I’D LIKE TO THANK MOM AND DAD, FOR GENEROSITY AND HOSPITALITY...
Akhirnya usai sudah ujian akhir semester IV ini, walau dilalui dengan langkah-langkah yang tidak gampang, sangat gontai, sampai akhirlah juga.
Dan kali ini giliran saya menghabiskan waktu di rumah, my hometown at home sweet home, rumah Bapak Hanafi dan Ibu Alfiah (baca : AlfiHan). Seneeeeeeeng banget rasanya bisa kembali ke rumah, apalagi suasana rumah waktu itu rasanya sungguh nyaman, bagai surga dunia (saya). Sudah 2 minggu saya nggak pulang. Inilah surga dunia pertamaku, sewaktu memasuki rumah, disambutlah dengan sebuah senyuman yang sangat berharga bagi saya, itu adalah senyuman ibu. Senyuman tanda bahagia yang sangat kukenal. Tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat ibu tersenyum. Lalu, sewaktu bapak datang entah darimana dan kemudian melihat saya, beliau menyapa “mulih tho nduk? Prei?”. “Nggih, Pak.” Jawabku singkat.
Hari pertama di rumah (kaya cerita lagi liburan di kota besar di luar negeri aja ya! Haha), saya tidur, lamaaaa. Sorenya bangun, dan bicaralah ibu, “mumpung prei ayo nyang mesjid, kae mukenane wis tak siapke nduk”. Bagiku… tak masalah sholat di masjid, orang kalau liburan aku suka sholat petang di masjid. Yeah, salah satu mukena warisan ibu yang dipakainya sewaktu mengunjungi tanah suci dulu, masih wangi kupakai, kuambil beserta sajadah warna emas kegedean yang sudah disiapkan ibu di tempat sholat. Di rumah aku sangat tertib, sholatku selalu tepat waktu. Tak lain dan tak bukan karena pengawasan dari bapak sangat ketat. Kalau terlambat sedikit saja, aku bisa kena sindiran maut. Sindiran yang lebih menyakitkan daripada cambukan tali malaikat penyiksa kubur. Dan aku nggak mau bapak menyindirku. Makanya aku selalu tertib kalau urusan ibadah di rumah. Sangaaat disiplin. Bahkan waktu mengaji pun selalu tak pernah absen. Karena bapak menghendaki, rumahnya selalu terdengarkan senandung Al Qur’an. Jadi tiap ba’da maghrib dan shubuh, aku dan ibu selalu mengaji. Trus tiap pagi bapak juga tak pernah absen menyalakan hapenya yang dihubungkan dengan speaker eksternal untuk menyetel marawis2 kesukaannya. Berasa hidup di pondok adjah!:D
Nah, kini kuceritakan sewaktu aku pergi ke masjid ya. Selama aku di rumah, tiap aku ke masjid, aku heran sama orang-orang. Mereka melihatku bagai melihat artis ibukota datang. Yeah! Nggak bohong dah! You count on me! Sampai-sampai sehabis salam aku ditanya oleh orang-orang sekitarku, “Meniki putrine sinten nggih??”. Kujawab saja, “Hanafi ingkang ragil, name kulo Niha”. “owalaaaahhh Hanafi tho”. Dan mereka menatapku dengan tatapan tak percaya. Dan pertanyaan seperti itu, selalu menyambutku tiap habis salam tiap aku sholat di masjid. Oh Tuhan… apa wajahku ini tiap hari berganti rupa yha?? Kok mereka sulit sekali mengenalku. Hhggghh… yeah maklum, aku memang jarang keluar rumah kalau sedang di rumah. Dikiranya, pak Hanafi itu Cuma punya 4 anak doank. Gimana lagi, di luar rumah itu panas, polusi, suara bising, dan sepi orang. Kan jadi males… bwkakaka!
Yang aku suka kalau aku pergi ke masjid adalah, aku bisa melihat-lihat rumahnya mas Afif dan nduk Fani, mantan teman masa kecilku dulu. Rumah yang selalu terlihat horror. Kemudian sesaat mengenang apa-apa yang ada di masa kecilku dulu, bersama mereka tentu saja. Jalan yang aku lewati adalah jalan dimana aku bermain-main dengan mereka seharian, bahkan sampai malam menjelang sampai dimarahi ibu nggak boleh masuk rumah. Kenangan kenangan kenangan, sudahlah.
*kembali ke laptop*
Kemudian sewaktu di rumah, aku mempunyai kantor baru. Yak! Kantor saya adalah di loteng deket genteng. Di sana aku membawa serta karpet dan peralatan kantor (baca: entertainment utilities) dan bermain-main dengannya. Saya sering ditemani seekor kucing lucu. Biasanya saya ngantor sehabis Isya sepulang dari masjid. Apa yang saya kerjakan? Karena di rumah nggak ada kerjaan dan berhubung sedang libur juga saya Cuma main-main dengan beberapa web baru hasil temuan saya dan beberapa teman-teman. Eeeiiitt rahasia web apa. Dikira promosi ntar. Pokoknya sibuk dengan dunia mayalah. Saat saya ngantor, selain kucing, saya juga sering ditemani hamparan langit yang sempurna dengan hiasaan bulan purnamanya, dengan gemerlap bintangnya, mencoba bermain mata, dan menemukan segalanya yang indah dan berguna dari sana. Alhamdulillah selama saya di rumah hujan tak pernah turun saat malam. Thanks God for those perfect circumstances. Don’t you know, I’m a Stars and Planets lover. Betapa saat itu saya ingin mempunyai teleskop. Saya berencana akan membuat teleskop suatu hari nanti agar dapat melihat komet-komet maupun Pluto. Atau… adakah yang mau memberi atau membuatkan saya?? Dengan senang hati lhow yeaa \(^,^)
Betapa saya di rumah merasa sangat dimanja bapak dan ibu. Gimana enggak! Setiba di rumah langsung dibuatkan teh anget kesukaan saya, dibelikan makanan enak, baksonya lek Tarno. Dimulai dari sinilah sel beta pankreas saya bekerja keras memproduksi insulin besar-besaran. Gen-gen yang mengekspresikan insulin di tubuh saya pastilah memerlukan sebuah enhancer dengan kekuatan super. Untunglah pancreas saya masih terasa baik-baik saja dan tak kurang suatu apa. Selama 3 hari di rumah, ibu tak pernah surut semangat membuatkanku aneka macam makanan-minuman berkadar gula tinggi. Saya tak pernah sempat melakukan pengenceran dengan banyak-banyak minum air putih soalnya tanpa minum air putih saja lambungku sudah sangat kembung. Hadewh!
Tetapi alhamdulillah, aku menikmatinya…
Di rumah, tiap aku mau nonton bola, nggak pernah bisa. Tivi jadul kesayangan bapak selalu dipakainya buat nonton berita. Jadilah aku selalu balik ke kamar tiap habis ngantor. Kemudian menunggu waktu sampai aku tertidur. Dan jadilah aku selalu tidur tepat waktu. Betapa disiplin dan teraturnya kan hidupku di rumah.
Aku menikmatinya…
Sewaktu aku memberitahu ibu kalau senin aku mau balik lagi ke kota Jogja, ibu bertanya “Mbak Niha? Arep bali? Jarene prei nduk?”, kujawablah “Inggih bu’, badhe ngurus surat-surat beasiswa wonten kampus”. Sebenarnya Bapak Ibu menyuruhku untuk liburan ke Pare, Kediri lagi agar bisa berbahasa asing dengan lancar. Tapi kuberitahukan kalau aku harus ikut remedi dan nggak bisa libur dengan leluasa, karena nilaiku yang kupikir kurang memuaskan.
Aku balik Jogja sewaktu Bapak Ibu pergi ke acara resepsi pernikahan di gedung Al-Mabrur RSI Klaten sana. Jadilah rumahku yang sepi sendiri kutinggalkan.