Jumat, 26 Oktober 2012

You Used To

Aku merasakan Gema Takbir saat Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha itu sungguh khas. Membuatku turut serta bertakbir tanpa henti. Terutama bila dikumandangkan oleh muadzin di Masjid Agung Batur atau musholla Serang Kusuma dekat rumah. Muadzin yang kukenal dan paling memiliki variasi lagu adalah Suami dari Mbak Datin, yang mana masih tergolong saudara sepupuku. Lagunya.. sekonyong-konyong seperti menarikku ke masa lalu dan ke masa depan yang entah itu kapan. Terasa damai dan bahagia.

Dulu, mungkin sewaktu masih bayi atau masih kecil, saat aku tak paham berartikulasi, Bapak dan Ibu rajin menyenyikan sholawat atau membaca Al Qur'an di dekat telingaku. Sehingga umur 4 tahun aku dinilai lancar membaca Al Qur'an. Umur 8 tahun aku sudah khatam dengan tartil. Umur 9-11 tahun aku kaya piagam penghargaan dari radio Salma FM atas ketartilanku. Umur 22 tahun aku diminta kakakku melatih seorang anak berumur 10 tahun agar tartil mengaji Al Qur'an. Sulit sekali melatihnya. Dia minta untuk langsung ke Al Qur'an saja. Akhirnya aku menolak. Tak berani aku mengambil resiko karena bacaannya sungguh tidak tartil. Aku kembalikan dia ke Iqra'. Sudah 4 bulan aku melatihnya namun dia tetap sulit melancarkan pelafalan huruf hijaiyyah. Kuminta ia untuk selalu berlatih. Namun tetap sulit. Aku pun keheranan, dulu, mengapa aku bisa belajar semudah itu? sedikit picuan dan latihan langsung tartil dan lancar.

Aku pun berpikir, mungkin ini ada hubungannya dengan kondisi saat di dalam rahim dan sewaktu masih bayi. Orang tuaku telah mengenalkanku bagaimana membaca huruf hijaiyyah dengan benar ketika aku masih di dalam rahim. Ketika aku bayi, orangtuaku membiasakanku mendengar mereka berdzikir dan mengaji, mendengarkan muadzin, sholawatan, dll. Mungkin.
Semoga aku bisa mengamalkannya pula kepada anakku kelak. "Nak, kau harus tumbuh cerdas!".
(^_−) ♡

Tidak ada komentar: