Sabtu, 05 April 2014

Frame



Yang namanya Kerja Keras itu ya berarti bekerja dengan keras. Sudah aturan umum. Dan aku malas membuat aturan sendiri. Kalau bekerja dengan santai ya Kerja Santai. Jangan dibolak-balik. Kamu bilang kamu sedang bekerja dengan senang hati, berarti ya bukan Kerja Keras namanya. Kamu bilang kamu sedang bekerja dengan penuh ‘rasa’ pengorbanan dan kesulitan tinggi, berarti memang kamu sedang Kerja Keras. Mengapa di dunia ini Kerja Keras lebih populer daripada Kerja Santai atau Kerja Bahagia? Ya karena manusia diciptakan dengan  segala keterbatasan, karena yang namanya ‘kerja’ itu nggak mudah dan harus dengan cara. Cara ada dengan dipikirkan dan diciptakan oleh manusia dengan tidak instan. Berapa kali kutuliskan hal seperti ini di sini? Ada orang tak paham-paham juga.

Meskipun, ini tentang hal yang relatif. Jadi bila kamu tak merasa dan tak sependapat denganku, terserah. Ini pemikiranku. Bagiku, hanya orang yang sedang merasa sukses yang bisa berkata dengan sungguh-sungguh berlandaskan fakta bahwa “kamu hanya perlu percaya saja bahwa kamu mampu meraihnya”. Ketika kamu masih berada di tengah jalan, sesungguhnya, ketidakpastian adalah hal yang merajai dirimu, karena tak ada fakta dalam dirimu. Tidak mungkin tidak. Orang bilang, ketidakpastian memang sengaja diciptakan Tuhan untuk manusia. Rasa khawatir memang sengaja diciptakan Tuhan untuk manusia atas dasar kasih sayangNya. Tak mungkinlah aku mengingkari hal itu, mengingkari bahwa aku juga ada rasa khawatir, setiap saat, setiap waktu ketika sedang hidup di dunia, tentu saja.

Aku memberi tanda kutip dan garis bawah pada kalimat salah seorang kawanku suatu kali bahwa: "Aku baru sempat mengusahakan satu saja selama 6 bulan terakhir ini. Satu saja sungguh menyita pikiran, tenaga, dan finansialku. Apalagi dua atau tiga. Aku belum sanggup. Sekarang aku masih harus fokus pada yang satu ini. Karena mulai saat ini pekerjaan sampinganku juga membutuhkan tenaga dan pikiran juga. Aku tak ingin mengecewakan orang-orang di sekitarku". Aku tidak menginterupsi sama sekali pernyataan kawanku itu. I had no objection. Karena aku bukan dia, aku tak merasakan jadi dia. Aku hanya mengangguk dan berusaha paham pada pilihannya. Meskipun dalam perspektifku, dia orang yang hebat. Dalam perspektifku, dia bisa mengusahakan 2-3 buah dalam sekali waktu, bukan cuma satu. Betapa tidak? aku yang memiliki spesifikasi lebih rendah darinya saja bisa mengusahakan dua sekaligus. Namun dia memilih satu saja.

Jadi kalau ada yang memaksamu dengan kasar bahwa kamu seharusnya sekarang sudah  ini dan itu, tinggalkan saja. Ia tak mengerti dan tak paham pada proses. Orang itu tidak pernah berjalan atau berlari dengan sepatumu, kan? Dia tak mengerti rasanya jadi kamu, tak mengerti apa yang kamu pikirkan dan lakukan setiap detik, tak mengerti kamu sudah dan sedang sampai mana, tak mengerti jiwamu sedang butuh apa. Tinggalkan saja.

Tidak ada komentar: