Senin, 09 Februari 2009

Our Reflection (Part 2)

Sadarkah kita walaupun cermin memantulkan bayangan yang sesuai dengan apa adanya, namun tetap saja ia subjektif. Kenapa? Karena kesimpulan akhir yang terungkap dari cermin itu tentu saja dikeluarkan oleh orang yang bercermin. Ketampanan, kecantikan, dan bayangan seindah apa pun yang terpantul dari cermin itu tentang diri kita tetap saja merupakan sesuatu yang tidak obyektif. Lantas, siapakah cermin sejati itu?

Ini sebuah kenyataan yang harus kita terima bahwa orang lainlah tempat terbaik untuk menilai diri kita, sebab penilaian orang lain relative lebih obyektif. Karena bagaimanapun, orang lain relatif lebih terbebas dari nilai-nilai ego yang begitu kuat mencengkeram kita.

Namun, keobyektifan itu bernilai mahal dengan kerelaan kita menerima penilaian bukan hanya yang bernilai positif tapi juga yang bernilai negative, mahal karena jarang orang yang berlapang dada mau menerima kekurangannya, namun ia akan bahagia bila hal sebaliknya dilakukan.

Padahal mengelola refleksi diri berupa kritik akan mengantarkan kita menjadi pemimpin yang semakin hari semakin memiliki kualitas diri mnimal untuk memimpin diri sendiri.

Hal ini karena hakikat kelapangan dada untuk menerima kritik adalah parallel dengan usaha kita melakukan perbaikan dan peningkata kualitas diri.

Budaya bercermin seharusnya kita kembangkan dalam diri melalui upaya-upaya saling mengingatkan antar kita melalui media-media yang ada, salah satunya dalam suatu kinerja tim, dan dalam pergaulan kita sehari-hari. Jadikanlah upaya saling mengingatkan sebagai sarana kita untuk menjadi orang yang lebih dewasa dalam bersikap dan berhati-hati dalam bertindak. Mengingat kita semua adalah makhluk yang lemah dan jauh dari kesempurnaan. (-setuju??????-)

-Terimakasih untuk tim HSC Human Anatomofisiologi FA UGM yang tak kenal lelah membahasakan kuliah yang lalu, handout-nya sangat membantu.. -

Our Reflection (Part 1)

Dalam kuliah Kimia Farmasi Dasar November lalu, Dr. Ritmaleni yang baru saja memperoleh gelar Philsaphato Doctoral, menyampaikan pengalamannya waktu stay di Bristol Inggris. Bahwa disana itu menghargai orang berbicara adalah sebuah tradisi yang dijunjung tinggi nilainya. Berbeda dengan disini, bahwa yang seperti itu hanyalah menjadi sebuah ungkapan tata karma saja. Tidak ada realitanya.

Ditambahkan juga oleh Bapak Mitrayana, Dosen Fisika Farmasi, bahwa untuk menghasilkan karya yang besar dan fantastis, maka seseorang itu harus banyak membaca dan mendengarkan. Karena dari sebuah perkataan yang sepele dapat memunculkan kejayaan suatu peradaban. Entah bagaimana saya juga tidak terlalu tahu, karena waktu terlanjur membatasi kuliah kami waktu itu. Tapi Pak Mitra ngendiko, bahwa sebuah perkataan adalah sebuah informasi yang harus kita cerna baik buruknya. Intinya hargailah orang berbicara.

Dapat kita lihat sewaktu inauguration Barrack Obama sebagai presiden USA yang baru, ketertiban itu terlihat di saat sang Presiden berbicara maka rakyatnya diam dan mendengarkan dengan seksama. Berbeda dengan disini, sewaktu di dalam majelis, bila ada seseorang menyampaikan orasinya maka yang seharusnya mendengarkan malah sibuk sms-an, ngobrol dengan teman sebelahnya, berbisik-bisik, lebih parah juga ada yang tertawa-tawa dan becanda sendiri. Hal ini juga terjadi di majelis tinggi NKRI sewaktu sidang paripurna. Ketika sang ketua majelis memimpin rapat, para anggota dewan malah enak-enakan tidur, mengaca untuk berhias. Whaww!! Ternyata komplit banget, tidak rakyat, tidak juga wakil rakyat, tetapi semuanya. All walks of life… Wahai teman-temanku para mahasiswa dan para pembaca sekalian, janganlah hal ini terjadi pada generasi kita. Ironis juga, kita kan orang Jawa, orang timur yang mengunggulkan tata krama dan sopan santun.

Mari kita sama-sama berbenah diri. Bukan maksud aku untuk selalu melebih-lebihkan apa yang menjadi keburukan pada apa yang kita punya. Tetapi marilah kita mengingat bahwa, Orang yang berakal adalah orang yang mau mendengarkan dan mampu mengikuti apa yang baik di antara perkataan itu. Dalam artian lain, Orang yang berakal adalah orang yang PEKA, sekali lagi.

Baiknya sekarang, marilah kita bercermin pada sang cermin sejati.

Minggu, 08 Februari 2009

Akhirnya Bertemu Teman Lama Juga... Wecome to Jogja Riztky Feby!

Waktu itu, kamis pagi, HP ku berdering tanda ada sms masuk.. Siapa ya kira-kira, pikirku. Oh dari Kiki, udah lama juga nggak ada kabar.

Kiki : Nha.. skrg q lg d jogja nh.. Lg dmn skrang?
Niha : Hwah? di Jogja? Tepatnya? Ayo ktemu Ki.. km sama sapa? Brapa hari dsini?
Kiki : D jalan Kaliurang KM 12,5.. Ayo ketemu yuk, udah lama nih nggak ketemu..hhe. Tapi di sini aku ada acara MUNAS.. ma tmen2q dsini, dan ampe hari sabtu..
Niha : Lhoh.. Aku juga di Jakal 12,5. Kok nggak bilang2 dari kmrin? Wow Keren... Munas itu apa? Musyawarah Nasional Ya?hehe
Kiki : Serius 12,5, dimananya? Aku lagi di Pesantern Pandanaran. Iya donk keren. Iya ntar aku atur deh waktunya..
Niha : Itu deket sama rumahku.. Aku ada sekitar 100 m dari kamu.. Kok bisa kebetulan gini ya.. Kmu stay-nya disitu ato dmana? Klo iya, maen deh ke tempatku. Tapi sekarang aku lg di kampus.
(Meski aku tak mau mengakui ini adalah hal yang kebetulan, karena aku percaya tak ada yg kebetulan di dunia ini, Hidup adalah desain Holistik yg sempurna!!)
Kiki : Owh gitu. Ayo atuh kita ktemu. Iya nih bisa kbetulan gitu ya.. hhe. Owh situ lg di kampus? Sip dah, kita ktemu klo km dah balik.

Kiranya begitulah percakapan aku dg Kiki alias Riztky Feby via sms.
Kiki adalah teman seperjuanganku dulu waktu kita sama-sama menimba ilmu di Pare, Kediri, JaTim. Iseng-iseng aja aku kesana karena mendapat saran dari mbak Lika untuk memanfaatkan waktu liburan untuk improve my English. Tau-taunya disana aku sekelas sama Kiki, Rifqi, Elda, sama Rahmi. Yang paling pinter dari mereka menurutku adalah si Kiki itu. Kiki berasal dari Cikarang, Jawa barat. Sedangkan Rifqi berasal dari Bandung. Mereka berdua orang Sunda tentunya, dan sedang menempuh SMA di pesantren (The Internasional Modern Boarding School) Hayatan Thoyyibah, Sukabumi. Seumuranku, waktu itu mereka sedang naik ke kelas tiga SMA, sama sepertiku. Sedangkan Rahmi adalah Orang Betawi yang tinggal di Jakarta Selatan, naik kelas dua SMA di SMA negeri di Jakarta. Yang satunya, Elda, Orang Rembang, dan masih SMP kelas tiga.

Hmmm... Waw, di Pare itu, kami belajar bahasa Inggris bersama teacher2 yang keren. Suka duka kami lewati, Hingga akhirnya aku mengenal Kiki, dkk lebih dekat.
Selama 1 bulan kami bersama. Itu adalah pengalaman yang sungguh mengesankan bagiku.
Waktu itu, bersamaan, teman2 SMA-ku di Klaten sedang berwisata di Pulau Dewata. Tapi aku memilih menghabiskan waktu liburan di Pare, Kediri. Dan ternyata aku tak menyesal tidak ikut ke Bali. Karena di Pare itu aku mendapatkan teman-teman yang hebat dan keren. Aku bersyukur, karena aku setuju dengan pepatah yang mengatakan bahwa "Banyak Teman Itu Banyak Rezeki". Aku juga bersyukur, karena sepulang dari Pare, ternyata bahasa Inggrisku meningkat drastis. Gimana nggak, selama sebulan, whole day on there, I spoke in English.
Itulah pengalaman hidup yang tidak banyak orang dapat merasakannya. Tidak hanya Kiki, dkk saja aku mengenal orang. Banyak temanku disana yang lain. Selama ini kami masih berhubungan.. Diantaranya, ada miss Wulan dari Karawang (sekarang dia Kuliah di IPB), trus ada Kak Dede dari Bogor (yang tak henti2nya ngasih aku semangat, sampai saat ini), miss Ayiz (sekarang kuliah di ITS), dan baaaaanyak lagi. Alhamdulillah sekali kan banyak teman..

Tibalah saatnya aku berpisah dengan Kiki, Rifqi, dan Rahmi. Mereka bertiga pulang bareng naik kereta ke Bandung. (Tiketnya itu yang beli aku,Rifqi, sama Pharma di Jombang, What an amazing Travelling deh, dari Kediri ke Jombang naik bus sama becak, Wahahaha, bikin ketawa kalo inget, soalnya kita bertiga sempat salah bus dan becak yang kami naiki itu sampe bannya bocorrr, kebanyakan muatan.)
Aku dan Elda mengantar mereka bertiga sampe pertigaan Pare. Nangis juga. Lha gimana, baru saja kami kenal dan merasa sangat dekat, kok tiba2 langsung berpisah tanpa tau kapan kami ketemu lagi.

Itulah perjumpaanku yang terakhir sama Kiki, di pertigaan Pare sewaktu naik ke tangga Bis. Sampai Akhirnya pada hari Sabtu kemarin aku dipertemukan lagi dengan Kiki. Kira sudah satu tahun tujuh bulanlah kami tak berjumpa. Sekarang, Kiki kuliah di ITB jurusan Farmasi, sama sepertiku, tapi aku di UGM. Sedangkan Rifqi, di UIN Bandung (katanya nurutin ayahnya). Rahmi, sejauh ini masih SMA (katanya mau masuk Psikologi UI). Kami smua telah berkiprah dengan kesuksesan kami masing2.
Dulu Kiki sempat diterima di Teknik Kimia UGM lewat jalur PBS, tapi akhirnya dilepas gara2 dapat beasiswa ke Farmasi ITB (beasiswa mpe lulusss Bo...), keren dah Ki dirimu. Memang cerdas sih...
Nah kemarin itu, Kiki di jogja juga karena ngurus beasiswa yang di dapat itu. Tapi dari sekian banyak tempat yang dapat dijadiin setting but ketemu kok ya di Ponpes Pandanaran situh tempatnya.

Sabtu pagi itu aku ngobrol panjang lebar sama dia di serambi rumah orang dan meminjam kursi panjang yang punya rumah itu (pede banget, soalnya nggak bilang2 ma yg punya, hahaha).
Kami memperdebatkan Antara Kuliah di di ITB sama UGM. Saling memuji Universitas masing2 tentunya. Akhirnya tak ada yang kalah sama yang menang, karena UGM dan ITB memang sama2 keren. Kandidat penerima beasiswa terbanyak di Indonesia dari yayasan2 (Foundation). Yah kita saling mensyukuri, karena apa yang kami dapat tak lepas dari usaha dan kerja keras masing2. Terbincang-bincang juga suatu rencana untuk daftar kimia farma bareng setelah lulus nanti. Atau kalau nggak gitu, ya melamar beasiswa S2 bareng di suatu Foundation terkenal.
Dua jam lebih kami ngobrol, ditemani Maulana, kakak kelas Kiki dari Teknik Informatika ITB.
Sorenya kita ketemu lagi di Malioboro ( nggak hujan, aneh ya... karena biasanya hujan turun tiap sore). Di Malioboro itu, mereka belanja beli oleh2 sambil foto2. Aku menemani mereka karena di suruh menawar harga. Katanya kalau yang menawar orang Jawa, harganya bisa lumayan (beugh...aku mah juga tak canggih buat tawar menawar gitu). Aku sempat ditraktir minuman enak oleh Kiki, thanks yak friend..hehe. Di samping itu kita juga foto2 bareng, Kapan lagi ke Jogja, Choy! hwehe...

Menjelang maghrib aku pulang donk.. sementara mereka menuju masjid. Mereka dapat tiket kereta jam 9.30 malam dari stasiun Tugu, Jogja. Waah berpisah lagi deh. Ya sudah, memang tak ada pertemuan abadi. Dan juga Tak ada perpisahan abadi, itu yang aku yakini =)
Mereka mengajakku ke Bandung. Kapan2 deh... Jawabku. Aku juga ada rencana kesana sih, liburan nanti sama Mesa. Ntah jadi ntah tidak lihat saja nanti.. Hmmm. Manusia merencanakan, Allah yang menentukan.
Selamat Jalan Riztky Feby, semoga selamat sampai tujuan, Salam buat Bandung ya!

Rabu, 14 Januari 2009

Saat Sadar

Ibu...
Ternyata sakit itu rasanya sakit sekali ya, Bu
Sakit ini membawa jiwaku ke suatu sadar
Betapa mulianya engkau.
Tak adalah orang di dunia ini yang seberarti engkau, Bu
Maafkan aku, anakmu
Yang mungkin tak pernah bisa mengerti akan engkau

Andai kau tahu Ibu, malam ini aku mengingatmu.
Ingin sekali aku berada di sampingmu, di pangkuanmu
Mengungkap segala rasa sakit dan peluh hidup yang mendera
Menyatakan berjuta ma'afku
yang telah tersimpan lama di lubuk hati ini..

Ma'afkan durhakaku
Karena aku tak pernah bisa menjadi seperti harapanmu

Aku berjanji, do'aku untukmu tak akan pernah surut
Sampai akhir hidupku
Syukurku pada-Mu Ya Allah
Karena aku masih mempunyai ibu yang hidup di dunia ini

Ketika sakit, aku baru sadar
Aku sungguh butuh engkau, Ibu
Dan sekarang engkau tak ada disini

Sesal ini untuk diamku ketika engkau ada
Dan sesal ini untuk air mata yang selalu keluar sia-sia...

Berita dari Timur Tengah

…bukit ini telah menjadi saksi pertemuanku dengan Zelgav. Zelgav adalah temanku dari Tel Aviv. Kita sama-sama bersembunyi di lorong gua dalam bukit ini sewaktu tentara zionis itu melemparkan rudalnya. Seketika, kami berdua menyaksikan, bukit kini telah hancur. Tak ada lagi hijau rumput dan sepoinya angin. Kami membisu, dan Zelgav pun hanya dapat menatapku. Aku hanya pula dapat merasa bahwa dia sesungguhnya tidak menginginkan semua ini terjadi. Begitu pula aku. Itulah kali pertemuanku yang terakhir dengan Zelgav, satu-satunya insan Yahudi yang pernah kutemui yang benci akan bangsanya sendiri. Aku dan dia selalu berpikir, bisa nggak kita berdamai. Berdamai beriringan tanpa perselisihan. Hidup bertetangga dengan cinta, sebagaimana yang terjadi di luar sana. Aku, Ayyub, tak pernah minta dilahirkan disini, di tanah sengketa ini. Aku percaya kami semua lahir karena dan atas dasar cinta. Tapi, aku telah ada untuk bangsaku. Di tanah tumpah darah Abi dan Umi. Yang lalu menyaksikan dan menjalani hidup yang jauh dari kedamaian…”

Tanggal 27 Desember 2008, pembantaian warga sipil Palestina oleh tentara Zionis Israel marak lagi dikancah Internasional. Hari ini, tanggal 14 Januari 2009, sudah 19 hari warga Palestina yang tewas ada lebih dari 900 jiwa. Kebanyakan anak-anak dan ibu. Mengapa? Apa Zionis memang sengaja membunuh anak-anak dan kaum ibu? Jawabannya 99,99% Ya. Mereka begitu membenci umat islam. Yahudi adalah musuh Islam yang paling nyata, terbukti dengan selalu mengadakan perang terbuka, pintar membuat propaganda dan membolak balikkan fakta. Dan serangan berupa sedikit peluncuran roket Hamas, dijadikanlah mereka suatu santapan lezat. Mereka lapar dan haus akan realisasi arogansi. Mereka begitu tidak tahan untuk tidak menampakkan kreasi yang menurut mereka adalah kreasi hebat di mata dunia.

Sejak dulu, kaum Yahudi terkenal dengan kepicikannya, kelicikannya, arogansinya. Mereka begitu bernafsu untuk menguasai dunia, bahkan alam atau jagad raya. Mereka itu memang pintar untuk saat dan selama ini, tapi sayang sekali, mereka tidak cerdas. Kecerdasan mereka tidak pernah sinkron dengan seonggok daging yang bernama ‘hati’. Nurani mereka begitu hitam dan kosong. Mereka bukan bangsa yang cerdas dan kreatif. Apabila kita sadar, Yahudi adalah plagiat orang islam. Mereka meng-kopi ilmu yang dimiliki orang islam untuk menggapai kejayaan. Mereka adalah kaum yang suka membuat kerusakan di muka bumi, dan ini telah menjadi suatu hobi buat mereka. Kelicikan mereka sudah dibuktikan oleh nabi Muhammad SAW sendiri. Yahudi tak pernah mau diajak kompromi dan berdamai. Dan apabila mau pun, itu hanya suara di mulut semata. Ingkar janji tepatnya. Itulah mengapa bangsa Palestina tak pernah sudi membuat kesepakatan dan perjanjian dengan mereka. Kalau perang adalah suatu jalan, maka mereka akan berperang sampai titik darah terakhir.

Kebencian Yahudi terhadap umat islam, terutama bangsa Palestina, telah berkali-kali membuahkan sensasi yang benar-benar tak wajar untuk dapat dijadikan tontonan penduduk dunia pada abad 21 ini. Perang yang berlebihan, pembantaian pada bangsa Palestina telah menjadi ‘holocaust reversibel’. Mereka benci terhadap umat muslim. Mereka tidak terima akan keberadaan jejak orang Islam di tanah nenek moyang mereka. Ini adalah jawaban mengapa mereka begitu bernafsu menyerang warga sipil Palestina, terutama anak-anak dan kaum ibu. Betapa tidak, banyak anak-anak Palestina yang tewas adalah para penghafal Al Qur’an, sebagaimana kita tahu, mereka akan menjadi ilmuwan agama tentunya. Sedangkan kaum ibu, siapakah ibu? Beliau adalah yang melahirkan anak-anak titipan Allah. Apabila tak ada ibu, tentu tak akan ada lagi generasi penerus agama, bangsa, dan negara. Jelas sekali bukan?

Pembantaian, pembombardiran, nafsu mengusir dan mengenyahkan umat muslim telah menjadi prinsip yang mengakar kuat dalam jiwa para Zionis. Mereka merasa tak terkalahkan dan tak takut akan kecaman. Mereka selalu mempunyai alasan untuk dapat tidak dikatakan sebagai The Real Terrorist. Zionis berani membalikkan fakta. Tak hanya itu, bahkan mereka berani menolak ratusan point dalam resolusi PBB. Kutukan dunia yang seharusnya menjadi seperti air dingin, tetapi malah dijadikan bensin untuk membakar api emosi mereka.

Tapi saya percaya, Allah selalu menampakkan kebesaran-Nya…

Senin, 15 Desember 2008

Cerita di SeminaR

Kali ini aku mau cerita juga. Begini, kemarin itu, 13 Desember ‘08 aku ikut seminar di kampus, temanya “Bring Your Muslimah Attitude!”.

Ada pembicara dua orang. Namanya mbak Latifah sama mbak Kiky. Yang aku kaget itu sewaktu pembacaan CV mereka berdua. Ternyata nih teman2, mbak Latifah itu lulusan Al-Azhar Kairo. Fakultas Ushuluddin jurusan Hadits. Sebenernya aku nggak perlu kaget ya. Karena, banyak juga orang Batur jebolan dari sana. Tapi Cuma, sejak kapan UGM, terutama Farmasi nih, kedatengan lulusan sana. Kan kalo da seminar ato apa, biasanya adanya lulusan Harvard, Sorbonne, Calif…, hehe_ (nggak narsis lho pren…)

Hmmm… mbak Latifah ini, umurnya 23 th, baru ja pulang dari negeri Fir’aun. Trus dulunya ketua Wihdah (semacem organisasi kemuslimahan Indonesia gtolah disana), penerima beasiswa, ds.b.
Kalo mbak Kiky, orang UGM asli sih. Jebolan FIB (Fak. Ilmu Budaya) taon ‘04 jurusan Sastra Inggris. Jadi uniknya, kita tuh seminar, disuguhi bilingual, bahasa Arab ke-inggris-inggrisen dari ahlinya sendiri. Wueyh! Keren deh. Mantab banget. Dari mbak Latifah, aku mendapat tawaran gantungan kunci dari
Palestine loh! (baru aja aku berpikir tentang Palestina dan seluk beluknya, poor Palestine)

Trus aku juga dapet ilmu, Baru nggak ya?, nggak tau. Kaya gni nih :

  1. Bahwa taqwa itu adalah Furqon dan Cahaya. Mohon pembaca berpikir tentang maksudnya (malah ngakon mikir,,).
  2. Tentang perjanjian kita dengan allah. Karena kita tuh kan baca Al-Fatihah 17x tiap hari. Nah jangan sembarangan dengan Ummul Qur’an ini teman2. Karena bila kta membaca itu, berarti kita sedang mengikrar janji kepada-Nya. Ingat itu teman-teman, karena kelak Allah akan menagihnya. Hayyoo.. kita kan sholat, jadi kita punya perniagaan dengan Allahu Rabbul ‘alamin.
  3. Aku juga dikasih tau tentang keuntungan “menahan hawa nafsu”. Apakah itu? Itu adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Yang terselubung, yang sulit kita jangkau. Itu adalah berupa “kenikmatan iman”. Bila kita dapat mengalahkan hawa nafsu maka Allah akan membalasnya dengan kenikmatan yang hanya sedikit orang yang dapat merasakannya. Itulah nikmat iman dalam hati yang putih.

Nggak percaya? Mari kita buktikan.

Terus, dari mbak Kiky, aku dapat cerita menarik nih. Sebuah cerita yang happen so rarely in this century. Coba deh cari, rak jarang banget mesti. Ceritanya, di FIB itu ada BEM KM FIB kan. Dan kalo lagi rapat ato briefing itu sebisa mungkin mengkondisikan laki-laki dan perempuan itu dipisah! Kebayang nggak, sewaktu rapat 2 ato 3 almari memisahkan laki2 dan perempuan demi njaga prinsip. Gimana rapatnya coba? Jarang banget jarang banget kan kaya gitu terjadi, hehe_ tapi, mereka tetap professional menjalankan proker. Tak ada miss communication tuh hebat juga. Kebayakan yang dominan adalah Moslem gitu loh. Mengingat jaman sekarang, seperti sepertinya hal kaya gitu tidaklah mungkin. Segala hal itu tanpa batas, campur blawur jadi satu. Segala hal deh. Tapi yang ini beda ka.

Ada cerita lagi. Nah, temennya mbak Kiky itu seorang senat yang menyukai seorang laki2 ketua Departemen Advokasi )Pastinya yang ini cerita cinta kan(. Mereka itu saling menyukai.
Yang laki2 tau kalo mbak senat itu suka ya dari temennya. Begitu pun sebaliknya. Empat tahun lho mereka saling suka. Dan hebatnya kalo berbincang-bincang, nggak pernah tuh mereka memperbincangkan tentang perasaan mereka, ngirim
surat ato email pun enggak. Demi menjaga sebuah prinsip.
Perasaan itu terpendam rapat-rapat dalam hati. Ketika bertemu, tak ada rasa canggung sedikit pun.

Tetapi tentu aja kadang2 rasa itu begitu tak tertahankan. Buktinya suatu ketika pas rapat, mas advokasi itu yang memimpin. Dan tentu saja memerlukan banyak bicara untuk memimpin rapat.. berulang-ulang suara mas advokasi terdengar bebas oleh indera mbak senat. Perasaan cintanya pun semakin membuncah, akhirnya apa yang terjadi? Mbak senat pun menangis terisak-isak tanpa kata, mendengarkan suara mas advokasi yang begitu dia cintai (so sweet…)
Lalu ya mbaknya beristighfar aja. Ditenangkan dan disabarkan oleh teman2nya, termasuk mbak Kikylah.

Nah kita sebagai pendengar cerita, apabila dirasa-rasa betapa nikmatnya rasa cinta itu. Rasa cinta yang tak terkalahkan oleh nafsu. Rasa cinta yang mengantarkan pada ketaqwaan dan ketenangan batin. Rasa cinta itu juauh dari label ‘hina’.
Melainkan mulia sepanjang hayat. Ya nggak ya nggak. Hehe_

Nah jarang banget kan ada hal kaya gini di waktu2 sekarang ini? Tapi ternyata masih ada di UGM lhoH!!
Wah bisa nggak ya aku kaya mbak senat? Kalo bisa pun siapa yang kira2 jadi mas advokasinya? Hehe_
Keknya sulit tuh. Tapi yang demikianlah yang harus menjadi ‘D moslem Attitude’

Kamis, 11 Desember 2008

curhaT dikiT

09 Desember ’08, dekat dengan ujian. Bagi mahasiswa farmasi UGM, ujian tuh nggak hanya sekali ditengah ato di akhir semester. Tapi, tiap akan dan selesai praktikum pun kita semua ujian. Kalo bisa disebutkan, mahasiswa tingkat pertama tuh seminggu ada 2x ujian. Maka bagiku, kuliah… praktikum… laporan… pretest… posttest… dll telah menemaniku dalam menjalani kehidupan di bumi para ahli obat ini.
Tiap malam pun aku berdoa, “Semoga setiap goresan pena di atas kertas HVS, tiap peluh di dalam laboratorium saat menunggu reaksi kimia tuntas, tiap malam yang dilalui bersama tumpukuan handout dan tumpukan laporan, akan menjadi mutiara indah yang akan menghiasi amalan perbuatan di hadapan Sang Pencipta Kehidupan”.

Para pembaca, bukannya berlebihan ya, tapi ini memang benar2 suatu hal nyata, yang memang telah dialami oleh kami semua bahwa hamper tiap malam kami kurang tidur, rata2 tidur kami Cuma 4 jam sehari semalam. Tak terkecuali aku loh. Mungkin banyak yang nganggep itu hal biasa aja. Tapi kalau tiap hari… buatku itu sungguh suatu hal yang sulit sekali
Akhirnya kebiasaan pun menempaku, menghasilkan pribadi yang tak terduga2, bahkan olehku sediri. Dengan keikhlasan sepenuh hati aku sisir garis demi garis di lembaran HVS, aku buka literature untuk bahannya, aku fotocopy master dari uang hasil keringat ayah yang diberikan tiap minggunya, aku gunakan suara untuk menanyai tiap teman tentang perhitungan dan pembahasan, dan akhirnya aku bukukan sgala hasil goresan penaku tadi menjadi buku yang rapi dengan peralatan seadanya. Terkadang datanglah sms dari teman “Besok q pnjem laporanmu y, tq..”, “Oke.”, jawabku. Aku biasa aja sih kalo da yang nyontek. Yang penting aku ada kerja. Bagiku, tanpa usaha tak akan ada rasa puas di hati. Dan akhirnya, sampailah pada pengumuman nilai. Dan dapatlah aku 7,4 di kimia farmasi.

Ternyata nasib sial bertamu seenaknya tanpa diundang. Tulisan sang asisten koreksi menjadi hiasan di sampul laporan, “Kok laporanmu tak ada ubahnya dg milik anggun + iren????? Wah sayang sekali, kamu harus merelakan dua angka.di nilaimu, maaf ya dek…!”.

Sungguh deh, aku paling nggak tahan terhadap rasa kecewa.
Apalagi nyangkut2 nilai makul, mapel, ujian, ato apalah.
Rasa2nya tuh, kerja kerasku slama ini tak ada harganya.
Mimpiku jadi asisten laboratorium hilang sudah tak berbekas.
Padahal aku sudah nglakuin apa yang harus aku lakukan, mencoba se-perfect mungkin dan membuat tahun pertamaku berhasil dan membanggakan.
Bagiku ini sbuah cobaanNya yang besar
(aneh memang. Cuman nilai getoh, lebay banget sih!)
Gimana nggak, tak ada yang ebih ngecewain dari ini selama setahun terakhir. Aku mulai ngebayangin dapet IP <3.
Itu sungguh hal yang mengerikan. Ya Allah, hanya Engkau yang mengerti rasaku ini. Tidak abah, tidak ibu, tidak kakak ‘to tidak teman. Engkau pun pasti tahu, hamba tak akan pernah siap menerima kabar buruk dariMu..

Barangkali para pembaca mengira, aku terlalu menganggap sulit hal yang mudah, palagi cuman masalah nilai. Kalau memang demikian halnya, ingatlah sebuah kata ‘relative’.