Minggu, 31 Januari 2016

Harlah NU ke-90

Dear Nahdlatul 'Ulama,

Menyapa dan menyebutmu adalah juga berarti menyapa para pendirimu, para penggerak organisasimu, dan para Nahdliyyin dimana pun mereka berada.

Selamat hari lahir.. kini usiamu sudah 90 tahun, usiaku baru 25 tahun. Selama 25 tahun ini, aku mengenalmu secara kultural karena aku dibesarkan di desa, di sebuah lingkungan pesantren, yang mengakuimu sebagai organisasi massa Islam dengan anggota ulama yang menjadi panutan kami. Ayah, ibu, hingga kakekku adalah santri di pesantren-pesantren dengan ulama-ulama penganut Ahlussunnah wal Jama'ah yang digaris-tegaskan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari. Tidak hanya ayah, ibu, dan kakekku, namun juga para tetangga di rumah, pakdhe, budhe, sepupu, hingga keponakanku adalah para santri di pesantren-pesantren dengan tradisi Nahdlatul 'Ulama yang sangat kental.

Sebut saja,
Kakekku adalah santri di Lirboyo dan Pacul Gowang.
Ayah dan ibuku adalah santri di Al-Manshur Popongan, di Pacul Gowang, dan beberapa pesantren lain.
Kakakku adalah santri-santri di Al Muayyad, Ali Maksum Krapyak, dan Assalam Solo.
Keponakan-keponakanku adalah santri-santri di Al Muayyad dan Pandanaran Kaliurang.
Sepupu-sepupuku adalah santri di Al-Islam Solo, Al Muayyad, Ali Maksum Krapyak, Pandanaran Kaliurang.
Tetangga-tetanggaku adalah santri di Lirboyo, Bahrul Ulum, Gontor, Tremas Pacitan, dll.

Mereka sangat bangga menjadi bagian darimu, tidak terkecuali aku. Dari ayah, kiai, dan para tetanggalah aku menjadi santri kalong dimana aku belajar dasar-dasar beragama Islam, bagaimana menjadi seorang muslim yang baik, yang menjadi pengikut Rasulullah SAW dengan baik dan benar. Dari mereka, aku diajari bagaimana cara mengenal Allah sebagai Tuhan semesta alam, bagaimana cara membaca kitab suci dengan benar dan ikhlas, bagaimana aku harus selalu bershalawat kepada Rasulullah agar hidupku selamat, bagaimana cara menjalankan syari'at dengan baik dan benar sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW, dsb dsb.

Pengetahuanku tentang Tuhanku dan Nabiku ini mungkin adalah berkah dari adanya engkau, ya Nahdlatul 'Ulama. Tidak hanya itu, engkau juga menjadi alasanku dan orang-orang di desaku untuk sesantiasa mempertahankan tradisi cair hibridisasi antara Islam dengan kultur Jawa. Sebut saja, Tahlilan, Berjanjen, Diba'an, Aqiqohan, Muludan, Nyarehan/Ziarah kubur, Sema'an Al Qur'an, Haul, Khataman, Selametan, dll. Betapa kami menjadi orang-orang yang kaya budaya dengan ruh Islam di dalamnya. Aku pikir itu semua karena berkah adanya engkau, ya Nahdlatul 'Ulama. Para kyai yang engkau miliki sangat dapat menjadi penutan kami dalam hidup ini, karena mereka sangat zuhud, 'alim, faqih, dan wara'. Mereka mengajak orang-orang untuk memuji Nabi Muhammad SAW dengan pujian seindah-indahnya. Mereka mengajak untuk meramaikan masjid-masjid di kampung 5 waktu sehari untuk menyembah Allah SWT. Mereka bahkan meninggalkan pekerjaannya untuk bisa pergi ke masjid, tidak terkecuali ayah-ibuku. Para kyai yang engkau miliki adalah pengikut Al Ghazali yang menyatakan bahwa antara Syari'at dan Tasawuf harus seimbang. Keseimbangan ini menjadikan jama'ahmu bersikap moderat dalam berislam. Jama'ahmu pun bukan orang Islam yang merasa paling benar sendiri, mereka belajar ilmu akhlaq, mereka belajar kitab Ta'lim Muta'allim, mereka nurut kepada ulama yang rendah hati, yang memiliki kedalaman ilmu Al Qur'an dan Hadits.

Belakangan aku tahu bahwa kyai-kyai yang engkau miliki memiliki sanad keilmuan yang tak terputus sampai kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Apabila itu benar, sungguh aku beruntung pernah hidup di tengah-tengah atmosfermu, ya Nahdlatul 'Ulama. Aku yang berjarak puluhan abad dari Kanjeng Nabi ini, tentu sangat berhutang kepadamu. Karena engkaulah aku paham bagaimana caranya "gondelan jubah Nabi" dengan baik dan benar, bagaimana caranya berpegang pada tali Allah SWT dengan baik dan benar.

Engkau sebagai organisasi, memiliki jama'ah kultural yang luar biasa besar. Tidak heran, bahwa pada kenyataannya, peristiwa berdarah 10 November 1945 di Surabaya dalam menghadapi agresi militer penjajah itu terjadi atas jasa kekuatan kaum santri yang engkau miliki. Engkau berjasa besar, namun kemudian termarginalkan. Meskipun begitu, sampai saat ini engkau tetap rendah hati, tetap setia mengingatkan para pemimpin dzolim negeri ini. Engkau tetap setia mengawal tanah air ini, menjaga persatuannya, menjaganya dari kerusakan. Mulai dari kampung-kampung kecil, engkau menghidupkan cahaya keimanan di hati para penduduk muslim negeri ini. Engkau pastilah sadar, bahwa selama penduduk negeri ini masih beriman kepada Allah SWT, maka negeri ini akan diberkahi Allah dari langit dan bumi sehingga senantiasa sejahtera dan aman. Dari engkaulah, ya Nahdlatul 'Ulama, lahir para pemimpin informal yang sangat banyak, yang menjadi panutan, yang selalu mendoakan agar negeri ini mendapat limpahan rahmat Allah, Tuhan semesta alam.

Membaca kisah-kisah para ulama yang engkau miliki sungguh membuatku kagum. Aku semakin yakin bahwa aku tidak salah menjadikan mereka sebagai panutan. Dari Mbah Hasyim Asy'ari sampai Gus Mus, pun juga sampai Yai Said Aqil Sirodj, sampai para ulama di kampung-kampung. Mereka sungguh orang yang berilmu tinggi dan mencintai ilmu, mengagumkan. Mereka membenci kekejaman dan teror akibat dari rendahnya ilmu dan tidak berfungsinya qalbu. Mereka berusaha sebaik mungkin meneladani Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rassyidin dalam menjadi pemimpin umat. Mereka menggerakkan roda organisasimu berbekal semangat melayani dengan modal ilmu yang mereka miliki, berusaha mengakomodasi kelebihan di segala lini untuk bisa diberdayakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran umat dan menegakkan semangat nasionalisme. Mereka pun orang-orang yang mampu mentranslasikan ilmu menjadi amal yang penuh berkah.

Meskipun orang di luar sana menyebutkan beberapa kekuranganmu, menyerangmu dengan semena-mena tanpa akhlaq yang baik, namun aku yakin bahwa Allah akan selalu menjagamu. Keberadaanmu di tengah masyarakat Indonesia adalah kehendak Allah SWT. Dengan demikian, engkau pun adalah suatu amanah meskipun engkau sendiri adalah penjaga amanah. Interaksimu dengan para jama'ah muslimin adalah simbiosis mutualisme yang saling menjaga amanah yang bersumber dari Sang Khaliq. Semoga engkau panjang umur, berkah, dan senantiasa dirahmati Allah SWT.

Dear Nahdlatul 'Ulama, engkau adalah salah satu faktor terbesar yang menyangga keberadaan negeri ini, terimakasih. Semoga engkau panjang umur, semoga selalu mencerahkan, semoga dapat senantiasa mengembangkan wajah Islam yang rahmatan lil 'alamin.

Senin, 25 Januari 2016

Jodoh Itu Pilihan

Hari lalu suami saya menulis di halamannya bahwa hidup itu adalah juga persoalan memilih. Apa yang kita pilih di masa lalu menjadikan kita yang sekarang. Apa yang kita pilih sekarang menjadikan kita di masa depan. Allah telah menganugerahkan "freewill" kepada manusia untuk digunakan sebaik mungkin untuk meraih ridha-Nya. Freewill yang membuat manusia memiliki kesempatan menjadi khalifah di dunia, dan bahwa seorang khalifah adalah manusia yang mampu mengendalikan hawa-nafsunya. Dengan freewill ini, tidak serta merta bahwa Allah tidak turut campur atas apa yang terjadi pada makhluknya. Segala pilihan baik manusia dapat terjadi juga karena izin-Nya. Manusia yang memiliki niat baik dalam hidupnya, Allah memilihkan jalan terbaik bagi manusia yang terkadang tidak terduga-duga.

Atas izin Allah, hampir 2 tahun lalu saya menikah dengan suami saya. Saya percaya bahwa suami saya adalah memang jodoh saya sampai akhir hayat. Apabila Allah tidak mengizinkan, mungkin saja Dia dapat menggagalkan rencana saya untuk menikah dengan suami saya waktu itu dengan cara-cara yang tidak pernah saya bayangkan. Tetapi alhamdulillah, akhirnya kami pun menikah, dengan limpahan restu dari orang tua dan juga semua orang yang mengamini doa kami saat itu. Kami telah diizinkan untuk menyempurnakan setengah agama kami. Allah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan. "Ja'ala" di Q.S An-Nahl:72 yang berarti "Allah menciptakan (bila manusia juga berikhtiar/berusaha)." Berarti bahwasannya jodoh harus diusahakan, harus di-ikhtiarkan. Manusia diizinkan untuk memilih dan mengusahakan siapa pasangannya. Manusia yang sudah menikah pun musti berusaha untuk menjaga ikatan pernikahan tersebut sampai akhir hayatnya, seberat apa pun cobaan yang diberikan-Nya.

Bagi kami, menikah adalah ibadah, bukan hanya persoalan sosial, bukan hanya persoalan cinta antara laki-laki dan perempuan, bukan hanya persoalan menghasilkan keturunan. Suami saya selalu meminta saya di akhir sholat kami, untuk selalu mendoakan agar kami berdua hidup bahagia, agar rumah tangga kami senantiasa dirahmati dan diridhoi oleh Allah SWT. Suami saya juga selalu berkata bahwa saya beruntung memilikinya. Saya pun selalu mengiyakan bahwa saya memang sangat beruntung telah diizinkan Allah untuk bisa memilikinya. Oleh karenanya saya sangat bersyukur atas apa yang Allah anugerahkan kepada saya, seorang pendamping hidup yang sangat baik. Apa yang menjadi kekurangannya tidak memiliki arti bagi saya, karena kelebihannya lebih melimpah dari semua kekurangannya. Output dari makhluk beragama adalah akhlaq yang baik. Sepenilaian saya, suami saya adalah makhluk Allah dengan akhlaq yang terpuji, hatinya pun sangat lembut. Saya tidak ragu bahwa memilikinya sebagai pendamping hidup saya dapat mempermudah kami beribadah dan berserah diri kepada Allah, mengantarkan kami bersama-sama ke surga-Nya.

Jumat, 15 Januari 2016

Jendela

seketika kupandang jendela besar di samping tempat dudukku
aku dapati pemandangan yang tidak sama
seorang laki-laki berjaket tebal dan bersyal berjalan cepat
dua orang perempuan berambut pirang melaju dengan sepedanya
di sampingku terdengar ketikan cepat keyboard dengan komputer yang berderet-deret
di luar lonceng gereja kampus berdentang-dentang sesore ini

sepertinya baru beberapa detik lalu
aku menyaksikan dari jendela lebar di kamarku setelah subuh
ketika ada rombongan santri bersarung, berbaju koko, bersandal jepit, dan berpeci rapi
sesekali kucium bau minyak wangi dari luar yang sangat khas
mereka berjalan cepat ke arah pondok sambil membawa kitab
sambil melagukan nadzom-nadzom berbarengan dengan nada beraturan
di barisan paling belakang berjalanlah seorang kyai sambil melagukan shalawat dengan merdu

ah, ternyata aku barusan tertidur di perpustakaan
kampung halamanku yang syahdu, tak pernah sekali pun aku lupa padanya
tempat dimana aku tumbuh
di rumah bapak ibuku
tempat dimana aku mengukir mimpi untuk dapat terus berjalan dan berlajar
seperti santri-santri itu
sampai sepintar dan sealim kyai itu

Tuhan pun memperkenankan impian kecil itu
sehingga sekarang aku di sini
di ujung benua nun jauh yang tak terbayangkan oleh ayah-ibu
mencoba menggali, merenungi, menghayati setiap titik demi titik ayatNya
hingga begitu terasa betapa kecil dan takberdayanya aku
hingga begitu terasa betapa semakin Maha Besar Ia.

takhentinya aku haturkan terimakasih kepadaNya atas kesempatan ini
kesempatan untuk aku dapat membuka pikiran selebar-lebarnya
untuk mengasah saraf sensorik dan motorikku agar lebih tanggap terhadap setiap petunjukNya
untuk semakin mendekat kepadaNya, mengenaliNya lebih jauh, dan mendamba cintaNya.
Tuhan, hamba mohon bimbinganMu.


in Radboud Library
Erasmuslaan, Nijmegen