Kamis, 25 Februari 2016

Much Awaited Moment


Dulu aku mimpi bertemu sang guru di rumahnya. Aku sowan ke rumahnya.
Kali ini aku mimpi bertemu di pondoknya, bukan di rumahnya. Aneh, pondoknya berada di pinggir pantai bertebing-tebing dengan deburan ombak yang sangat besar. Pondok guruku ini seperti di dalam sebuah gua, dengan batu karang besar yang menghalangi deburan ombak masuk ke pondok guruku ini. Aku sowan ke sana bersama seorang kawanku di Belanda yang dalam kehidupan nyata sama sekali tidak mengenal sang guruku ini. Ketika aku sowan, lagi-lagi aku bertemu keluarga guruku mulai dari istrinya hingga anak-anaknya. Namun ada satu anaknya yang sudah menikah yang tidak ada di sana, kata istri sang guru, dia sedang di rumahnya. Di pondok itu, aku banyak berbincang dengan guruku. Tidak seperti mimpiku yang lalu, waktu itu aku banyak berbincang dengan istri dan anak-anaknya. Kali ini guruku memberikan waktu cukup panjang kepadaku untuk berbincang. Namun sayang sekali, perbincangan kami hanya seputar kesibukan guruku belakangan ini, bukan tentang ilmu yang aku ingin menimba darinya. Guruku ini baru saja pulang dari Jepang katanya, menemui para santrinya di sana. Di mimpiku itu, aku sowan ke pondoknya sore hari hingga malam hari. Setelah berbincang dan makan bersama, aku diajaknya sholat di musholla bareng para murid, istri, dan anaknya. Setelah wiridan, guruku pamit kepadaku dan kepada semuanya bahwa beliau harus pergi naik mobil ke suatu tempat yang jauh di suatu desa, bahwa besok pagi akan ada pertemuan penting bersama para ulama yang lain di sana. Aku pun melepas kepergian guruku ini di pondoknya. Seketika aku merasa sedih, kapan lagi aku berbincang denganmu wahai guruku.

Ini adalah kali kedua aku bermimpi tentang sang guruku ini. Sudah sejak tahun lalu aku banyak belajar dari beliau, meskipun tidak secara langsung. Aku merasa berhutang budi padanya karena aku belajar ilmu-ilmu yang aku tidak dapat dari guruku lainnya. Aku banyak belajar tentang sejarah, aku menyukai sejarah karenanya. Aku membaca buku sejarah dan tasawuf karenanya. “Bacalah sejarah, jernihkan hatimu dari segala materi yang menutupinya.” begitulah pesannya. Guruku ini sangat spesial bagiku karena beliau orang yang sangat brilliant, bagaikan mutiara di bebatuan. Beliau orang yang hafal banyak sekali kitab, dari kitab-kitab klasik hingga kontemporer. Terkadang memang aku mendapati kesalahan dari guruku ini ketika menyampaikan ilmunya kepada orang banyak. Namun di luar itu semua, beliau memiliki kualitas pribadi yang berbeda dari yang lainnya. Itulah sebabnya aku menjadikan ia sang guru. Bila aku mendengarkan suaranya ketika beliau mengkaji Al Qur'an, kitab Barzanji, kitab al Kamil fi At-Tarikh, maupun kitab-kitab klasik lainnya, bila aku mendengarnya melantunkan ayat-ayat di kitab-kitab itu dengan nada yang indah dan hafalan di luar kepala, maka seketika aku ingin pula membaca seluruh isi kitab itu, seketika aku haus akan ilmu, seketika aku merasa terkoneksi dengan Sang Khaliq. Itulah berkah dari aku mengenal sang guruku ini. Semoga beliau selalu dirahmati Allah SWT, diberi kesehatan dan dipanjangkan umurnya. Semoga tidak lelah mengawal umat akhir zaman ini. Aamin

2 komentar:

Bernando J Sujibto mengatakan...

Kualitas manusia seperti gurumu ini pasti menyejukkan, niha. You"re lucky.

Nihaya mengatakan...

Saya pencari guru, mas Bije. You are qualfied to be be my mentor as well. :)