Senin, 09 Februari 2009

Our Reflection (Part 1)

Dalam kuliah Kimia Farmasi Dasar November lalu, Dr. Ritmaleni yang baru saja memperoleh gelar Philsaphato Doctoral, menyampaikan pengalamannya waktu stay di Bristol Inggris. Bahwa disana itu menghargai orang berbicara adalah sebuah tradisi yang dijunjung tinggi nilainya. Berbeda dengan disini, bahwa yang seperti itu hanyalah menjadi sebuah ungkapan tata karma saja. Tidak ada realitanya.

Ditambahkan juga oleh Bapak Mitrayana, Dosen Fisika Farmasi, bahwa untuk menghasilkan karya yang besar dan fantastis, maka seseorang itu harus banyak membaca dan mendengarkan. Karena dari sebuah perkataan yang sepele dapat memunculkan kejayaan suatu peradaban. Entah bagaimana saya juga tidak terlalu tahu, karena waktu terlanjur membatasi kuliah kami waktu itu. Tapi Pak Mitra ngendiko, bahwa sebuah perkataan adalah sebuah informasi yang harus kita cerna baik buruknya. Intinya hargailah orang berbicara.

Dapat kita lihat sewaktu inauguration Barrack Obama sebagai presiden USA yang baru, ketertiban itu terlihat di saat sang Presiden berbicara maka rakyatnya diam dan mendengarkan dengan seksama. Berbeda dengan disini, sewaktu di dalam majelis, bila ada seseorang menyampaikan orasinya maka yang seharusnya mendengarkan malah sibuk sms-an, ngobrol dengan teman sebelahnya, berbisik-bisik, lebih parah juga ada yang tertawa-tawa dan becanda sendiri. Hal ini juga terjadi di majelis tinggi NKRI sewaktu sidang paripurna. Ketika sang ketua majelis memimpin rapat, para anggota dewan malah enak-enakan tidur, mengaca untuk berhias. Whaww!! Ternyata komplit banget, tidak rakyat, tidak juga wakil rakyat, tetapi semuanya. All walks of life… Wahai teman-temanku para mahasiswa dan para pembaca sekalian, janganlah hal ini terjadi pada generasi kita. Ironis juga, kita kan orang Jawa, orang timur yang mengunggulkan tata krama dan sopan santun.

Mari kita sama-sama berbenah diri. Bukan maksud aku untuk selalu melebih-lebihkan apa yang menjadi keburukan pada apa yang kita punya. Tetapi marilah kita mengingat bahwa, Orang yang berakal adalah orang yang mau mendengarkan dan mampu mengikuti apa yang baik di antara perkataan itu. Dalam artian lain, Orang yang berakal adalah orang yang PEKA, sekali lagi.

Baiknya sekarang, marilah kita bercermin pada sang cermin sejati.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mbak Nihaya,

keep going, you have done a good work.
Welldone.

Cheers

Bu Ritmaleni

Nihaya mengatakan...

Thank you Mrs. Ritmaleni,

It's great to see you here,
I please to be one of your student.
I hope I could have more time to study with you in the campus.

You are great teacher
=)