Terlepas dari hal kebahagiaan mari beralih ke hal lain yang tentu sama menariknya buat disimak. Kali ini adalah soal ‘why do we hafta responsible?’, why? Temukan jawabannya di sini!
Pernah nggak terbersit rasa kasihan saat melihat kambing ato sapi makan rumput ijo di tanah yang tentu saja, kotor? Juga ayam yang mengorek-orek sampah dengan cakarnya hanya untuk mendapatkan sebiji makanan buat mengganjal perutnya dan menafkahi anak-anaknya? Hewan-hewan itu tadi pun juga harus siap setiap saat buat dipotong/digorok, digigit, dicabik, dimakan kita para manusia untuk dijadikan gulai, sate, sop hangat buatan ibu. Bukankah kalau dipikir-pikir, mereka kasian sekali? Bagaimana sendainya kita ditakdirkan untuk menjalani kehidupan seperti mereka?
Yah, mungkin hal itu sudah menjadi kewajaran yang tak perlu dibahas kali ya? Buat apa dipertanyakan. Anak kecil pun malas buat membahasnya. Ngapain? Toh kita manusia udah ditakdirin jadi makhluk yang paling sempurna bukan?
Mmmmh… Ya, awalnya memang saya pikir begitu, sampai suatu saat saya merenungi dalam terjemahan Al-Qur’anul Karim menyebutkan tentang Ketetapan, Ketentuan Allah, bahwa matahari, bulan, orbit planet, galaksi, laut, tumbuh-tumbuhan, gunung, air, api, binatang melata sampai yang berenang di perairan… semuanya patuh dan tunduk pada kehendak-Nya. Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Tetapi takdirnya, Al-Qur’an itu diturunkan kepada manusia. Dan lihatlah betapa kita masih congkak dan sombong. Apa tandanya? Ya, manusia itu masih kalah dari sebuah gunung. Masih pantaskah untuk mengatakan bahwa kita adalah makhluk paling sempurna??
Lihatlah bintang yang tak lelah berpijar menghiasi langit, planet-planet yang tak berebut jalur untuk beredar, cacing tanah yang menggelepar mati karena garam, Jupiter dan Saturnus, dua planet raksasa, yang menjadi perisai bumi dari terjangan hujan meteor, tumbuhan hijau yang rela dipotong untuk dijadikan sayuran, tikus-tikus yang berlari dan menjerit ketika dikejar kucing. Mereka hewan, takut mati, seperti juga manusia. Yakinlah bahwa sebenarnya kambing dan sapi juga takut disembelih kala Idul Adha. Namun tentu saja, akhirnya mereka harus mati juga. Karena ketentuan Allah harus dijalankan. Seharusnya kita malu pada sapi dan kambing, mereka bahkan rela meregang nyawa untuk taat dan jadi hamba yang sebenar-benarnya hamba. Seharusnya kita malu karena mereka dapat menjadi hamba Allah yang baik, tak sombong pada perintah-Nya.
Kini, saya mengerti mengapa hanya manusia dan jin yang akan dihisap pada Yaumul Hisab. Mengapa hanya kita yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat nanti. Bukannya kambing, sapi, kucing, bintang, gunung, dan ciptaanAllah lainnya... Betapa kita seharusnya sedih melihat sapi dan kambing disembelih. Sedih karena saya dan kamu belum tentu sanngup bertaqwa seperti mereka. Bukankah saya dan kamu belum membuktikan apa-apa mengenai ‘kesempurnaan’ kita sebagai manusia sekaligus hamba-Nya?