tak terasa saat ini saya di kampus termasuk kategori tetua, mahasiswa tingkat akhir.
sejak awal semester 7 lalu aku tidak henti-hentinya berjalan kesana kemari hampir tiap hari mengelilingi kampus.
kayak orang lagi nyari jati-diri aja ya...haha
tak jarang aku melihat adek-adek kelas yang berwajah asing nggak aku kenal kebanyakan, yah walau yang angkatan setahun di bawahku masih agak familiar wajahnya di mataku minimal, karena aku tak hapal nama-nama mereka.
juga kakak-kakak kelas yang kebanyakan (juga) telah memakai baju kerja dan berbatik ria khas mahasiswa profesi.
tiap kali muter-muter kampus atau nongkrong di Unit 4 selalu berjumpa dengan mereka baik yang kukenal maupun yang tidak kukenal.
kalau aku mengenal mereka dan mereka mengenalku, selaluuuu saja aku kebagian giliran menyapa setelah mereka menyapaku duluan.
mengapa yaaahhhh... padahal udah kupersiapkan sapaan manis buat mereka, mungkin aku kurang tanggap suasana... thank you mas mbak sudah bersedia menyapa aku yang ga eksis ini. Hahah
emmm aku orangnya tidak menyukai keramaian. misalnya saja ketika di kampus ada beramai-ramai orang berebut sinyal hotspotan aku langsung saja menuju ke sebuah tempat yang jarang mereka kunjungi.
aku suka menikmati perjalananku dengan dua kaki ini menuju rektorat. gedung unik, klasik, jaman dulu, khas tahun kemerdekaan itu selalu membuatku terpesona.
ketika aku berjalan-jalan di area kampus, selalu saja kubayangkan, ini tanah buat gedung kampus dikasih Sri Sultan Hamengku Buwono IX secara cuma-cuma, dan lalu Presiden Soekarno memilihkan arsitektur paling hebat saat itu.
hmmm... kampus ini telah menghasilkan banyak orang besar di negeri ini.
profesor-profesor itu, apakah mereka benar-benar orang besar.
pikiranku pun beradu, tak semuanya mereka besar, hanya beberapa sajalah... manusia seperti apa sih yang bisa dikatakan besar?
tergantung perspektif kita toh.
meskipun telah aku jumpai orang-orang hebat di kampus ini ( I mean it, they are really great!), pikiranku pun tak kalah mendebat, gimana dengan mereka yang menyetir kampus ini menjadi begitu neo-liberalis cenderung kapitalis?? Oh No! (they, who do it, are not great at all eventhough they are gorgeously brilliant professors!)
itulah yang kupikirkan tentang kampus ini ketika aku tengah mencoba menyelami hatinya. Ya, kampusku punya hati (setidaknya bagiku).
kampusku membangun kebaikannya, membangun pahalanya sudah 62 tahun sejak ia lahir secara halal di tangan orang-orang hebat dan tersohor di negeri ini.
kampus ini harus mengedepankan nilai, bukan semata barang tau jasa (entah ia milik pemerintah atau BHMN sekali pun).
lalu gimanakah aku? yang hanya setitik noktah di pinggiran sketsa besar kampusku?
entahlah, aku hanya sedang membangun diriku sebaik yang aku bisa.
kampusku adalah sekumpulan proses dan aku menjadi bagian dari outline-nya.
meski kampusku memiliki terminal-terminal kecil, tapi ia tetap saja hanya bagian dari proses dari sesuatu yang lebih besar, yaitu negeri ini, Indonesia Raya.
kampusku tidak boleh melupakan Indonesia-ku, negeri dengan limpahan rahmat dari Tuhan, negeri dengan bangsa yang besar ini.
Gadjah Mada, dari dulu jiwa raganya adalah untuk Indonesia.