Senin, 24 Februari 2014

Unfinished Thought

Kamu tentu nggak boleh menyalahkan anakmu yang mendapat nilai jelek di ujian matematikanya selagi kamu menyaksikan usaha kerasnya sebelum ujian kemarin. Kamu pasti nggak habis pikir kok anakmu  sulit sekali memahami matematika padahal kamu dulu sewaktu masih sekolah, matematika bisa dengan mudah ditaklukkan dengan banyak latihan persoalan. Kamu lihat, anakmu telah juga latihan sekeras kamu. Dulu kamu pikir, temanmu yang tidak jago matematika karena ia malas. Namun kamu tidak berpikir bahwa ada faktor lain yang membuatnya terlihat bodoh di pelajaran matematika. Sekarang kamu tau kan rasanya dapat nilai jelek? Ini nilai jelek pertamamu dan untuk selanjut-lanjutnya. Rasakan.
Kata mas Ubay, Porsi Tuhan pada nasibmu itu total, menyeluruh, dan ngukupi. Hanya letaknya yang argumentatif dengan kamu masih harus berusaha, bekerjakeras dan berencana.

Ayah, bahkan barusan bilang. Boleh saja kau merencanakan menikah di Bulan Besar yang menurut kitab mujarrobat itu bisa membuatmu menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis dan penuh kebahagiaan. Tapi bila ternyata hidupmu tidak bahagia padahal kamu telah dengan rela menunda pernikahan sampai datangnya Bulan Besar, berarti memang bukan rizki kamu untuk bahagia sekarang. Kenapa kamu bisa nggak bahagia? Ya karena faktor lain.
Atau kamu sudah bekerja keras mencari nafkah, bahkan kamu sudah berhijrah kemana-mana mengadu nasib, namun kamu tidak lekas kaya pula. Karena memang belum rizki kamu. Kamu bisa berspekulasi apa pun terhadapNya, namun jangan pernah berhal negatif karena jiwamu selalu ada ditanganNya. Itu hanya akan membuat dirimu terlempar ke kiri dan semakin ke kiri. Kurangkah oksigen yang kamu hirup?

Kamu memang harus terus berjalan tanpa peduli batu kerikil jurang maupun samudra. Tapi kamu nggak boleh lupa bahwa bahagia itu sesederhana kamu menikmati secangkir teh setelah kegagalan ujianmu, atau mendapati dirimu membantu orang kesusahan yang kamu temui di jalan padahal kamu juga sedang susah. Kamu puas kan?
Oh ya.. Kamu jalan dan menaklukkan tantangan kan memang buat mencari kepuasan. Buat apa yang lain coba? Nggak ada yang lain kan? Hey. Memang pula kamu nggak ingin cepat punya anak dan menikmati gelak tawanya? Kamu terlalu berencana memikirkan hidupmu agar nggak terlalu mainstream. Mengapa tak sekalian kamu bercita-cita menjadikan dirimu Titanium?

Dan aku masih nggak paham kenapa..

Minggu, 23 Februari 2014

Woman

It is hard to be woman. Particularly for my sister. It is the second time she experience bleeding when she begins to pregnant. Her life is hard because sometimes she can hardly see her life beyond the imperfection. I find sometimes she is grateful to have her only daughter. But she desires a lot to have another baby, likewise the other moms do. She must realize that the happiest moment in her life is the moment when her only daughter was born safely in the early years of her marriage. As I want to have four kids someday who will be born naturally from my uterus, I understand how hard her condition is right now. She must against her disappointment towards her destiny and try harder to have another chance. I remember that I gave her a bouquet of flowers after she did curette safely, it is because I felt empathy loosing the baby and encourage her to have another try that someday she will surely pregnant again. What matters is that I worry so much towards the condition of her uterus and the tissues around. I hope there will no complication at this time and the next next time as I often read the articles mention that uterus, servics, ovarium can be very sensitive if it is not well taken care. Who can guarantee those safety? God can. Dear all men in the world, treat your lady with love, care, respect, value, and good protection. Treat her as equal and never do violence as you will never know how deep woman's feeling that can make your world stays warm, happy, and beautiful.

Minggu, 12 Januari 2014

Engaged

Start from this day, it will be different from the days before. I am officially waiting for him. The man whom I usually call when something is going wrong in this last 7 years of my life.

Selasa, 07 Januari 2014

My DRI Between 23-24 Y.O.






Thanks Harvard, School of Public Health! Take yours here.

Minggu, 05 Januari 2014

Existence

#I've been so long observing my face and my skin when I was a senior high school student this night. I believe that there were encoded genes inside me. My body wasn't as perfect as now. So were my friends'. Furthermore, what are those genes? How do I up-regulate or down-regulate them so that  my body won't be too early aging? Dear God, thank you for gimme a life!

#I've been accidentally posing my hand in a way in which it put above my vein in my down leg. The beats was strongly dazzled me how I always lose my mind. It goes to the never-world. Dear God, thank you for gimme a life!


Selasa, 31 Desember 2013

Wedangan for Power of Culture



Dua hari lalu saya ikutan kuis Terasolo tentang Wedangan. Kuisnya bertemakan “Power of Culture” dengan pertanyaan “Kalau kamu dapat kesempatan buat buka #Wedangan , kamu mau bikin wedangan yang seperti apa?”, dan inilah jawaban saya:

 

Di malam tahun baru ini, Terasolo mengumumkan pemenangnya. Here it is:



Tak menyangka ideku mendapat apresiasi, karena dari kecil aku tumbuh menjadi seorang anak yang kurang kreatif menilik ayah-ibu bukan orang yang ”masa kini”. Ibu adalah pribadi yang lebih sering “hidup di masa lalu”. Ayah adalah seseorang yang ingin maju,namun tak banyak mengenal sarananya. Berbekal semangat dari ayah dan karena aku merasa kurang kreatif, di saat remaja aku menjadi gemar membaca buku dan majalah yang seadanya. Koran Solo Pos menjadi langgananku pula demi menjadikan diri ini seseorang yang kreatif. Aku pun memesan beberapa film kepada Mbak Lika, yang sedang kuliah di Jogja, untuk aku tonton di rumah ketika weekend. Namun masih saja, meskipun beberapa ide muncul ketika diperlukan, aku masih kurang dapat mengeluarkannya dari dalam kepala. Aku pendiam, terkadang itu menjadi masalah, meskipun sekarang aku agak “speak up my mind”.

Well, back to the main topic. Aku merasa aku bisa memenangkan kuis Terasolo di atas. Awalnya, aku kesulitan menggali ide. Wedangan, suatu hal yang kugemari, namun aku melakukan wedangan dengan konsep yang biasa-biasa saja, nggak ada yang spesial. Aku sering wedangan di warung sendirian dan terkadang bersama kawan bila ia juga gemar sepertiku. Nggak banyak temanku yang mau berdiskusi mengenai suatu pokok masalah dibarengi dengan wedangan. Kebanyakan kami hanya ngobrol apa yang menjadi kegiatan sehari-hari, ngobrolin gosip, dan itu nggak spesial. Jadi, nggak ada ide.

Lalu, terlintas di kepala, Ibu memiliki rumah Joglo dan gebyok antik peninggalan nenek. Bulan lalu aku menginap di rumah salah seorang temanku yang memiliki rumah Joglo dan kebun yang sangat luas dengan buah-buahannya yang sedang ranum, kami mengobrolkan mimpi kami dengan masing-masing menyeduh wedang jeruk anget di atas dipan kayu beranyaman. Suasananya saat itu sore hari dan sehabis gerimis. Bau tanah basah menambah harum, suara gemericik air dari bambu yang dipakai untuk saluran air menjadi iramanya. Sungguh syahdu. Mirip suasana di rumah nenek.

Terlintas pula memori saat-saat aku berada di Klinikkopi di sekitaran Yogyakarta. Sempat aku ingin memiliki rumah dengan gaya bangunan di kafe tersebut dengan rumah panggung “woody frame style” yang dikelilingi ratusan pohon jati. Seperti apakah itu? Coba cari gambar bangunannya. Terimakasih kepada Mr. Enade yang telah menggiringku kesana dulu. Kami berdiskusi sesuatu yang sangat kuinginkan di masa depan untuk aku kuasai teori dan tekniknya. Sangat nikmat menyantap pahitnya "Wamena Low Coffein Americano" buatan mas Pepeng yang dibuat handmade dengan bantuan seperangkat alat pemeras espressonya. Wedangan menjadi semakin nikmat menjadi-jadi. Bayangkan rumah panggung kayu seperti gaya rumah di Sumatra khas Indonesia, memiliki frame-frame kaca yang luas dan dapat dibuka selebar-lebarnya seperti sebuah sanggar khas kontemporer, beserta rindang pepohonan Mangrove khas area tropis dengan semilir angin yang menggoyangkannya. Suara gesekan dedaunan, meskipun nggak semerdu pohon bambu, menjadi backsound di sela-sela obrolan para penikmat wedangan. Euh.. ini baru yang namanya Power of Culture, bukan? Setau saya, tidak banyak wedangan dengan konsep demikian.

Ide yang ketiga. Pernah suatu kali menonton film "Architecture 101"? Sejak saat itu saya mengoleksi bacaan terkait rumah dengan konsep “Green Roof”. Salah satu mimpi saya adalah memiliki rumah dengan desain Green Roof. Salah satu teman saya di kampus menyebut saya cukup visioner. Betapa tidak, dengan background ilmu tentang obat, namun saya juga menaruh perhatian besar tentang sebuah desain bangunan. Penelitian saya di kampus mendukung aplikasi Go Green atau Green Chemistry sehingga saya menggunakan bahan kimia minimalis dan alat praktis semacam microwave dalam mendesain dan mensintesis obat. Ide yang cukup kreatif dan jarang diaplikasikan di Indonesia. Tak terkecuali pemikiran tentang bangunan rumah. Bila saya ingin hidup di kota, maka konsep Go Green juga menjadi dasar pertimbangan. “Green Roof” adalah solusinya. Untuk orang seperti saya yang menyukai wedangan baik sendiri maupun bersama kawan ngobrol, Green Roof akan menjadi tempat pilihan bagi saya untuk bisa menikmati wedangan dengan pikiran yang santai. Bayangkan sebuah kedai wedangan dengan konsep Green Roof, lesehan, pelanggan diberi kebebasan untuk membuat sajiannya sesuai seleranya sendiri dengan diakomodir sang pemilik kedai wedangan. Bisa juga disediakan dipan balok-balok kayu untuk yang tidak suka duduk lesehan. Kedai berlokasi di dekat Bandara yang tentu saja sewaktu-waktu pesawat dapat tinggal landas maupun landing di atas kita. Rasanya? Saya dulu sering membaca buku di area terbuka Angkasa Pura AAU Yogyakarta. Awalnya ketika merasakan pesawat tepat berada di atas kepala saya dengan jarak yang hanya puluhan meter, maupun ketika pesawat tinggal landas mengarah ke kita, perasaan sangatlah berdesir-desir seperti sedang hysteria. Namun kelamaan menjadi terbiasa. Hal ini akan menjadi daya tarik sendiri bagi pelanggan. Atau konsep Green Roof dengan pemandangan hamparan luas pantai berpadu cakrawala langit seperti di San Diego, US. Suasana telapak kaki dingin karena tanah berumput, angin semilir, dan atap biru langit sore maupun atap hitam langit malam dengan bintang gemintang dan cahaya bulan akan membuat suasana wedangan menjadi sempurna. Hiasan lentera antik gaya tradisional, eropa, maupun kontemporer dengan pencahayaan yang remang-remang akan menjadikan wedangan terasa elegan. Menarik bukan?






Namun, saya pun mengapresiasi salah satu ide nominee yang lain. Yaitu wedangan di dalam Bus. Saya teringat film "Stairway to Heaven" dimana ada adegan kencan menonton film menggunakan properti berkonsep movie box di dalam bus. Kedai wedangan di dalam bus dapat selalu berpindah ke tempat-tempat sesuai pesanan kita, dengan box load pelanggan yang dapat diatur desainnya. Sambil wedangan sambil traveling. Sangat menarik.

Anyway, Thanks to Terasolo who had broadened my mind! ;)



Senin, 16 Desember 2013

Man Arbitrary

Betapa masih ada laki-laki nggak gentle di luar sana. Seketika kutemui bapak-bapak yang membiarkan istrinya berjalan jauh sembari menggendong anaknya, hendak bertanya apakah warung di depan sana menjajakan Cap Cay. Si suami mengikutinya dengan melajukan motornya kencang. Mereka lalu makan di warung itu, sang istri masih memangku anaknya sambil makan Cap Cay kepanasan yang dipesannya sementara si suami makan dengan tanpa beban dosa. Wahai.. Ini sudah tahun berapa ribu masehi? Demi apa laki-laki masih bersikukuh menjunjung egonya tinggi-tinggi? Cinta pasti sedang tak utuh di sana. Beruntungnya aku pernah tumbuh bersama keluarga yang menjunjung nilai anti kekerasan terhadap perempuan sehingga aku tak akan mau ditindas keegoisan lelaki seperti jaman dulu kala. Sebagai pria kantoran nan metropolitan, bekerja di luar dengan menyenangkannya bersama kawan-kawan sembari disisipi arti pencarian nafkah, toh takseberat mengandung, melahirkan, menggendong, menyuapi (dll) anaknya. Don't be so sickening, you (if truly a) man!!