Kamu tentu nggak boleh menyalahkan anakmu yang mendapat nilai jelek di ujian matematikanya selagi kamu menyaksikan usaha kerasnya sebelum ujian kemarin. Kamu pasti nggak habis pikir kok anakmu sulit sekali memahami matematika padahal kamu dulu sewaktu masih sekolah, matematika bisa dengan mudah ditaklukkan dengan banyak latihan persoalan. Kamu lihat, anakmu telah juga latihan sekeras kamu. Dulu kamu pikir, temanmu yang tidak jago matematika karena ia malas. Namun kamu tidak berpikir bahwa ada faktor lain yang membuatnya terlihat bodoh di pelajaran matematika. Sekarang kamu tau kan rasanya dapat nilai jelek? Ini nilai jelek pertamamu dan untuk selanjut-lanjutnya. Rasakan.
Kata mas Ubay, Porsi Tuhan pada nasibmu itu total, menyeluruh, dan ngukupi. Hanya letaknya yang argumentatif dengan kamu masih harus berusaha, bekerjakeras dan berencana.
Ayah, bahkan barusan bilang. Boleh saja kau merencanakan menikah di Bulan Besar yang menurut kitab mujarrobat itu bisa membuatmu menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis dan penuh kebahagiaan. Tapi bila ternyata hidupmu tidak bahagia padahal kamu telah dengan rela menunda pernikahan sampai datangnya Bulan Besar, berarti memang bukan rizki kamu untuk bahagia sekarang. Kenapa kamu bisa nggak bahagia? Ya karena faktor lain.
Atau kamu sudah bekerja keras mencari nafkah, bahkan kamu sudah berhijrah kemana-mana mengadu nasib, namun kamu tidak lekas kaya pula. Karena memang belum rizki kamu. Kamu bisa berspekulasi apa pun terhadapNya, namun jangan pernah berhal negatif karena jiwamu selalu ada ditanganNya. Itu hanya akan membuat dirimu terlempar ke kiri dan semakin ke kiri. Kurangkah oksigen yang kamu hirup?
Kamu memang harus terus berjalan tanpa peduli batu kerikil jurang maupun samudra. Tapi kamu nggak boleh lupa bahwa bahagia itu sesederhana kamu menikmati secangkir teh setelah kegagalan ujianmu, atau mendapati dirimu membantu orang kesusahan yang kamu temui di jalan padahal kamu juga sedang susah. Kamu puas kan?
Oh ya.. Kamu jalan dan menaklukkan tantangan kan memang buat mencari kepuasan. Buat apa yang lain coba? Nggak ada yang lain kan? Hey. Memang pula kamu nggak ingin cepat punya anak dan menikmati gelak tawanya? Kamu terlalu berencana memikirkan hidupmu agar nggak terlalu mainstream. Mengapa tak sekalian kamu bercita-cita menjadikan dirimu Titanium?
Dan aku masih nggak paham kenapa..
Kata mas Ubay, Porsi Tuhan pada nasibmu itu total, menyeluruh, dan ngukupi. Hanya letaknya yang argumentatif dengan kamu masih harus berusaha, bekerjakeras dan berencana.
Ayah, bahkan barusan bilang. Boleh saja kau merencanakan menikah di Bulan Besar yang menurut kitab mujarrobat itu bisa membuatmu menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis dan penuh kebahagiaan. Tapi bila ternyata hidupmu tidak bahagia padahal kamu telah dengan rela menunda pernikahan sampai datangnya Bulan Besar, berarti memang bukan rizki kamu untuk bahagia sekarang. Kenapa kamu bisa nggak bahagia? Ya karena faktor lain.
Atau kamu sudah bekerja keras mencari nafkah, bahkan kamu sudah berhijrah kemana-mana mengadu nasib, namun kamu tidak lekas kaya pula. Karena memang belum rizki kamu. Kamu bisa berspekulasi apa pun terhadapNya, namun jangan pernah berhal negatif karena jiwamu selalu ada ditanganNya. Itu hanya akan membuat dirimu terlempar ke kiri dan semakin ke kiri. Kurangkah oksigen yang kamu hirup?
Kamu memang harus terus berjalan tanpa peduli batu kerikil jurang maupun samudra. Tapi kamu nggak boleh lupa bahwa bahagia itu sesederhana kamu menikmati secangkir teh setelah kegagalan ujianmu, atau mendapati dirimu membantu orang kesusahan yang kamu temui di jalan padahal kamu juga sedang susah. Kamu puas kan?
Oh ya.. Kamu jalan dan menaklukkan tantangan kan memang buat mencari kepuasan. Buat apa yang lain coba? Nggak ada yang lain kan? Hey. Memang pula kamu nggak ingin cepat punya anak dan menikmati gelak tawanya? Kamu terlalu berencana memikirkan hidupmu agar nggak terlalu mainstream. Mengapa tak sekalian kamu bercita-cita menjadikan dirimu Titanium?
Dan aku masih nggak paham kenapa..