Kamis, 21 Juni 2012

Kedalaman dan Permukaan

Dunia ini ada dengan segala kerumitannya, hal ini tidak dapat dipungkiri. Apalagi bagi manusia yang memiliki akal untuk berfikir. Kita hidup selalu saja menemui kesulitan-kesulitan, jalan manusia memang tidaklah mudah.

Ketika kita dihadapkan pada kerumitan, untuk masuk ke dalam kerumitan saja susah. Oleh karenanya, kita sering memilih jalan yang mudah-mudah saja. Keluar dari kerumitan pun sama susahnya dengan saat kita memasukinya. Saat masuk, kita dihadapkan pada kebingungan-kebingungan karena otak kita belum pernah menjangkaunya. Namun, banyak juga orang yang berhasil memasuki kerumitan itu karena mereka berani gagal dan tidak mau menyerah. Hingga pada akhirnya, seolah ada yang membuka tabir dari kebuntuan-kebuntuan, orang menamakannya Hidayah. Kemudian, mengapa pula kita harus keluar dari kerumitan? Sudah capek-capek masuk, penuh pengorbanan pula. Jadilah pertanyaan baru, apa nggak capek kita hidup dalam kerumitan terus menerus? Apakah yang kita cari benar-benar ada di dalam kerumitan-kerumitan itu?

Adakalanya kita perlu merenung, sebenarnya apa tujuan kita memasuki kerumitan-kerumitan itu? Bagi saya, kerumitan-kerumitan itu perlu kita lewati. Darinya kita dapat merasakan kedalaman hidup, hidup ini seperti apakah… kita akan memiliki alasan, mengapa kita harus mensyukuri hidup ini dan memperjuangkannya, dengan begitu kita akan menjadi lebih ikhlas.

Dengan memasuki kerumitan, kita seperti menggali lubang dalam tanah tandus untuk mempersiapkan misalkan apabila ada hujan maka tak akan dilanda banjir karena kita telah membuat lubang peresap air. Analogi lain, kerumitan itu seperti dasar samudra. Semakin kedalam laut, tekanan semakin besar, juga semakin gelap karena minimalnya cahaya matahari. Seorang penyelam untuk mencapai dasar laut pun harus berani dengan tantangan itu, belum bila harus berhadapan dengan ikan-ikan buas atau makhluk-makhluk beracun di dalam air. Diperlukan strategi untuk mencapai kedalaman lautan, karena jika tidak, kita tak akan dapat kembali ke permukaan. Mengapa kita harus kembali ke permukaan? Karena habitat kita di sana, hakikat kita di sana. Kita tak bisa selamanya tinggal di kedalaman air. kita harus kembali ke permukaan untuk menjangkau cahaya dan segala yang sebenarnya kita butuhkan.

Begitulah, kerumitan mengajari kita banyak hal, namun juga dapat menjerumuskan kita karena membuat kita lupa jalan pulang. Mungkin demikianlah yang disebut orang pintar, mampu mencapai kedalaman. Namun orang pintar belum tentu paham kesejatian, karena tidak sedikit dari mereka yang lupa jalan pulang, terjebak dengan ambisi-ambisi absurd-nya. Mereka terlalu asyik dengan kedalaman, hingga tak terjangkau oleh cahaya. Kitalah yang harus berusaha menjangkau permukaan kembali, setelah puas dan lihai menyelam di kedalaman samudera, untuk berjumpa dengan cahaya dan kesejatian.

Minggu, 17 Juni 2012

Pengkhianatan


Mengamati kehidupan orang-orang. 

Cerita pertama. Ada salah seorang tetangga desa yang sepertinya sedang menjadi korban pengkhianatan suaminya. Masalahnya bukan karena si suami selingkuh dengan wanita lain, saya tidak tahu mengenai hal itu, hanya saja maksud pengkhianatan di sini lebih pada pengkhianatan akan sebuah pengorbanan dan kepercayaan sang istri. Riwayatnya, dulu sang istri pernah meninggalkan suaminya yang pertama karena jatuh cinta kepada laki-laki yang sekarang manjadi suaminya. Mereka berdua menjalin kehidupan rumah tangga yang mungkin awalnya bahagia, mempunyai anak, kehidupan ekonomi pun lancar jaya. Ekonomi rumah tangga mereka setahu saya berada di bawah komando sang istri, dengan kata lain, sang istrilah yang bekerja keras untuk menghidupi keluarga mereka. Sedangkan si suami, entahlah, tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Konon, mereka menjalankan bisnis yang modalnya didapatkan dari hutang bank. Dengan bisnis yang lancar jaya seperti itu, tentu saja seharusnya hutang bank dapat dikembalikan dengan mudah. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Ada faktor lain yang membuat hutang bank tidak tertutupi, yaitu pengkhianatan si suami karena si suami menggelapkan uang yang digunakan untuk membayar hutang bank, digunakan untuk hal-hal yang menurut norma masyarakat tidaklah baik. Dikarenakan kepercayaan sang istri kepada suaminya, sehingga si suamilah yang disuruhnya mengembalikan hutang bank. Akibatnya, rumah mereka berdua kini dilelang bank yang bersangkutan. Rumah yang sudah terkenal alamatnya kepada para pelanggan bisnisnya, sungguh amat disayangkan bukan? Apa ini yang namanya karma karena si istri pernah mengkhianati suaminya yang pertama? Suami yang mencintainya apa adanya yang kemudian ditinggalkannya karena tidak dapat memberinya keturunan, suami yang pada akhirnya meninggal dunia karena menderita penyakit leukemia yang telah lama disembunyikannya kepada sang istri dengan dalih supaya istrinya tidak meninggalkannya? Namun akhirnya ditinggalkannya ia, menyedihkan sekali kisah suami pertamanya…


Cerita kedua. Ada seorang direktur perusahaan yang cerdas dan sukses membesarkan perusahaannya mulai dari Nol. Perusahaan tersebut kini sudah berjalan hampir 10 tahun dan telah cukup besar. Direktur tersebut memiliki beberapa orang kepercayaan, dan diberikannya beberapa kuasa dalam mengendalikan perusahaan dengan berbagai pertimbangan tentunya. Akan tetapi, sebaik-baik rencana manusia pastilah ada sesuatu yang luput. Hingga pada akhirnya, salah seorang kepercayaannya seolah-olah mengendalikan perusahaan penuh. Ia menjadi berubah, haus akan kekuasaan. Politik jelek pun bermain di sini. Dikarenakan direkturnya baik hati, dimanfaatkanlah kebaikannya oleh salah seorang kepercayaannya tersebut untuk mengendalikan perusahaan. Sebelum sang direktur sadar penuh dengan apa yang sedang terjadi, muncullah fitnah dari seorang karyawannya. Hal ini tentu saja sungguh menguntungkan orang kepercayaannya tadi untuk mengambil alih penuh roda perusahaan. Akhirnya, diusirlah sang direktur, dengan kata lain ia dipecat. Saham-sahamnya pun dinon-aktifkan. Ini soal pengkhianatan juga, kan? Semua terjadi diluar kontrol sang direktur karena menyangkut fitnah. Apalagi yang dapat dilakukan sang direktur? Kepercayaan dari orang-orang tidak punya, harta diambil dengan paksa, istri pun belum punya. Mengapa istri saja ia belum punya? Karena jiwa raganya dulu telah dibaktikannya kepada perusahaanya. Kejam sekali bukan dunia ini? Namun, pada akhirnya sang mantan direktur memulai segalanya kembali dari Nol. Kabarnya, mantan direktur yang cerdas tersebut akan mendirikan perusahaan saingan, ia berhijrah dari keterpurukan dengan segala daya dan upaya. Baiklah, mari kita doakan semoga ia sukses seperti sediakala.


Cerita ketiga. Ini bukan cerita kehidupan asli, melainkan cerita dari Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Cerita mengenai salah seorang tokoh di sana, Nyai Ontosoroh. Kita tahu, bahwa Nyai Ontosoroh adalah seorang gundik dari seorang Belanda, Tuan Herman Mellema. Awal kehidupannya dengan Herman Mellema memang dipenuhi dengan ketakutan dan goncangan jiwa. Akan tetapi pada pertengahan hidupnya, Nyai Ontosoroh mulai meyakini dan menghormati Herman Mellema karena kesabaran dan kebaikannya mengajari Nyai Ontosoroh tentang kehidupan yang kebanyakan orang Pribumi saat itu pun sulit untuk mengerti dan memahami. Nyai Ontosoroh menjalankan bisnis rumah tangga yang tergolong besar untuk ukuran rumah tangga, karena menjadi pemasok hasil pertanian, perkebunan, hutan, maupun peternakan. Atas ajaran dari Tuan Herman Mellema, Nyai Ontosoroh menjadi pebisnis wanita yang berhasil, ia pun juga menjadi wanita pribumi yang cerdas dan berpikiran terbuka mengenai segala hal, seorang otodidak yang sangat sukses. Akan tetapi dikarenakan suatu hal, ia pun harus mengalami goncangan jiwa untuk yang kedua kalinya, yaitu hilangnya kepercayaannya kepada Herman Mellema. Herman Mellema seketika berubah menjadi orang asing bagi Nyai Ontosoroh dikarenakan tidak mampu menjadi ayah yang baik bagi kedua anaknya, tidak bisa lagi menjadi Herman Mellema yang dulu pernah mengajari Nyai Ontosoroh dengan sabar dan baik hati. Herman Mellema, karena tak dapat mengendalikan keadaan pribadinya, akhirnya menjadi penyebab kehancuran Nyai Ontosoroh dan anak-anaknya. Segalanya berakhir dengan tragis.


Pelajaran apa yang dapat diambil dari ketiga cerita di atas?

Betapa labilnya diri manusia itu, gampang terombang ambing. Seharusnyalah kita sebagai manusia mempunyai pijakan dan prinsip. Memegang teguh prinsip itu agar tidak sampai kehidupan kita merugikan orang lain dan membuat orang lain ikut sengsara dalam arus kita. Karena bagaimana pun, hidup kita mau tak mau bersinggungan juga dengan hidup orang lain. Telah ada agama yang menyediakan pedoman dan pegangan untuk manusia. Keperluan kita hanyalah belajar bagaimana menggunakan pedoman itu dengan baik. Sembari selalu introspeksi, sudah baguskah kualitas hidup yang kita jalankan? Sudah berhasilkah kita menjalani kehidupan yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta? Bila belum, mari kita pikirkan caranya. Terus mencari apa yang kita perlukan untuk memperbaiki kualitas hidup kita. Jangan sampai grafiknya menurun. Apabila kualitas hidup telah jelek, memperbaiki pun tak salah, karena kita masih diberi kesempatan. Justru itu menjadi keharusan. Janganlah kita menjadi manusia yang labil dan menyengsarakan orang lain. Selesaikan diri kita secepatnya.

saya akui, hal ini memang sulit... :|

Jumat, 15 Juni 2012

Sometimes When We Touch - Dan Hill

You ask me if I love you
And I choke on my reply
I'd rather hurt you honestly
Than mislead you with a lie
And who am I to judge you
On what you say or do?
I'm only just beginning to see the real you

And sometimes when we touch
The honesty's too much
And I have to close my eyes and hide
I wanna hold you til I die
Til we both break down and cry
I wanna hold you till the fear in me subsides

Romance and all its strategy
Leaves me battling with my pride
But through the insecurity
Some tenderness survives
I'm just another writer
Still trapped within my truth
A hesitant prize fighter
Still trapped within my youth

And sometimes when we touch
The honesty's too much
And I have to close my eyes and hide
I wanna hold you til I die
Til we both break down and cry
I wanna hold you till the fear in me subsides

At times I'd like to break you
And drive you to your knees
At times I'd like to break through
And hold you endlessly

At times I understand you
And I know how hard you've tried
I've watched while love commands you
And I've watched love pass you by

At times I think we're drifters
Still searching for a friend
A brother or a sister
But then the passion flares again

And sometimes when we touch
The honesty's too much
And I have to close my eyes and hide
I wanna hold you til I die
Til we both break down and cry
I wanna hold you till the fear in me subsides