Ternyata jalan ini dan itu sungguh berliku. Terjepit di antara jurang dan bukit. Sungguh lupa, rasanya. Setelah bertahun-tahun hanya menapakkan roda dan kaki di antara Jogja dan Solo saja. Dan apa kalian tahu Jogja – Solo itu bagaimana? Bagiku, memilih jalan adalah seperti layaknya memilih cara hidup.
Lihat, seperti jalan raya Jogja – Solo yang sistematis. Jalan yang selama ini kulalui adalah itu-itu saja, demikian gampang diramalkan kesudahannya. Di jalan itu, aku terjamin secara sederhana, terlindung oleh sistem, stabil secara psikologis, mapan secara sosial, dan semua itu seringkali membuatku bosan. Seperti hidupku selama ini. Kuliah – organisasi – beasiswa – praktikum – laporan - pulang – minta uang. Tantangan yang segalanya berasa serupa.
Namun lihat juga, jalan Jogja – Semarang tak seperti Jogja – Solo. Penuh bukit dan jurang. Kendaraan beroda yang mengantarkanku seperti hendak menantang kelokan-kelokan tajam itu, dengan kecepatan dan keahlian sang pengemudi tentunya. Sebuah rasa yang kurasa dulu pernah terasa menggelayut kembali, mengiming-imingiku sesuatu yang tengah berlari, memanja untuk aku kejar.
Betapa sesungguhnya aku mendamba hidup yang seperti itu. Kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan atom-atom : meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, berpencar kearah yang mengejutkan. Ingin, menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Hidup bebas dengan saripati yang amat terasa, tidak hanya oleh diri sendiri namun juga alam semesta.
-inspired by aray and my lil experience-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar