“Kimia Organik ini asik banget deh. Mereka belajar darimana sih? Eh
ada Pentagamavunon, dibuat sama Pak Jim dkk. Gimana bisa? Pak Jim ke Belanda,
Pak Parjan ke Belanda, Bu Hilda ke Belanda. Oiya, dosen Mikrobiologi (A.k.a. Bu
Silvy) kemarin ke Leeds yah.. (buka FB, ternyata ke Leiden)”. Satu semester
pendidikan Sarjana berlalu.. Muncullah Bu Ritma. Kimia Organik juga.. Beliau ke
Bristol, England. Beuh.. Langsung deh buka-buka website universitas di England.
Suatu pemutusan sepihak saat itu bahwasannya aku memutuskan untuk ke Liverpool,
negerinya The Beatles. Langsung aku kabari si Kincrut bahwa aku mau ke Liverpool. Dia mendukungku. Itu saja. Mungkin saat itu Kincrut berpikir “ini
anak lagi ngimpi, tidur, kok bisa sms aku sih.” haha..
Trus di tahun 2013 (sudah hampir 5 tahun sejak saat itu) bertemulah
saya dengan tokoh idola saya di Kimia Komputasi (tema riset skripsiku), Pak
Enade. Beliau ke Belanda juga. Jreng jreng.. Muncul deh angan-angan setinggi
langit “Mungkin nggak ya suatu saat nanti bisa seperti mereka, ke Luar Negeri
kuliah Master dan Doktor.”
Sejak saat itu aku rajin browsing bagaimana caranya biar bisa
lanjut kuliah ke Eropa. Ya. EROPA! Pramoedya Ananta Toer memang nggak terlalu
salah untuk mengatakan lewat dialog Nyai Ontosoroh, bahwa “Kau sendiri ikut mengalami. Utara sendiri
selalu jadi mata angin keramat bagi bangsamu, sampai-sampai dalam impian. Kan mimpi berlayar ke utara selalu dianggap
oleh bangsamu sebagai firasat bakal mati. Kan sejak jaman-jaman tak dikenal
bangsamu menguburkan mayatnya ke utara bujur? Kan ideal rumah kalian adalah
menghadap ke utara? Kata Papa, karena dari utaralah datang kaki segala bangsa,
meninggalkan kalian setelah jadi buncit,
dan sampah-sampahnya yang kalian dapatkan? Dan penyakitnya? Dan hanya sedikit
dari ilmunya?”. Tapi zaman sudah sedikit berubah Mr. Pram. Bagaimana pun, banyak hati
anak bangsamu yang mati-matian berniat dan berlaku bagaimana supaya Bangsa
Indonesia ini tidak hanya tinggal buncit, sampah, dan penyakitnya saja.
Melainkan mencuri ilmu sebanyak-banyaknya. Di Eropa. Kau tau Bung, aku
mendapati Papa kurang lihai dalam menempatkan kami di negeri sendiri. Terkadang
kami berpikir, biarlah Papa tidak memikirkan nasib kami, namun kami akan tetap
mencari celah bagaimana supaya kami masih sanggup berguna untuk Anak Segala
Bangsa lainnya. Hopefully.
Saat kuliah sarjana, aku
bilang ke calon suami: Aku mau kuliah ke luar negeri lho buat belajar Kimia
Organik. Dia menanggapi simpel saja: Ya kejar donk, tapi sebelum kamu ke sana,
harus nikah dulu sama aku. Lalu aku bilang: Ya lihat saja nanti berhasil nggak.
(Dalam hati: gawat kalau beneran, aku bakal nikah muda nih). Tidak banyak orang
yang tahu kecuali segelintir orang bahwa aku memiliki mimpi untuk kuliah di
Belanda. Segelintir orang itu pun tidak banyak berkomentar. Sehingga perjalanan
anganku berlajut dalam diam, dalam hati, dalam pikiran, dan dalam doa saja.
Tidak banyak kata. Pokoknya jalan terus, awas terhadap setiap kekurangan dan
kesempatan yang ada. Sebenarya tidak cuma ke Belanda sih anganku, namun ke
belahan dunia lainnya juga, pokoknya yang mau menerimaku, yang cukup
berkualitas, dan tidak terlalu membebani. Saat itu ada banyak sekali pihan
dengan banyak pertimbangan. Sampai-sampai, aku hafal banyak universitas baik
nama, tempat, persyaratan masuk, dll. Teman-temanku ternyata banyak juga yang
ingin ke luar negeri. Andai mereka tahu, mereka bisa menanyakan padaku segala
hal tentang universitas dan beasiswa di luar negeri.
Aku ini orangnya penuh
pertimbangan. Aku memikirkan saat yang tepat dan meramalkan sendiri kapan aku
harus berangkat, menikah, punya anak, dsb. Sehingga aku harus persiapan apa
saja dan sejak kapan. Bila dipetakan, maka anganku bisa menjadi peta selebar
kertas ukuran A5 skala 1: 2 juta. Haghag.. *becanda. Namun jujur, aku berharap
banget alam semesta berkonspirasi untuk mewujudkan impianku lewat bisikan
Tuhan. Allah SWT nggak pernah mengingkari nikmat-Nya kepada hambaNya. Aku
dilewatkan jalan yang penuh tantangan. Sepanjang jalan aku penasaran dan
bertanya-tanya: mengapa ini terjadi padaku? Apa lagi nanti yang akan terjadi
padaku? Bisakah aku melaluinya?
Kau tahu, banyak sekali
rumus yang Dia pergunakan untuk mengatur hidupku yang menakjubkan ini hingga
aku tak paham dan menganggapnya keajaiban. Percayakah kalian, bahwa semua anganku
tersebut teraih dengan mulus. Tanah Eropa sudah aku injak-injak selama 3 minggu
ini. Ya. Aku di Belanda.. EROPA yang menakjubkan untuk 2 tahun ke depan. Kuliah
Master di salah satu universitas riset terkemuka. Yang publikasi risetnya
sampai berkali-kali menjamah jurnal paling bergengsi di dunia: NATURE.
Namun tahukah kalian,
perjalanan anganku belum berhenti. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya,
apa yang akan terjadi padaku nanti? Bilakah semua anganku tidak akan pernah
sia-sia? Bisakah aku menikmati seluruh rangkaian perjalanan ini? Aku masih
terus bergantung padaNya. Eropa ternyata hanya sekecil ini, dan aku tak ingin
membiarkan kaki-kakinya mengangkangi Tanah Air Ibu Pertiwi tempat surga berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar