Minggu, 18 Oktober 2009

The Bronchoconstriction

Akhir-akhir ini mungkin halaman ini akan terisi tulisan-tulisan tanpa dogma baru dariku. Yang berarti mungkin nggak terlalu penting untuk dibaca. Tapi apalah itu bagiku aku hanya ingin menulis. Bahkan di saat-saat seperti ini –jujur, aku jadi teringat film Ichi Rittoru No Namida- dimana aku sungguh kekurangan supply oksigen. Taukah gimana rasanya?? Aku tulis pun mungkin memang hanya aku sendiri yang tengah merasakannya.



Aku memang menderita sakit asma, namun Alhamdulillah bukan asma akut melainkan kronis. Walau kronis pun, tetap saja aku tak bisa menghindari deritanya. Padahal aku sudah membuat rasaku ini nikmat senikmat-nikmatnya. Agar sugesti rasa sakitku berubah haluan dari derita sakit menjadi sehat yang begitu nikmat, pastinya. Apa mau dikata, rasanya tetap saja aku kasihan sekali pada alveolus dalam paru-paruku. Entah sudah turun berapa pascal tekanan di dalamnya. Darah, aku pun teringat darah. Pasti ia tak bisa mengalir bebas seperti biasanya gara-gara tak berpunya energy ATP selayak biasanya. Akibatnya bila banyak gerak aku pun mudah capek. Pingin bebaringan saja rasanya. Saat berbaring kucari posisi nyaman untukku bernapas lega, Oh Alloh sungguh aku tak menemukan sama sekali posisi nyaman itu bagaimanakah. Kemudian aku bangun dan mencoba bernapas dengan duduk, akhirnya…, setidaknya ini lebih baik daripada segala posisi lain yang kucoba-coba temukan sedari kemarin malam.



Gara-gara alveolusku yang miskin oksigen, batuk-batukku rasanya susah sekali. Sakit lebih tepatnya. Tak disengaja terbayanglah gambaran paru-paruku dalam raga, oh bagaimanakah… pasti tampilannya jelek sekali saat batukku menyerang sadis. Rasanya… suuuuungguh tak tega. Namun gimana, udara tak dikehendaki dalam ragaku harus di keluarkan. Jadilah, pasrah. Kurasakan malam paaaanjang tak menyenangkan. Makin beranjak malam, rasanya udara makin pelit oksigen saja. Dudukku pun capek. Gimana nggak, aku hanya bersandarkan dinding dengan punggung berbantal kapas selama berjam-jam tanpa bisa berpusing berpejam mata, yaps aku tak bisa tidur sedikit pun. Hanya pandangan kosong dengan napas setengah-seperempat sembari menatap buku-buku yang seharusnya berhasil aku serap isinya malam ini.



Tak taulah aku bagaimana hasil ujianku kelak. Aku tak bisa belajar sesuai rencana. Andaikata ini bukan hari minggu, mungkin dokter sudah bisa sedikit membantuku. Aku tak mungkin minum sembarang obat tanpa resep aslinya. Kuingin pagi segera datang. Benar kata mbak Lika : saat sakit, ingin sekali rasanya berada di rumah dimana ayah ibu berada. Ibu, beliau pasti akan menemaniku terjaga sambil memijit lembut dengan tangannya. Itulah yang ibu lakukan. Dan sakit, bisalah aku nikmati sambil menanti pagi. Ayah, beliau pasti akan memegang ubun-ubunku dan membacakan beberapa bait doa agar sakitku terkurangi. Itulah yang ayah lakukan, dan aku menikmatinya.



Namun malam ini, aku berasa menderita Ataxia saja. Bicara saja susah, bisa pun pasti nggak jelas karena hanya sedikit udara yang bisa kukeluarkan dari tenggorokanku. Bergerak juga tak bisa leluasa, karena capek dan gemetarku pasti akan segera mampir tanpa diundang. Maka aku menulislah, barangkali bisa mengobati sepi yang tak kunjung berakhir.



Entah apa yang terjadi pada DNA di sel-sel bronkusku. Pada musim seperti ini aku tak berdaya karena selalu bergantung pada obat-obat bronkodilator. Asmaku yang kronis selalu datang tiap tahun pada bulan-bulan oktober-nopember dimana hujan seringkali bingung akankah hadir atau tidak hadir. Namun akhirnya hujan memang selalu menampakkkan adanya. Saat asma begini, aku seringkali membau aroma gunung. Entahlah, mungkin karena dulu aku pernah mengalami derita seperti ini di kaki Gunung Lawu. Tau sendiri kan bau gunung itu sangat khas. Membuatku sering bermimpi saja untuk bisa kesana lagi. Haha kalau pakai kuda atau heli atau pesawat spesial mungkin tak akan jadi mimpi lagi, bahkan mungkin aku bisa ke Mahameru dan bertemu Ranu Kumbolo di sana :D



Baiklah, aku hanya ingin beritahu kalau dalam pada ini aku sedang bersyukur. Pertama bahwa aku bersyukur karena telah diciptakan untuk dapat hidup di bumi yang paling tidak lebih kaya oksigen daripada planet lain. Dan aku berjanji aku tak mau jadi astronot yang kurang kerjaan pergi ke bulan yang jelas-jelas tak ada persen sedikit pun oksigen. Belum jadi astronot saja aku sudah tau rasanya hidup tanpa oksigen cukup. Kedua, aku sedang kepikiran saja bahwa, waktu-waktu kemarin aku tak menyangka kalau upacara post jabatan bapak mantan dekan Farmasi, Prof. Dr. Achmad Mursyidi, M. Sc, Apt. akan diadakan hari senin 19 Oktober 2009. Yang berarti bahwa hari ujian pertamaku pastilah diundur menjadi hari selasa. Andaikata tak ada acara Post jabatan mungkin hari senin aku nggak bisa masuk ujian. Dan nasibku, entahlah. Waaaaah!! Aku tak mau menganggap ini hal yang kebetulan. Aku anggap ini adalah karunia-Nya. Lihat saja,
Berkali-kali aku mendurhakai-Nya
Namun berkali-kali pula Dia berisyarat
Bahwa Dia tak pernah meninggalkanku,
barang sejenak pun.
Bodohnya aku Alloh…
Irhamna Yaa Arhamarrohimin

Tidak ada komentar: