Mengamati kehidupan orang-orang.
Cerita pertama. Ada salah seorang
tetangga desa yang sepertinya sedang menjadi korban pengkhianatan suaminya. Masalahnya
bukan karena si suami selingkuh dengan wanita lain, saya tidak tahu mengenai
hal itu, hanya saja maksud pengkhianatan di sini lebih pada pengkhianatan akan
sebuah pengorbanan dan kepercayaan sang istri. Riwayatnya, dulu sang istri
pernah meninggalkan suaminya yang pertama karena jatuh cinta kepada laki-laki
yang sekarang manjadi suaminya. Mereka berdua menjalin kehidupan rumah tangga
yang mungkin awalnya bahagia, mempunyai anak, kehidupan ekonomi pun lancar
jaya. Ekonomi rumah tangga mereka setahu saya berada di bawah komando sang
istri, dengan kata lain, sang istrilah yang bekerja keras untuk menghidupi
keluarga mereka. Sedangkan si suami, entahlah, tidak pernah kelihatan batang
hidungnya. Konon, mereka menjalankan bisnis yang modalnya didapatkan dari
hutang bank. Dengan bisnis yang lancar jaya seperti itu, tentu saja seharusnya
hutang bank dapat dikembalikan dengan mudah. Namun kenyataannya tidaklah
demikian. Ada faktor lain yang membuat hutang bank tidak tertutupi, yaitu
pengkhianatan si suami karena si suami menggelapkan uang yang digunakan untuk
membayar hutang bank, digunakan untuk hal-hal yang menurut norma masyarakat tidaklah
baik. Dikarenakan kepercayaan sang istri kepada suaminya, sehingga si suamilah
yang disuruhnya mengembalikan hutang bank. Akibatnya, rumah mereka berdua kini
dilelang bank yang bersangkutan. Rumah yang sudah terkenal alamatnya kepada
para pelanggan bisnisnya, sungguh amat disayangkan bukan? Apa ini yang namanya
karma karena si istri pernah mengkhianati suaminya yang pertama? Suami yang
mencintainya apa adanya yang kemudian ditinggalkannya karena tidak dapat
memberinya keturunan, suami yang pada akhirnya meninggal dunia karena menderita
penyakit leukemia yang telah lama disembunyikannya kepada sang istri dengan
dalih supaya istrinya tidak meninggalkannya? Namun akhirnya ditinggalkannya ia,
menyedihkan sekali kisah suami pertamanya…
Cerita kedua. Ada seorang direktur
perusahaan yang cerdas dan sukses membesarkan perusahaannya mulai dari Nol. Perusahaan
tersebut kini sudah berjalan hampir 10 tahun dan telah cukup besar. Direktur tersebut
memiliki beberapa orang kepercayaan, dan diberikannya beberapa kuasa dalam
mengendalikan perusahaan dengan berbagai pertimbangan tentunya. Akan tetapi, sebaik-baik
rencana manusia pastilah ada sesuatu yang luput. Hingga pada akhirnya, salah seorang
kepercayaannya seolah-olah mengendalikan perusahaan penuh. Ia menjadi berubah,
haus akan kekuasaan. Politik jelek pun bermain di sini. Dikarenakan direkturnya
baik hati, dimanfaatkanlah kebaikannya oleh salah seorang kepercayaannya tersebut
untuk mengendalikan perusahaan. Sebelum sang direktur sadar penuh dengan apa
yang sedang terjadi, muncullah fitnah dari seorang karyawannya. Hal ini tentu
saja sungguh menguntungkan orang kepercayaannya tadi untuk mengambil alih penuh
roda perusahaan. Akhirnya, diusirlah sang direktur, dengan kata lain ia
dipecat. Saham-sahamnya pun dinon-aktifkan. Ini soal pengkhianatan juga, kan? Semua
terjadi diluar kontrol sang direktur karena menyangkut fitnah. Apalagi yang
dapat dilakukan sang direktur? Kepercayaan dari orang-orang tidak punya, harta diambil
dengan paksa, istri pun belum punya. Mengapa istri saja ia belum punya? Karena jiwa
raganya dulu telah dibaktikannya kepada perusahaanya. Kejam sekali bukan dunia
ini? Namun, pada akhirnya sang mantan direktur memulai segalanya kembali dari
Nol. Kabarnya, mantan direktur yang cerdas tersebut akan mendirikan perusahaan
saingan, ia berhijrah dari keterpurukan dengan segala daya dan upaya. Baiklah,
mari kita doakan semoga ia sukses seperti sediakala.
Cerita ketiga. Ini bukan cerita
kehidupan asli, melainkan cerita dari Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta
Toer. Cerita mengenai salah seorang tokoh di sana, Nyai Ontosoroh. Kita tahu,
bahwa Nyai Ontosoroh adalah seorang gundik dari seorang Belanda, Tuan Herman
Mellema. Awal kehidupannya dengan Herman Mellema memang dipenuhi dengan
ketakutan dan goncangan jiwa. Akan tetapi pada pertengahan hidupnya, Nyai
Ontosoroh mulai meyakini dan menghormati Herman Mellema karena kesabaran dan
kebaikannya mengajari Nyai Ontosoroh tentang kehidupan yang kebanyakan orang
Pribumi saat itu pun sulit untuk mengerti dan memahami. Nyai Ontosoroh
menjalankan bisnis rumah tangga yang tergolong besar untuk ukuran rumah tangga,
karena menjadi pemasok hasil pertanian, perkebunan, hutan, maupun peternakan. Atas
ajaran dari Tuan Herman Mellema, Nyai Ontosoroh menjadi pebisnis wanita yang
berhasil, ia pun juga menjadi wanita pribumi yang cerdas dan berpikiran terbuka
mengenai segala hal, seorang otodidak yang sangat sukses. Akan tetapi
dikarenakan suatu hal, ia pun harus mengalami goncangan jiwa untuk yang kedua
kalinya, yaitu hilangnya kepercayaannya kepada Herman Mellema. Herman Mellema
seketika berubah menjadi orang asing bagi Nyai Ontosoroh dikarenakan tidak
mampu menjadi ayah yang baik bagi kedua anaknya, tidak bisa lagi menjadi Herman
Mellema yang dulu pernah mengajari Nyai Ontosoroh dengan sabar dan baik hati.
Herman Mellema, karena tak dapat mengendalikan keadaan pribadinya, akhirnya
menjadi penyebab kehancuran Nyai Ontosoroh dan anak-anaknya. Segalanya berakhir
dengan tragis.
Pelajaran apa yang dapat diambil dari
ketiga cerita di atas?
Betapa labilnya diri manusia itu,
gampang terombang ambing. Seharusnyalah kita sebagai manusia mempunyai pijakan
dan prinsip. Memegang teguh prinsip itu agar tidak sampai kehidupan kita
merugikan orang lain dan membuat orang lain ikut sengsara dalam arus kita. Karena
bagaimana pun, hidup kita mau tak mau bersinggungan juga dengan hidup orang
lain. Telah ada agama yang menyediakan pedoman dan pegangan untuk manusia. Keperluan
kita hanyalah belajar bagaimana menggunakan pedoman itu dengan baik. Sembari
selalu introspeksi, sudah baguskah kualitas hidup yang kita jalankan? Sudah berhasilkah
kita menjalani kehidupan yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta? Bila belum,
mari kita pikirkan caranya. Terus mencari apa yang kita perlukan untuk
memperbaiki kualitas hidup kita. Jangan sampai grafiknya menurun. Apabila kualitas
hidup telah jelek, memperbaiki pun tak salah, karena kita masih diberi
kesempatan. Justru itu menjadi keharusan. Janganlah kita menjadi manusia yang
labil dan menyengsarakan orang lain. Selesaikan diri kita secepatnya.
saya akui, hal ini memang sulit... :|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar