Semakin nyata saja kalau saya harus pergi *menyiapkan hati*
Senin, 09 Juni 2014
Kamis, 01 Mei 2014
Teologi dan Teknologi
Ternyata ia rajin membaca blog-blog empunya motivator dan guru meditasi. Nampaknya ia tak familiar dengan cara kontlemplasi Nabinya sendiri. Tak paham bagaimana membuat dzikir merasuk sampai jiwanya hingga transenden. Adakah sufi Jawa? Memang sebuah tarekat tak diajarkan secara online, yang ada hanya wacana tak masuk akalnya. Teknologi dan teologi juga ternyata hanya bisa berdiri sendiri-sendiri. Teknologi hanya bisa menyajikan permukaan teologi. Sungguh kasihan anak sekarang. Bapak, tolong ajarkan. Demikian, aku perlu merenung sebelum mempunyai anak, bagaimana aku bisa membuatnya menghubungkan jiwanya dengan Sang Pemilik Jiwanya. Aku tak boleh melepas anak panah yang tumpul bukan? Ia tak akan bisa menancap tajam pada sasarannya. Bisa terlempar dan pecah berkeping-keping. Dan aku tak bisa melepaskan anak panah tanpa ilmu memanah bukan? Anak panahku hanya akan melesat tanpa arah dan tujuan.
Cinta Sebenarnya
Sebuah cinta antara laki-laki dan perempuan tidak diukur oleh seberapa besar komitmennya. Cinta yang sebenarnya cinta akan tetap ada kendati tidak diimbuhi apa-apa. Cinta ada dengan sendirinya, dengan apa adanya.
(Sebentar, kamu tahu cinta di sana itu apa? Kamu pernah benar-benar mengalaminya? Kamu nggak salah menyebutnya cinta? Atau ia sebenarnya hanya sebuah hubungan? Tapi memang benar demikian kan? Masa bodoh, itu definisiku.)
Senin, 21 April 2014
EF1%
Rabu, 16 April 2014
Antara Palapa dan Karangayu
Saya jadi berpikir, jangan-jangan pak supir sebenarnya adalah orang kaya yang hanya ingin mencari kesibukan di usia senja dan merasakan susahnya hidup menjadi supir angkot.
Kalau aku berencana mengelola perkebunan sih nanti. Bahahaha... kebon siapa pula. Ya, pengen banget punya kebun dan hidup tentram di desa seperti Hobbiton Village, Middle Earth.
Selasa, 08 April 2014
Intersection
1. Malam ini saya membaca paper ini, yang khusus saya persiapkan untuk aplikasi ke Kyoto (sudah 2 kali saya ditolak profesor dari Kyushu dan akhirnya memilih Kyoto karena tempatnya historis banget), kau tau, GPCR selalu menarik pikiran saya. Tak pernah lepas sama jurnal-jurnal yang membahasnya. Seakan ada magnet yang membuat saya ingin tahu lebih dan lebih lagi. Ini semua gara-gara Mas Dep dan Pak En, tentu saja. Thank to them. Konsentrasi saya kerahkan untuk memahaminya. Mahasiswa lulusan S1 Farmasi nggak akan banyak tau apa itu Ubiquitin dan Arrestin, kan? Nggak tau pentingnya mempelajari itu untuk mencari target aksi obat dan kandidat obat yang tepat untuk macem-macem penyakit, kan? Demikianlah saya membaca paper ini.
2. Sesuai rencana untuk menjamah Kyoto dan memiliki iklim belajar GPCR dengan tenang, saya harus melengkapi data ini sebelum di-submit. Sungguh tidak mudah karena saya harus mencari literatur yang ngga biasa saya baca sebelumnya. Harus menyamakan frekuensi otak saya minimal setara dengan si pembuat literatur, yang benar-benar baru. Kau tau, pembuka tabir cahaya hanyalah Dia. Tanpa restu-Nya, saya tak akan bisa paham apa yang sedang saya baca untuk dimengerti.

3. Malam ini juga saya iseng mencari pengumuman eLPeDePe, dan menemukan nama saya di lampiran PDF nya. Itu berarti saya harus bersiap pada fase selanjutnya yang nggak kalah menegangkan. Adrenalin saya akan segera beraksi habis-habisan. Asal saya bisa mngontrolnya saja ketika hari H. Doakan saya!
4. Bulan April ini saya diharuskan mengikuti banyak pelatihan di kantor. Bulan Mei nanti, akan ada kunjungan dari WHO untuk memastikan produksi Levofloxacin berjalan lancar untuk supply ke luar negeri. Sebagai staff pemastian mutu, tau kan gimana tanggung jawab saya? mutu obatnya harus benar-benar baguuuusss.
Kerja keraaasssss, berdo'a.... and
These too shall pass.......
Sabtu, 05 April 2014
Frame
Aku memberi tanda kutip dan garis bawah pada kalimat salah seorang kawanku suatu kali bahwa: "Aku baru sempat mengusahakan satu saja selama 6 bulan terakhir ini. Satu saja sungguh menyita pikiran, tenaga, dan finansialku. Apalagi dua atau tiga. Aku belum sanggup. Sekarang aku masih harus fokus pada yang satu ini. Karena mulai saat ini pekerjaan sampinganku juga membutuhkan tenaga dan pikiran juga. Aku tak ingin mengecewakan orang-orang di sekitarku". Aku tidak menginterupsi sama sekali pernyataan kawanku itu. I had no objection. Karena aku bukan dia, aku tak merasakan jadi dia. Aku hanya mengangguk dan berusaha paham pada pilihannya. Meskipun dalam perspektifku, dia orang yang hebat. Dalam perspektifku, dia bisa mengusahakan 2-3 buah dalam sekali waktu, bukan cuma satu. Betapa tidak? aku yang memiliki spesifikasi lebih rendah darinya saja bisa mengusahakan dua sekaligus. Namun dia memilih satu saja.