm

Tapi thx yak mas, moga menghibur. :D