Minggu, 29 November 2009

Orang sering bertanya, apa salahnya bermimpi?...

Entah mengapa malam ini aku begitu on fire. Sehabis menyantap hidangan lezat salah satu alumni Birmingham University yang membeberkan ceritanya bahwa gampang sekali kuliah di UK (Owh gampang??). Yap, paling nggak tidak seribet yang selalu readers bayangkan. Kira-kira ada 13 high recommended universities yang bisa dijadikan sasaran megah nan mewah para foreign students to be untuk menuntut ilmu di negeri ratu Elizabeth ini. Dan andaaaai saja aku boleh memilih sekarang maka aku akan memilih satu diantaranya, yaitu jatuh pada University of Liverpool. Saat ini, salah seorang dosen mikrobiologiku sedang berjuang di University of Leeds. Beberapa tahun kemarin, salah seorang dosen kimia organikku juga telah lepas landas dari University of Bristol (Leeds dan Bristol adalah termasuk salah dua dari yang 13 tadi) menggondol gelar Ph. D. hehehe, kira-kira seumuran beliau aku bisa menggondol apa yah? Hmmm penasaran oh!

Tahu nggak apa syarat belajar di sana? Katanya gampang tapi menurutku sih susah, yaitu harus lulus IELTS. Itu doank sih, selebihnya bisa diatur dan bisa sambil jalan (Halooouw anybody?? Tell me how to get the highest score in IELTS!!!) Soal spesifikasi bidang tentu sudah harus punya sebelumnya, buat apa pergi jauh-jauh ke sana kalau cuma seneng-seneng doank, idiiih apatis euy!! Berharap suatu saat bisa menjadi noktah yang turut me-melati-kan nama Indonesia di kancah Internasional. Maka pemantapan bidang adalah yang pertama dipikirkan setelah lulus strata 1, bahkan sebelum lulus harus mengenal jati diri, apa spesifikasi kita. Dan aku?? Hihi dengan sangat sok-sok-an aku mendeklarasikan diri bahwa aku akan mengambil bidang organic-chemistry.

Heih, apa tujuan aku pingin sekolah di sana? Begini, sewaktu SMP aku berpikir bahwa “nantinya aku harus kuasa untuk menjadi guru SMP dan menguasai ilmu-ilmunya”, lalu sewaktu SMA ambisiku pun lumayan sama “seharusnya lulus SMA aku harus bisa menjadi guru SMA, menguasai ilmu yang dipunyai guru-guru SMA”. Dan sekarang…. Pas aku kuliah aku kepikiran “Seharusnya tiap tamat semester aku bisa menguasai ilmu yang telah diajarkan Pak Buk dosen pada semester lalu!!!” namun, apa kalian tahu? Ternyata itu sulit sekali. Aku hanya menguasai beberapa mata kuliah saja.. itu pun dengan ngosh-ngosh-an, entirely tired. Sekarang aku pikir bahwa mata kuliah yang benar-benar membuatku on fire di sini –yang bergengsi, itu adalah segala sesuatu tentang Kimia Organik dan Farmakologi [beserta ‘derivate’ ilmunya]. Tadinya aku akan mengambil spesifikasi Farmakologi karena aku mengidolakan Sang Dosen Farmakologi, tapi…. Mencit Oh Mencit!! Aku begitu takut sama yang namanya mencit dan tikus… mendingan terkontaminasi kloroform dari pada harus per oral sama mencit… hiks, Help me.!!

Ya sudahlah, aku ikhlaskan aja. Kini, malam ini (sebenarnya sudah bermalam-malam lalu) aku membulatkan tekat untuk mendalami ke-organik-an. Bagaimana kalau harus lulus dengan predikat Cumlaude? Kata ovik, itu mungkin kok. But It means, I am to be an extraordinary fighter! Semester besuk kucoba melamar asisten di sana, menggantikan sang mBahurekso Lab Organik Unit IV FA UGM, alias Mas Napi. I hope I can be as good as him, or may be better?? Siippo! (denger-denger beliau si mBahurekso ini sedang akan mencoba jadi dosen organik di SaDhar dan UMS.. hmm, semoga terbuka jalannya deh ya, aamiiin)

Saat ini, formula dari The Alchemist aku terapkan sekali. If you really want something to happen, the universe conspires so that your dream comes true!! Katanya, bermimpi itu tidak salah. Yang salah adalah ketika kita dengan sengaja dan tanpa sebab tiba-tiba meredupkan kekuatan sebuah harapan sehingga nyali kita menjadi ciut. Maka aku langsung sms kawan lamaku yang tergila-gila sama petuah kuno “You’ll never walk alone” [?] That’s Liverpool’s. The safest city in Europe. Kotanya The Beatles, kotanya kapal karam Titanic, pokoknya serba-serbi legendaries dehh, Ajib!! Aku katakan pada si kincrut bahwa aku hendak kesana nantinya. Ahahahahh pe de bangeeet. Lho, pe de itu perlu lho mbak-mas…salah satu bentuk Euphoria kok yoo. Eeeh malah dia membalas “Kesurupan John Lenon po kw?? Golekke ttd-ne Gerrard. Nek rung oleh raoleh mlh ng indonesa!” Weleh!! Hahaha “Eeeih LiverpoooooooLLL, A’L COOOOOOOOME!!!

[kan aku masih muda, maklum yah… haha…]

Sabtu, 28 November 2009

Fokus donk!!

Kali ini aku ingin bercerita. Bisa dikatakan curhat kali ya.. heheeh

Begini, aku sering mengamati orang-orang di sekitarku. dan targetku kali ini jatuh pada kawan-kawan kampusku. Tentu saja, selama Senin-Jumat merekalah yang menemaniku melewati hari-hari indah nan mengerikan sepanjang tiap siang berwaktu [ini bukan dalam rangka ‘ngrasani’ lho preeen!! Aku hanya menjadikan mereka probandus saja, ceileee…hihihi].

Tiap aku mengikuti proses perkuliahan, aku selalu dipusingkan olehku pribadi tentang “How difficult to make myself focus”. Ya, it can be a giant dilemma for me. The dizziness will burst in if this disturbance begins to attack me. Uuwfh! Apalagi bila aku sedang kelaparan karena tak sempat makan, mata susah melek karena lembur membuat laporan semalaman, maka ‘fokus’ mengikuti kuliah sang dosen pagi, siang, sore adalah hal yang akan sangat mahal aku dapatkan. Moreover you know, tanpa fokus mengikuti kuliah sang dosen adalah sama saja menyelam sambil tanpa minum air. Alias menambah some lists of house work yang seharusnya dapat terselesaikan di kelas saat itu. Akibatnya, aku jadi harus mengorbankan waktu. Nah itulah aku.

Some attempts have been done to make it solved. Mata kuliah kefarmasian dipenuhi istilah-istilah yang tak familiar didengar. Jadi, tanpa “daftar pustaka” yang jelas alias kejelasan keterangan dari sang dosen maupun literatur-literatur, aku tak akan pernah bisa lolos ujian. Bagaimana mau lolos, paham saja enggak. Thus, I do really need focus a lot along the lecture.

Kemudian aku pikir, saatnyalah aku belajar sesuatu dari orang lain. Aku mulai mengamati bagaimana teman-temanku menjalani hari-hari perkuliahannya. Some of them stay over all day long simply. Check this out :

The first is I take Miss Nella (Fortunella Tjondro), for the example. I wonder she deserves to be granted as a focusing one. Bagaimana tidak, sepanjang semester ini berlangsung aku selalu berkesempatan duduk di belakangnya dan menyaksikan sendiri betapa fokusnya dia saat kuliah berlangsung (empat jam tanpa lengah lho booo’…! AMAZING!!), betapa konsistennya dia pada peraturan baik formal maupun informal. Seperti peraturan-peraturan informal ini “berkonsentrasilah selama palajaran berlangsung agar kamu menjadi pintar, ikuti petujuk pak guru dan bu guru agar tidak tersesat, bacalah literatur agar pengetahuanmu bertambah, dll”. And she does it all perfectly and very totally. Peraturan yang formal pun tak kalah mendapat penghargaan besar dari Miss Nella untuk dipatuhi dan dijalankan, seperti, “pakailah masker saat bekerja di lemari asam, minumlah susu steril selepas berkutat dengan kloroform maupun etidiobromin, pakailah sepatu tertutup saat bekerja di Lab Organik, dll”. Oooow! Dan betapa pusingnya aku memikirkan, bagaimana sih dia bisa menjalani itu semua dan kemudian berproses dengan sederhana dan nyaman-nyaman saja?? Namun segala usahanya tadi berbuah megah dengan tiap semester dia selalu ber-IP magna cumlaude! Terbuktilah bahwa aku ternyata gemar membuat sesuatu menjadi sangat rumit untuk dijalankan. Lha tapi menurutku memang susah beneran sih. Bandingin deh ya sama aku, buat staying tune (fokus) kuliah itu aku mungkin hanya bisa bertahan 5 menit saja, selebihnya pikiranku pasti akan melayang pada hal lain, ahahahah mummet deh!! Eeih, bdw, I suppose that Miss Nella is Oryza alike. Who is Oryza? My oldfriend. The posture, her way talking English and studying a lesson are nearly similar…hmmm

The second is Miss Ovik (Anindya Novicka). She is my favorite. If you stayed over me in campus, you’d call her as my close friend. See, we often say ‘Ya’ almost together. The different outlook will make all of things become fun and acknowledge it as a personal character of us. Kami sering menjalankan pemikiran beda kami secara selaras dan terkadang bersama-sama. Apalagi dalam bidang akademik. Sampai-sampai selama dua semester lalu IP kami limit mendekati SAMA! Cuma beda 0, 02-0, 05 doank loooh. Aku pun terkagum-kagum padanya. Dan dengan kagumku aku menjulukinya sebagai Miss Writing!! Why not, along lecture proceeds, tangan kanannya tak pernah berhenti membuat bolpennya menari-nari di atas lose leaf (heeei! Why don’t you become a reporter or notulen??) Baginya, suara dosen adalah sesuatu yang setara dengan emas dan barang langka. Berharga dan patut diabadikan. Siiip!! Mungkin kalau ultah, aku beliin recorder saja kali ya vik… ,jadi kau tak perlu bercapek-capek tangan lagi (weh, tapi mahal wi vik… mana uangnya yah??ahahah duassar jurus ra modal! hihi) Ingin deh aku sepertimu. But, Anyhow, mencatat swemuuuwa penjelasan dosen adalah bukan panggilan jiwaku, hiks. Lagian, di rumah saja sudah sangat selalu senam tangan masak di kampus juga harus masih senam tangan lagi?? Oh NO! That’s not very good idea. Sebenarnya, miss Nella pun juga sama, seorang “ratu mencatat”. Namun catatan Nella adalah notes that not anybody can read it. Nggak kayak punya ovik. Piss yak NeLL! :D

Now I take the last one. She is Miss ACD (Ayu Chandra Dewi). Who is she? She looks like very ordinary. Yet I could be so confused if thinking of her luck. How?? How…what? (Lo?h). Ya, tiap komentar tertuju padanya selalu tertambah kata bagaimana. Karena banyak pertanyaan walaupun tak ada jawaban. Kemudian membiarkan ‘bagaimanaaaaa’ saja. Heeehe… Bisa dikatakan kiprahnya di dunia perkampusan adalah limit mendekati sempurna. Karakternya di sana adalah super-mahasiswi yang menjadi karakter idaman mahasiswa2i pada umumnya. Pintar, cerdas, kritis, aktif, selektif, kapasitif, kreatif, dan berbagai kata ‘-tif’ lainnya melekat dalam pribadinya. Tetapi yang paling patut aku contoh darinya adalah She is very easygoing girl. Sering tidak peduli peraturan. Hahaha mungkin ini yang paling mengagumkanku, adalah bahwa, dia suka berangkat ke kampus telat (orangnya suka naik bus, weyh!), di kelas sering tidur sejenak (kayak aku :D), tak pernah risau dikejar deadline (iyalah, dia itu bila sudah berkondensasi sama tugas bisa sangat menjadi disipliner kelas kakap! ‘Fokus’nya minta ampun dahsyatnya… bisa bertahan berjam-jam nonstop). Entah mengapa, segala hal yang dikerjakannya itu bisa menjadi sangat sempurna dengan sendirinya. Termasuk dalam hal mengerjakan soal ujiaaaaaaaann! Wajahnya menyiratkan bahwa dia tak bisa mengerjakan soal. Tapi nyata-nyata nilai yang keluar nanti adalah summa cumlaude, ih wow!! Nah, ‘bagaimana’ kan? So I declare that it’s because of optimism. She is really optimist one. There’s no doubt in her life-page. And it’s equaled by her rich knowledge. Akibatnya, totalitas selalu menghampirinya tanpa diundang, dan lalu? Sempurna deh. Bagus, Yu’, tingkatkan!! Hee, tapi ngomong-ngomong perasaan aku juga sudah optimis kalau aku bisa deh. Itulah, kembali lagi ke pertanyaan, “Apa kau sudah cukup fokus dan total?”, hmm maka aku jawab, belum… L

Hmmm jadi apakah dengan mengambil contoh di atas problemku ter-terminasikan? Sebenarnya sih belum, karena aku kurang appliying. Aaaawh!! Susahnya…

p.s. : Tulisan ini dirancang bukan untuk lari dari jati diri melainkan untuk memetakan hal agar mudah diambil positifnya. Maka, marilah kita (atau aku) ambil. J

Minggu, 15 November 2009

RUMPUT -by SDD-

/1/

Rumput kupanggil rumput sebab ia harus rumput. Kau ingat atau lupa, kau berharap atau putus asa, ia rumput. Tidak boleh aur atau bambu. Seandainya tidak kau ambil jalan ini dan kulalui jalan yang satu lagi mungkin tak akan kupanggil rumput. Jangan katakan itu. Tak kupanggil aur sebab tak kauharap; tak kaupanggil bambu sebab tak kauingat. Tapi kaupanggil rumput sebab ia harus rumput.

Ia tidak memanggilmu sebab kau bukan. Kau bukan oleh sebab itu tidak dipanggil. Kau memanggil rumput seperti memanggil siapa. Padahal siapa tak pernah kaukenal, tak pernah kau jumpa, tak pernah kau bantu kelahirannya. Seandainya tidak kuambil jalan ini. Jangan katakan itu. Sebab kau tidak bisa tawar menawar dengan masa lampau. Dan tak pernah boleh menyebut apa pun yang sudah pernah kau jalani, atau tidak pernah kau jalani, sebagai nanti. Sebagai bayangan dirimu sendiri.

Kau hanya boleh berdiri disamping rumput, di tepi jalan yang rebah di hadapanmu; apakah kau masih ingin memanggil rumput sebagai aur atau bamboo dan merasa tenteram sebab telah melaksanakan suatu hal yang mungkin tidak bias kau pahami terjadi? Ke utara atau ke selatan jalan ini? Seandainya kulalui jalan yang satu lagi, jangan pernah mengucapkan itu sama sekali. Kalau yang kau panggil rumput memang harus rumput, ambil saja jalan yang menjulur di depanmu dan lanjutkan saja kehendak (kehendak?) yang telah melemparkanmu kemari. Sekarang ini.

/5/

Apakah aku berjalan sendiri saja, di jalan yang penuh kelokan, yang dipinggirnya ada rumput, yang di atasnya dijaga matahari? Jangan ucapkan. Apakah sebenarnya makna pertanyaan jika bukan demi pertanyaan itu sendiri, dan bukan untuk suatu jawaban? Tidak akan pernah ada jawaban untuk pertanyaan selain pertanyaan itu sendiri. Dan jika mengajukan pertanyaan atau menawarkan jawaban, kau pun akan terbakar dalam warna rumput. Pertanyaan adalah hasrat untuk meloloskan diri dari kelokan tajam, pertanyaan adalah taruhan bagi kehendak yang terus menerus hanya dibayangkan. Pertanyaan selalu kembali lagi ke pertanyaan. Yang jawabannya tersembunyi rapi dalam pertanyaan.

Tidak ada apa pun selain kulitmu yang mulai keriput, matamu yang semakin kabur, gendang telingamu yang tak lagi lentur. Apakah kau masih juga bersitahan menyanyikan masa kanak-kanak yang mengharamkan pertanyaan, yang seluruhnya merupakan jawaban? Yang bersahabat dengan rumput? Di kelokan berikutnya kau ingat lagi pertanyaan yang mungkin pernah kauucapkan.

/6/

Rumput kau panggil rumput sebab ia harus rumput, dan bukan jalan, bukan kelokan. Rumput menjadi rumput karena ia berada di pinggir jalan, dikutuk untuk menunggumu lewat agar kausebut rumput. Ia belum rumput sebelum kausebut rumput. Ia tidak rumput seandainya kau memanggilnya burung atau kijang. Dan kau telah menahbiskannya sebagai rumput. Jadi ia harus rumput.

Ia tak akan pernah melupakanmu, yang telah memanggilnya rumput sambil bertanya dalm hati kenapa ia rumput, dan bukan aur atau bambu. Ia sangat sayang padamu tetapi jangan kau ajukan pertanyaan apa pun. Karena kau tak ingin kembali sebab memang tak bisa kembali, karena kau bukan rumput bukan burung bukan kijang, karena kau bukan lagi dirimu sendiri –kau benamkan topi ke kepalamu, dalam-dalam, tanpa mempertanyakan matahari. Karena kau tak tahu jalan pulang sebab memang tak berumah, karena kau tak tahu mesti kemana sebab memang tak pernah ada yang memahami akhir –kau pun tidak bergegas, berbelok disetiap kelokan sambil mengingat-ingat bahwa tak perlu lagi ada yang ditanyakan.

Aku pikir sajak ini sesuai dengan filosofis yang baru-baru ini kutemukan ada dalam aku . bahwa sebenarnya kepastian itu berawal dari sebuah kepercayaan, rasa percaya. Seperti “Yang kamu lihat itu adalah sebuah rumput. Tetapi apakah kamu percaya bahwa itu rumput?”. Jawabannya apa? Jawabannya adalah sebenarnya kamu tinggal mempercayai saja bahwa itu rumput. Selebihnya sudah selesai, tak perlu ada yang ditanyakan lagi. Ingatkah kau pada pepatah, “Satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian”. Namun kita hidup perlu sebuah kepastian bukan? Maka, aku piker. Kepastian itu berawal dari sebuah kepercayaan.

Medicament


Betapa hidupku ini akan indah bila aku menganggapnya indah, serta bila aku menjalaninya dengan indah
Ya. Dan kini aku tahu bagaimana membuatnya indah.
Kata abah, aku hanya tinggal menundukkan rasio dengan hati dan menguasai hati dengan rasio. Karena hati adalah singgasana iman tempat segala sifat indahnya Tuhan-ku berada. Dan karena rasio adalah bilik tempatku menjadi manusia yang sebenarnya.
Maka yakin, dengan ini segalanya akan baik-baik saja.
Baiklah abah, “aku tengah mencobanya”.
***
Apa kau tahu, berhubungan dengan manusia itu lebih sulit daripada berhubungan dengan Tuhan.
Bila kau berbuat salah kepada Tuhan kemudian sangat ingin menghapus salahmu itu, maka tobat hanya tinggal dilakukan. Tuhan sangat mengerti akan hambanya, sangat mengerti akan kita. Tak ada kata Dia tak memaafkan. Kata seseorang, Tuhan itu ‘mudah’, namun manusia sering membuat hal-Nya terkesan ‘rumit’.
Tetapi, andaikata manusia berbuat salah kepada manusia, kemudian sangat ingin menghapus salah itu, meminta maaf adalah sebuah cara yang benar dan baik. Namun, manusia itu bukan Maha Mengerti, Bukan Maha Pemaaf, bukan pula Maha Penyayang layaknya Tuhan. Bisa saja manusia itu memaafkan, tapi bagaimana bila tidak ikhlas? Kita tak pernah tahu. Karena ketidak ikhlasan sedikit saja, akibatnya sangat fatal. Kita akan tetap diminta pertanggung jawaban atas kesalahan kita pada manusia itu, kelak. Karena Tuhan tak akan memaafkan sebelum hambanya yang didzolimi memaafkan di dunia. Apalagi, sebagaimana kita tahu, manusia itu bermacam jenis sifatnya. Tidak seperti Tuhan Yang Esa. Sulit bukan?
***
Sakit.
Ada sakit jasmani, ada sakit ruhani. Sakit jasmani bisa disebabkan sakit ruhani. Dan sebaliknya. Keduanya bisa jadi sangat bertimbal balik.
Abah berkata lagi, “Aku tak pernah ada masalah bila badanku sakit semua. Paling tidak aku bisa minta tolong dokter memberiku resep obat. Aku hanya tak mau ada sakit di dalam hati, sedikit saja sebenarnya aku tak mau. Karena sakit dalam jasmani akan pasti berakhir sudah urusannya bila kita mati. Tetapi sakit di dalam hati? Akankah terpenggal urusannya hanya dengan sebuah cabutan nyawa dari Izrail? Tidak. Itulah yang aku takutkan”
Abah mengajariku bahwa menjaga hati itu penting. Membersihkan jiwa dan pikiran itu sangat penting.

Inginku Pada Angin

Aku pun telah merasakan angin, terpaannya yang dingin dikulitku membuatku tak hendak ingin beringsut pergi saja.

Kuingin sejenak berkawan dengannya, sambil bergulat melontar Tanya :

Bagaimanakah aku bisa meraihmu, wahai bayu?

Aku ingin kau membawa serta sesuatu itu bila kau hendak pergi lagi, terserah akan kau bawa ke bukit atau ke samudra

Bukankah engkau adalah sebuah perantara?

Perantara yang memang dikutuk untuk memberi manfaat padaku.

Bila kutanya “manakah itu?”, akankah engkau memberikannya.

Sesuatu itu aku rasa telah memanggilmu berkali-kali dan berulangkali.

Tapi mengapa engkau tak juga mendengar teriaknya dan lalu datang? Gampang saja bukan? Sebagaimana yang kau lakukan sehari-hari.

Sesuatu itu sudah jenuh, oh jenuh. Bukankah engkau juga mengenal jenuh itu apa? Kau ini angin, dan kau tahu jenuh.

Kau datang dan pergi tanpa duga.

Aku jadi berpikir kau mirip sesuatu itu. Dan aku benci sesuatu itu, sungguh aku membencinya.

Pergilah!

Bawa saja itu.

Tetapi angin selalu saja menjawab :

“Maaf, aku belum sanggup”