Rabu, 15 Februari 2012

Pelajaran dari Antasena



Resi Hanoman tentang Antasena kepada Sri Kresna di wilayah tertinggi Argoloka, Pertapaan Kendalisada:

"Antasena, walaupun masih bocah kemarin sore, tapi ilmu kemakrifatannya melebihi siapa pun di dunia wayang ini. Dia bisa jadi berada dimana-mana saat ini. Tak perlu paduka repot-repot menjelajah bumi untuk mencarinya, keinginan ikhlas baginda untuk bertemu dengannya dapat membuatnya datang di hadapan baginda. Entah kapan dan dimana, tanpa dinyana… tak perlu paduka repot-repot membunuhnya demi menjauhkannya agar tidak terlibat kancah perang para Barata. Kematian justru jalan yang selalu dirindukannya. Rindu untuk segera bertemu Sang Pencipta, dan rindu akan pengabdian kepada-Nya di kehidupan berikutnya.”

Antasena saat bertemu Sri Kresna di pegunungan sisi utaraNegara Cempalareja:

“Sudah beberapa hari ini jalan saya begitu gerah, perasaan saya begitu resah, dan pikiran saya selalu dipenuhi gundah… ternyata kerinduan uwa Prabu kepada saya yang membuat itu semua. Langkah saya adalah langkah kehidupan. Dari sebuah kelahiran menuju kematian. Dan kematian sebenarnya juga merupakan sebuah kelahiran. Kelahiran pada langkah kehidupan selanjutnya. Perkenankan saya yang rendah menghadap uwa Prabu. Mungkin memang kebetulan kita bertemu di sini. Tapi mungkin juga kita memang dipertemukan di sini… he..he..sebentar uwa, biarkan saya menghabiskan rumput ini dulu, enak sekali ternyata..”

Sri kresna bertanya apa yang akan dilakukan Antasena, Baratayudha sebentar lagi pecah.

“Uwa Prabu.. perang yang akan terjadi hanyalah perang fisik jasad wadag. Baratayudha sebenarnya telah pecah sejak para sesepuh saya Pandawa dan Kurawa dilahirkan. Tidak perlu ada yang saya lakukan, uwa.. setiap orang pasti mati, bisa di tempat tidur, bisa karena perang, bisa di jalan. Saya pikir sungguh bahagia orang-orang yang bisa memilih jalan kematiannya. Semua yang terlibat perang, Pandawa atau Kurawa, bagi saya adalah para syuhada, syuhada bagi diri mereka sendiri, bagi keyakinannnya, atau pun bagi para anak cucu agar dapat belajar dari para leluhurnya… saya mungkin juga adalah seorang syuhada. Syuhada bagi rumput yang saya makan ini. Uwa Baladewa juga mungkin seorang syuhada. Syuhada karena kesabarannya dalam keterpaksaan menunggu."

Sri Kresna kagum dan berkata bahwa ternyata Ilmu Antasena begitu luas, pemikirannya luas. Kebijaksanaannya melebihi kebijaksaan Bangsa Dewa.

“adalah kebijaksanaan Hyang Guru menginginkan saya mati. Karena memang itu mungkin kebaikan bagi semua.”

“Tanaman jagung, dari dulu saya selalu ingin menjadi tanaman jagung. Betapa bahagianya, berjuang hidup untuk sekali berbuah sudah cukup baginya… jangan khawatir, uwa. Saya akan menjadi tanaman jagung di sini. Saya hanya akan berbuah ketika Baratayudha selesai setelah itu layu dan mati, mungkin mencoba kehidupan lain… biarlah saya ikut menjaga uwa Baladewa. Karena bagaimana pun, olah kesaktian uwa Baladewa, pintu gua tidak akan terbuka sebelum saya berbuah..he..he..begitu bahagianya..”

Setelah Antasena merubah dirinya menjadi tanaman jagung, Kresna berlutut dan mencium ujung tanaman jagung itu, berkata sembab “ Antasena, walau kamu adalah keponakan saya, tapi kamu adalah seorang guru bagi saya. Seharusnyalah menjadi guru bagi seluruh umat manusia…”

diadaptasi dari Antareja - Antasena, Jalan Kematian Para Ksatria karya Pitoyo Amrih. 

2 komentar:

Dharmen Sahabate Peterpan mengatakan...

Slalu pengen nangis kalo baca kisah putra Bimasena yg satu ini . . ,betapa mulya hatinya

Dharmen Sahabate Peterpan mengatakan...

Slalu pengen nangis kalo baca kisah putra Bimasena yg satu ini . . . ,sungguh mulya hatinya