Kamis, 01 Mei 2014

Teologi dan Teknologi

Ternyata ia rajin membaca blog-blog empunya motivator dan guru meditasi. Nampaknya ia tak familiar dengan cara kontlemplasi Nabinya sendiri. Tak paham bagaimana membuat dzikir merasuk sampai jiwanya hingga transenden. Adakah sufi Jawa? Memang sebuah tarekat tak diajarkan secara online, yang ada hanya wacana tak masuk akalnya. Teknologi dan teologi juga ternyata hanya bisa berdiri sendiri-sendiri. Teknologi hanya bisa menyajikan permukaan teologi. Sungguh kasihan anak sekarang. Bapak, tolong ajarkan. Demikian, aku perlu merenung sebelum mempunyai anak, bagaimana aku bisa membuatnya menghubungkan jiwanya dengan Sang Pemilik Jiwanya. Aku tak boleh melepas anak panah yang tumpul bukan? Ia tak akan bisa menancap tajam pada sasarannya. Bisa terlempar dan pecah berkeping-keping. Dan aku tak bisa melepaskan anak panah tanpa ilmu memanah bukan? Anak panahku hanya akan melesat tanpa arah dan tujuan.

Cinta Sebenarnya

Sebuah cinta antara laki-laki dan perempuan tidak diukur oleh seberapa besar komitmennya. Cinta yang sebenarnya cinta akan tetap ada kendati tidak diimbuhi apa-apa. Cinta ada dengan sendirinya, dengan apa adanya.

(Sebentar, kamu tahu cinta di sana itu apa? Kamu pernah benar-benar mengalaminya? Kamu nggak salah menyebutnya cinta? Atau ia sebenarnya hanya sebuah hubungan? Tapi memang benar demikian kan?  Masa bodoh, itu definisiku.)