oleh Hanafi (My beloved Father)
#
Carilah kebaikan orang lain, jangan keburukannya hingga kita melupakan
keburukan diri sendiri. Diri kita tidak lebih baik dari orang lain. Selain
membuang waktu, hal itu memakan kebaikan diri kita. Selain kita merugi di
dunia, kita juga akan merugi di akhirat.
#
Ada 21 macam nafsu. Nafsu itu seperti anak kecil yang tendensinya
selalu ingin menang dan menunggangi kita, menyetir kita di depan. Ketika nafsu
benar-benar telah menunggangi kita, maka itulah nafsu buruk. Tapi bila kitalah
yang menunggangi nafsu dan mengontrolnya di belakang, itulah nafsu baik, nafsu
yang tenang (karena kita kendalikan) dan diridhai oleh Tuhan (mardhliyyah). Seperti
ayat-ayat terakhir di QS. Al Fajr ini, Yaa
ayyatuhannafsul muthmainnah, irji’I ilaa rabbiki raadhiyatan mardhliyyah,
fadkhulii fii ‘ibaadi wadkhulii jannatii. Hanya jiwa yang diridhai oleh
Tuhan yang boleh memasuki surga-Nya. (Tidak dipungkiri, ini membuatku bertanya,
apakah nanti Ruh kita kembali ke fitrah kepada-Nya, sedangkan jiwa kita
tertinggal di surga atau neraka? Seperti apakah jiwa tanpa Ruh? Wallahu a’lam.)
#
Dari suku kata ‘Bhis’ dari Bhismillahirrahmanirrahiim, oleh Sayyidina ‘Ali
r.a. dapat ditafsir menjadi 300 tafsir berbeda. Oleh karenanya Baginda Nabi SAW
menjuluki Sayyidina ‘Ali sebagai pintu masuk ilmu. Analoginya, ketika melihat
kayu dari jati, maka oleh Sayyidina ‘Ali dapat dimanfaatkan menjadi 300
kemanfaatan, oleh kita mungkin hanya 1 kemanfaatan, misalnya hanya untuk bikin
tiang penyangga saja. Betapa jauh jarak keilmuan kita terhadap Sayyidina ‘Ali,
lebih-lebih terhadap Baginda Nabi SAW yang merupakan kota Ilmu. Bahkan Khalifah
Umar r.a. pernah berkata “Seburuk-buruknya majlis adalah majlis yang tidak ada
Abu Al-Hasan (Imam ‘Ali r.a.)”.
#
Selama hidup Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul, yakni 22 tahun lebih
beberapa bulan, bila dirata-rata maka setiap harinya ada 15 orang
berbondong-bondong masuk Islam. Mengapa bisa sedemikian suksesnya? Karena dalam
dakwah Nabi terkandung ajaran reward and
punishment. Ya, kebanyakan umat masuk Islam waktu itu tergantung dari kedua
hal itu meskipun tidak semuanya. Sebagian dari mereka keimanannya terus
meningkat sampai tingkat hakikat atas pengajaran langsung dari Nabi SAW. Setelah
masuk Islamlah mereka baru merasakan bagaimana Islam sebenarnya.
Wallahua'lam bisshawab ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar