“Life
is what happens to you while you are busy making other plans.”, Kincrut
mengutip lirik lagu “Beautiful Boy” John Lennon sembari membayar enam belas
ribu rupiah untuk seporsi kare ayam, seporsi rica-rica ayam, setusuk sate ati,
2 gelas teh anget, dan sebungkus rambak yang kami makan berdua di ujung Jalan
Slamet Riyadi Solo menjelang hampir tengah malam itu. Ya, malam itu sesuatu
mempertemukanku dengan rekan lamaku semasa SMA. Kala itu pula gilirannya
bercerita, memberiku banyak informasi bagaimana kehidupan suatu titik berjalan,
titik kehidupannya, setelah orang-orang lain yang aku temui juga bercerita
panjang lebar. Kesimpulan yang kuambil pun berbeda namun masih hampir sama tiap
aku bertemu orang yang berbeda, kesimpulan bagaimana hidup berjalan.
Sebelumnya, aku pun bertemu teman kampusku
dulu, ia juga memberi cerita bagaimana hidupnya berjalan, bagaimana dia melalui
momen-momen krusialnya, bagaimana dia menghadapi emosi dan pikirannya sendiri
yang kadang tak bersahabat dengan fakta yang dilakoninya, daaaann…sebagainya. Cerita-cerita
kawanku memberikan arti tersendiri buatku. Arti kehidupan yang kucoba
sinkronkan dengan nilai pribadiku. Hampir sama. Inti dari cerita mereka dan aku
di sini adalah: “kami anak muda yang memiliki kobaran harapan”. Harapan yang
ingin kami raih dengan segala macam rintangannya. Jalan kami tidaklah mudah
meskipun bila dilihat dengan perspektif tertentu sebenarnya jalan yang kami
pilih ini cukup simpel untuk dilalui. Orang pasti akan berkomentar: “Ah,
bisaaaa! Gitu aja kok. Apa sih yang sulit bagimu. Aku pikir kamu mampu kok.”
Aku adalah orang lain bagi mereka, dan mereka juga orang lain bagiku, dan
kalimat itulah yang saling kami lontarkan kepada satu sama lain. Namun, pada
kenyataannya nggak mudah, karena apa? Karena kami sulit melawan diri kami
sendiri, bukan melawan yang lainnya. Meskipun memang, di saat mereka bercerita,
aku melihat guratan-guratan kesulitan menyertai mereka. Hanya karena aku larut
dalam cerita, berempati, dan menilik diriku sendiri yang juga sedang merasa
sulit melawan diri sendiri untuk meraih harapan. Salah satu kawanku merasa
hidupnya sedang terperangkap dalam dunia yang tidak disukainya. Bukan ia yang
memilihnya, tapi kehidupan mengalur demikian. Ia merancang harapan bahwa dia
harus menemukan momentum yang tepat untuk keluar dari perangkap itu. Sekarang,
ia sering merasa demotivasi karena dirinya memaksa melakukan pekerjaan yang
bukan keinginannya. Itu sulit.
Pertemuan aku dengan kawan-kawanku
menjadi momentum untuk memecahkan kebuntuan kami masing-masing karena siapa tahu
kita dapat saling membantu, pun saling berbagi dapat membantu meringankan beban
yang sedang dipikul. Karena kuakui, apa yang dialami salah satu kawanku yang
lain tersebut tidaklah mudah. Tak dapat terbayangkan bila aku menjadi dirinya. Sebagai
gambaran saja, mulai sekarang dia harus melakoni hidup dengan perencanaan yang
runtut dan tepat. Bila lengah sedikit saja, maka rintangan yang ada bakalan
semakin besar dan sulit. Hidupnya beresiko. Meskipun sebenarnya bila dia menyerah
dan memilih jalan hidup lain dapat menjadi alternatif baginya. Namun apakah
menyerah adalah solusi? Aku membayangkan diriku sedang mempertahankan sebuah
prestasi dengan para pesaing yang cerdas, bila aku lengah sedikit saja, maka
aku tak dapat lagi menjadi juara seperti biasa. Begitulah.. menyerah adalah
gagal. Pernahkah mendengar kegagalan itu sebagai solusi? Atau katakanlah,
bangkit dari kegagalan (atau menyerah) dengan memilih sesuatu lain yang tidak terlalu
beresiko tinggi. Tetap saja namanya “telah gagal” bukan?
We
struggle our life. Terkadang,
aku harus menanggapi sendiri pernyataan itu: “Struggle for what? In the name of.. what?”. Aku merasa kurang bisa
menjawab sendiri pertanyaan itu. Begitu pula kincrut setelah dia bercerita
panjang lebar tentangnya. Sehingga, itulah yang menjadi pegangan ketika niat
terasa kurang pas dengan nilai kehidupan seharusnya. Aku pun, teramat puas
ketika aku merasa bahwa aku sedang memperjuangkan sesuatu yang tidak mudah. Hidupku
berjalan terkadang sesuai perencanaan dan terkadang tidak sesuai perencanaan. Namun,
sepanjang aku memperjuangkan sesuatu secara runtut dan pantang menyerah, aku
puas. That’s it. Karena buatku,
konsep kesuksesan adalah tentang kepuasan. Aku sukses bila aku puas. Aku
bahagia bila aku sukses. Demikianlah premisnya. Jadi ketika kepuasan adalah
tentang perjuangan, maka proses adalah intinya. Proses memperjuangkan sesuatu
yang tidak mudah, memperjuangkan mimpi yang bagi diri sendiri tidak sederhana,
adalah kepuasan. Hasil bagiku adalah fatamorgana, entah itu hasil bagus atau
hasil jelek. Jadi, bila kesuksesan terpatok pada sebuah hasil, kebahagiaan akan
kesuksesan itu tak bakal terasa lama, dan kita tak akan pernah puas padanya,
ingin yang lain yang lebih lagi dan lagi. Lantas apalah sukses itu. Sehingga,
menikmati proses perjuangan adalah hidup yang sebenarnya hidup, kita tak akan
tertipu oleh fatamorgana. Tak ada yang namanya perjuangan itu mudah, semua
orang merasakan kesulitannya masing-masing. Tak akan pernah sia-sia bila yang
kita perjuangkan itu adalah hal yang baik. Setitik pun tak akan pernah sia-sia.
Kegagalan bagiku adalah ketika berhenti berjuang, menyerah pada keadaan yang sedang
tak mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar