Yang namanya Kerja
Keras itu ya berarti bekerja dengan keras. Sudah aturan umum. Dan aku malas
membuat aturan sendiri. Kalau bekerja dengan santai ya Kerja Santai. Jangan dibolak-balik.
Kamu bilang kamu sedang bekerja dengan senang hati, berarti ya bukan Kerja
Keras namanya. Kamu bilang kamu sedang bekerja dengan penuh ‘rasa’ pengorbanan
dan kesulitan tinggi, berarti memang kamu sedang Kerja Keras. Mengapa di dunia
ini Kerja Keras lebih populer daripada Kerja Santai atau Kerja Bahagia? Ya karena
manusia diciptakan dengan segala
keterbatasan, karena yang namanya ‘kerja’ itu nggak mudah dan harus dengan
cara. Cara ada dengan dipikirkan dan diciptakan oleh manusia dengan tidak
instan. Berapa kali kutuliskan hal seperti ini di sini? Ada orang tak
paham-paham juga.
Meskipun, ini
tentang hal yang relatif. Jadi bila kamu tak merasa dan tak sependapat
denganku, terserah. Ini pemikiranku. Bagiku, hanya orang yang sedang merasa
sukses yang bisa berkata dengan sungguh-sungguh berlandaskan fakta bahwa “kamu
hanya perlu percaya saja bahwa kamu mampu meraihnya”. Ketika kamu masih berada
di tengah jalan, sesungguhnya, ketidakpastian adalah hal yang merajai dirimu,
karena tak ada fakta dalam dirimu. Tidak mungkin tidak. Orang bilang,
ketidakpastian memang sengaja diciptakan Tuhan untuk manusia. Rasa khawatir
memang sengaja diciptakan Tuhan untuk manusia atas dasar kasih sayangNya. Tak mungkinlah
aku mengingkari hal itu, mengingkari bahwa aku juga ada rasa khawatir, setiap
saat, setiap waktu ketika sedang hidup di dunia, tentu saja.
Aku memberi tanda kutip dan garis bawah pada kalimat salah seorang kawanku suatu kali bahwa: "Aku baru sempat mengusahakan satu saja selama 6 bulan terakhir ini. Satu saja sungguh menyita pikiran, tenaga, dan finansialku. Apalagi dua atau tiga. Aku belum sanggup. Sekarang aku masih harus fokus pada yang satu ini. Karena mulai saat ini pekerjaan sampinganku juga membutuhkan tenaga dan pikiran juga. Aku tak ingin mengecewakan orang-orang di sekitarku". Aku tidak menginterupsi sama sekali pernyataan kawanku itu. I had no objection. Karena aku bukan dia, aku tak merasakan jadi dia. Aku hanya mengangguk dan berusaha paham pada pilihannya. Meskipun dalam perspektifku, dia orang yang hebat. Dalam perspektifku, dia bisa mengusahakan 2-3 buah dalam sekali waktu, bukan cuma satu. Betapa tidak? aku yang memiliki spesifikasi lebih rendah darinya saja bisa mengusahakan dua sekaligus. Namun dia memilih satu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar