09 Desember ’08, dekat dengan ujian. Bagi mahasiswa farmasi UGM, ujian tuh nggak hanya sekali ditengah ato di akhir semester. Tapi, tiap akan dan selesai praktikum pun kita semua ujian. Kalo bisa disebutkan, mahasiswa tingkat pertama tuh seminggu ada 2x ujian. Maka bagiku, kuliah… praktikum… laporan… pretest… posttest… dll telah menemaniku dalam menjalani kehidupan di bumi para ahli obat ini.
Tiap malam pun aku berdoa, “Semoga setiap goresan pena di atas kertas HVS, tiap peluh di dalam laboratorium saat menunggu reaksi kimia tuntas, tiap malam yang dilalui bersama tumpukuan handout dan tumpukan laporan, akan menjadi mutiara indah yang akan menghiasi amalan perbuatan di hadapan Sang Pencipta Kehidupan”.
Para pembaca, bukannya berlebihan ya, tapi ini memang benar2 suatu hal nyata, yang memang telah dialami oleh kami semua bahwa hamper tiap malam kami kurang tidur, rata2 tidur kami Cuma 4 jam sehari semalam. Tak terkecuali aku loh. Mungkin banyak yang nganggep itu hal biasa aja. Tapi kalau tiap hari… buatku itu sungguh suatu hal yang sulit sekali
Akhirnya kebiasaan pun menempaku, menghasilkan pribadi yang tak terduga2, bahkan olehku sediri. Dengan keikhlasan sepenuh hati aku sisir garis demi garis di lembaran HVS, aku buka literature untuk bahannya, aku fotocopy master dari uang hasil keringat ayah yang diberikan tiap minggunya, aku gunakan suara untuk menanyai tiap teman tentang perhitungan dan pembahasan, dan akhirnya aku bukukan sgala hasil goresan penaku tadi menjadi buku yang rapi dengan peralatan seadanya. Terkadang datanglah sms dari teman “Besok q pnjem laporanmu y, tq..”, “Oke.”, jawabku. Aku biasa aja sih kalo da yang nyontek. Yang penting aku ada kerja. Bagiku, tanpa usaha tak akan ada rasa puas di hati. Dan akhirnya, sampailah pada pengumuman nilai. Dan dapatlah aku 7,4 di kimia farmasi.
Ternyata nasib sial bertamu seenaknya tanpa diundang. Tulisan sang asisten koreksi menjadi hiasan di sampul laporan, “Kok laporanmu tak ada ubahnya dg milik anggun + iren????? Wah sayang sekali, kamu harus merelakan dua angka.di nilaimu, maaf ya dek…!”.
Sungguh deh, aku paling nggak tahan terhadap rasa kecewa.
Apalagi nyangkut2 nilai makul, mapel, ujian, ato apalah.
Rasa2nya tuh, kerja kerasku slama ini tak ada harganya.
Mimpiku jadi asisten laboratorium hilang sudah tak berbekas.
Padahal aku sudah nglakuin apa yang harus aku lakukan, mencoba se-perfect mungkin dan membuat tahun pertamaku berhasil dan membanggakan.
Bagiku ini sbuah cobaanNya yang besar (aneh memang. Cuman nilai getoh, lebay banget sih!)
Gimana nggak, tak ada yang ebih ngecewain dari ini selama setahun terakhir. Aku mulai ngebayangin dapet IP <3.
Itu sungguh hal yang mengerikan. Ya Allah, hanya Engkau yang mengerti rasaku ini. Tidak abah, tidak ibu, tidak kakak ‘to tidak teman. Engkau pun pasti tahu, hamba tak akan pernah siap menerima kabar buruk dariMu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar