Malam ini Bapak berkata-kata lagi. Ini momen sudah sekian lama kutunggu.
Bapak bercerita tentang Wali. Wali bisa berarti tarikan dan kekasih. Wali pasti mengetahui kekinian dan keesokan. Wali adalah seseorang yang disukai dan dicintai Gusti Allah, sehingga orang itu diberiNya cahayaNya di dalam hatinya. Semua yang tampak padanya hanya Allah, Allah, dan Allah. Namun Gusti Allah tak egois, dijadikanlah orang itu turun ke bumi lagi, dikurangi NurNya sedikit pada diri orang suci tersebut sehingga ia terlibat dalam urusan duniawi dan menjadikannya bermanfaat untuk masyarakat dunia. Namun begitu, orang tersebut telah dipatenkan Gusti Allah sebagai waliNya di muka bumi. Wali tidak harus alim ulama. Mereka mungkin adalah pedagang di pasar, petani, maupun orang kaya. Banyak waliNya di dunia namun banyak juga yang tidak menyadari bahwa dia adalah waliNya. Nur Allah seperti lampu yang membebaskanmu dari gelap gulita, sehingga matamu mampu melihat kebenaran dan keaslian.
Wali Songo, adalah Wali yang terlibat dalam pembedaran Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan-kerajaan di Nusantara termasuk Kerajaan Demak di Jawa.
Dalam urusan pekerjaan untuk keberlangsungan hidup di dunia, manusia hanya diwajibkan untuk selalu mengusahakan yang terbaik. Hasil adalah sebuah pemberianNya, keputusanNya. Manusia memang diberi akal untuk menyimpulkan sesuatu atas segala usaha yang dikerjakannya dan menyangkut hasilnya. Dan itu tidak salah. Hanya saja, jangan pernah menjadikan kesimpulan-kesimpulan itu sebagai pedoman (terutama sebagai niatan).
Imam Syafi'i. Bapak ngendiko, kita tak akan pernah paham memikirkan bagaimana seorang Imam Syafi'i beribadah. Misalnya saja, beliau mengkhatamkan Alqur'an 60 kali tiap bulan ramadhan yang digunakannya sebagai bacaan shalat. Secara logika, itu sebuah ketidakmungkinan, karena baliau masih sanggup bermuamalah dalam kesehariannya di bulan Ramadhan. Namun itu nyata. Kanjeng Rasul membaca surat pendek dalam shalatnya yang dimakmumi para shahabat. Namun disabdakan dalam hadits riwayay 'Aisyah r.a., bahwa kita tidak perlu menanyakan tentang kualitas shalat Kanjeng Rasul. Pelajaran eksplisit untuk umatnya hanyalah sunnah-sunnahnya. Imam Syafi'i mengajarkan kita tentang betapa butuhnya kita akan Allah sehingga dalam urusan ibadah, beliau beribadah melebihi Rasulullah dalam hal kuantitasnya.
dst..dst..
Bapak bercerita tentang Wali. Wali bisa berarti tarikan dan kekasih. Wali pasti mengetahui kekinian dan keesokan. Wali adalah seseorang yang disukai dan dicintai Gusti Allah, sehingga orang itu diberiNya cahayaNya di dalam hatinya. Semua yang tampak padanya hanya Allah, Allah, dan Allah. Namun Gusti Allah tak egois, dijadikanlah orang itu turun ke bumi lagi, dikurangi NurNya sedikit pada diri orang suci tersebut sehingga ia terlibat dalam urusan duniawi dan menjadikannya bermanfaat untuk masyarakat dunia. Namun begitu, orang tersebut telah dipatenkan Gusti Allah sebagai waliNya di muka bumi. Wali tidak harus alim ulama. Mereka mungkin adalah pedagang di pasar, petani, maupun orang kaya. Banyak waliNya di dunia namun banyak juga yang tidak menyadari bahwa dia adalah waliNya. Nur Allah seperti lampu yang membebaskanmu dari gelap gulita, sehingga matamu mampu melihat kebenaran dan keaslian.
Wali Songo, adalah Wali yang terlibat dalam pembedaran Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan-kerajaan di Nusantara termasuk Kerajaan Demak di Jawa.
Dalam urusan pekerjaan untuk keberlangsungan hidup di dunia, manusia hanya diwajibkan untuk selalu mengusahakan yang terbaik. Hasil adalah sebuah pemberianNya, keputusanNya. Manusia memang diberi akal untuk menyimpulkan sesuatu atas segala usaha yang dikerjakannya dan menyangkut hasilnya. Dan itu tidak salah. Hanya saja, jangan pernah menjadikan kesimpulan-kesimpulan itu sebagai pedoman (terutama sebagai niatan).
Imam Syafi'i. Bapak ngendiko, kita tak akan pernah paham memikirkan bagaimana seorang Imam Syafi'i beribadah. Misalnya saja, beliau mengkhatamkan Alqur'an 60 kali tiap bulan ramadhan yang digunakannya sebagai bacaan shalat. Secara logika, itu sebuah ketidakmungkinan, karena baliau masih sanggup bermuamalah dalam kesehariannya di bulan Ramadhan. Namun itu nyata. Kanjeng Rasul membaca surat pendek dalam shalatnya yang dimakmumi para shahabat. Namun disabdakan dalam hadits riwayay 'Aisyah r.a., bahwa kita tidak perlu menanyakan tentang kualitas shalat Kanjeng Rasul. Pelajaran eksplisit untuk umatnya hanyalah sunnah-sunnahnya. Imam Syafi'i mengajarkan kita tentang betapa butuhnya kita akan Allah sehingga dalam urusan ibadah, beliau beribadah melebihi Rasulullah dalam hal kuantitasnya.
dst..dst..