Dulu aku mimpi bertemu
sang guru di rumahnya. Aku sowan ke rumahnya.
Kali ini aku mimpi
bertemu di pondoknya, bukan di rumahnya. Aneh, pondoknya berada di
pinggir pantai bertebing-tebing dengan deburan ombak yang sangat
besar. Pondok guruku ini seperti di dalam sebuah gua, dengan batu
karang besar yang menghalangi deburan ombak masuk ke pondok guruku
ini. Aku sowan ke sana bersama seorang kawanku di Belanda yang dalam
kehidupan nyata sama sekali tidak mengenal sang guruku ini. Ketika
aku sowan, lagi-lagi aku bertemu keluarga guruku mulai dari istrinya
hingga anak-anaknya. Namun ada satu anaknya yang sudah menikah yang
tidak ada di sana, kata istri sang guru, dia sedang di rumahnya. Di
pondok itu, aku banyak berbincang dengan guruku. Tidak seperti
mimpiku yang lalu, waktu itu aku banyak berbincang dengan istri dan
anak-anaknya. Kali ini guruku memberikan waktu cukup panjang kepadaku
untuk berbincang. Namun sayang sekali, perbincangan kami hanya
seputar kesibukan guruku belakangan ini, bukan tentang ilmu yang aku
ingin menimba darinya. Guruku ini baru saja pulang dari Jepang
katanya, menemui para santrinya di sana. Di mimpiku itu, aku sowan ke
pondoknya sore hari hingga malam hari. Setelah berbincang dan makan
bersama, aku diajaknya sholat di musholla bareng para murid, istri,
dan anaknya. Setelah wiridan, guruku pamit kepadaku dan kepada
semuanya bahwa beliau harus pergi naik mobil ke suatu tempat yang
jauh di suatu desa, bahwa besok pagi akan ada pertemuan penting
bersama para ulama yang lain di sana. Aku pun melepas kepergian
guruku ini di pondoknya. Seketika aku merasa sedih, kapan lagi aku berbincang denganmu wahai guruku.
Ini adalah kali kedua
aku bermimpi tentang sang guruku ini. Sudah sejak tahun lalu aku
banyak belajar dari beliau, meskipun tidak secara langsung. Aku
merasa berhutang budi padanya karena aku belajar ilmu-ilmu yang aku
tidak dapat dari guruku lainnya. Aku banyak belajar tentang sejarah,
aku menyukai sejarah karenanya. Aku membaca buku sejarah dan tasawuf
karenanya. “Bacalah sejarah, jernihkan hatimu dari segala materi
yang menutupinya.” begitulah pesannya. Guruku ini sangat spesial
bagiku karena beliau orang yang sangat brilliant, bagaikan mutiara di
bebatuan. Beliau orang yang hafal banyak sekali kitab, dari
kitab-kitab klasik hingga kontemporer. Terkadang memang aku mendapati
kesalahan dari guruku ini ketika menyampaikan ilmunya kepada orang
banyak. Namun di luar itu semua, beliau memiliki kualitas pribadi
yang berbeda dari yang lainnya. Itulah sebabnya aku menjadikan ia
sang guru. Bila aku mendengarkan suaranya ketika beliau mengkaji Al
Qur'an, kitab Barzanji, kitab al Kamil fi At-Tarikh, maupun
kitab-kitab klasik lainnya, bila aku mendengarnya melantunkan
ayat-ayat di kitab-kitab itu dengan nada yang indah dan hafalan di
luar kepala, maka seketika aku ingin pula membaca seluruh isi kitab
itu, seketika aku haus akan ilmu, seketika aku merasa terkoneksi
dengan Sang Khaliq. Itulah berkah dari aku mengenal sang guruku ini.
Semoga beliau selalu dirahmati Allah SWT, diberi kesehatan dan
dipanjangkan umurnya. Semoga tidak lelah mengawal umat akhir zaman
ini. Aamin